Reflection of Lavengenia

Eka Vebriana
Chapter #12

(12) Truth

Gelap, lembab, kotor dengan banyak kubangan lumpur disana-sini. Disitulah tempat Lilia tersungkur setelah di hakimi sebelah mata, para vampir sama sekali tidak memberikan Lilia kesempatan untuk membela diri.

 

Sudah tiga hari sejak Lilia tinggal di balik jeruji besi bawah tanah kastil, teman-teman yang setia tinggal bersamanya di tempat itu hanyalah nyamuk-nyamuk, tikus, kecoak, dan hewan-hewan kotor lainnya. Tempat yang sangat tidak layak bagi seorang putri es sepertinya. Penghinaan yang harus diterimanya setelah pengkhianatan terbaik yang pernah ada dari sang sahabat.

 

Sementara Lilia mendekam di penjara, Luca, Vincent, bahkan Maria bersedia mencari bukti atas penuduhan sepihak itu. Namun pergerakan mereka sangat terbatas akibat tonggak kekuasaan saat ini dipegang oleh Zura. Berkat surat kuasa resmi dari Malaxis yang dibawa Zura kini dia bisa dengan bebas mengatur semuanya.

 

Sementara itu Lancelot dengan wujud anjingnya menyusup ke ruangan Zura. Zura yang sedang sibuk dengan bola kacanya di kejutkan dengan hunusan pedang yang memotong beberapa helai rambut birunya. Matanya melirik tajam ke sosok yang menghunuskan pedang itu, yang tidak lain adalah Lancelot.

 

“Tuan ksatria ada gerangan apa kau datang kesini?” ucap Zura berbasa-basi dengan senyuman liciknya.

“Kau benar-benar berubah Zura, katakan apa tujuanmu sebenarnya?” ucap Lancelot mengintimidasi.

“Ada banyak hal yang sudah terjadi.” ucap Zura, tampak sekilas raut muka kesepian dan kesedihan yang mendalam padanya.

 

Pertemuan itu dihentikan dengan kedatangan Maria, Luca, dan Vincent secara tiba-tiba. Ketiganya sangat terkejut dengan kehadiran Lancelot disana. “Kau!!!” ujar Maria dan Luca bersamaan, Vincent sendiri agak terkejut setelah melihat reaksi Luca dan Maria.

 

Maria dan Luca sendiri saling berpandangan, “Mengapa Maria bisa mengenalnya?” pikir Luca. Vincent yang sejak awal sudah mengerti situasi yang ada segera menjalankan rencananya demi menyelamatkan Lilia­­­.

 

“Kita kesampingkan dulu dengan kehadiran sang ksatria. Jangan lupakan tujuan awal kita, Lancelot kau bersedia membantu kami kan?” ucap Vincent tenang.

 

Lancelot yang tanggap memberikan anggukan persetujuan. Kini Zura harus berhadapan dengan Luca, Vincent, Maria, dan Lancelot, meski begitu tidak ada sedikitpun wajah gemetar yang terlukis pada dirinya.

 

“Jadi kalian bertiga akan menggabungkan kekuatan untuk melawanku?” ucap Zura dengan sombongnya.

“Saat ini metode terbaik adalah dengan memaksa.” ucap Vincent

“Meski merepotkan, tapi ini semua demi ayah dan para vampir sebagai pewarisnya sudah tugasku untuk menyingkirkan kerikil pengganggu sepertimu.” ucap Luca

“Bila kau ingin tahu, sekarang juga bangsawan Rosberth siap menerima perintah apapun dariku.” ucap Maria mengintimidasi.

“Demi sang putri nyawapun akan kuserahkan.” ucap Lancelot

 

Tawa Zura menggelegar di seluruh kastil melihat keempat orang yang sudah bersiap melawannya. Kudeta secara paksa dengan tidak ada siapapun di pihak Zura, mungkin bila dilihat sekilas sudah terlihat hasilnya. Namun apapun bisa terjadi dalam pertarungan.

 

Serangan dimulai dengan tirai yang terpotong oleh pedang Lancelot, namun potongan tersebut sama sekali tidak melukai Zura karena tubuhnya seolah menjadi ilusi mata. Malam yang panjang di kastil di habiskan dengan pertempuran mereka berlima keadaan ruangan itu benar-benar kacau seolah ada badai yang masuk.

 

Karena merasa tempat pertarungan mereka terlalu sempit, pertarunganpun di pindah ke lapangan kastil. Tebasan, sayatan, dan mantra saling menggoreskan diri masing-masing secara bertubi-tubi. Bahkan kemampuan mereka berempat mampu dihalau Zura dalam pertempuran sengit ini.

 

Hingga sebuah dengungan muncul di kepala Zura membuyarkan konsentrasinya membuat cakar Vincent menusuk tepat di jantungnya. Darah yang memancar dari luka Zura bertebaran mewarnai salju yang bertumpuk di lapangan. Kemudian muncul beberapa cahaya biru yang datang mengitarinya dan membuatnya hilang dalam sekejap mata.

 

Lihat selengkapnya