Reflection of Lavengenia

Eka Vebriana
Chapter #22

(22) Our Destiny

Pertemuan mengharukan di tengah pertarungan hidup dan mati memang bukanlah impian Lilia. Bahkan seumur hidupnya dia tidak pernah membayangkan akan bisa bertemu ibunya lagi. Sosok Emeralda bisa tercipta karena resonansi sihir Malaxis dalam tubuh Lilia sekarang.

Sebelum sihir itu membaur secara menyeluruh sosok Emeralda akan tetap berada disana. Dan terima kasih untuk sihir Alv yang membuat sihirnya membaur dengan lebih cepat, memicu Emeralda untuk menghilang lebih cepat.

“Sudah tidak ada waktu lagi, tolong dengarkan ucapanku sebelum terlambat.”

Lilia berusaha tegar dan mengusap air matanya, ini bukanlah saat yang tepat untuk menangis Dia menyadari bahwa tindakannya sekarang mungkin saja bisa mempengaruhi takdir dataran Lavengenia.

“Lilia ini adalah tugas terakhir putri es yang selalu diberitahukan padaku, dan inilah saatnya giliranku mengatakannya padamu.”

“Apa itu?”

“Takdir putri es bukanlah membekukan seluruh dataran Lavengenia, akan tetapi membebaskan belenggu es yang tertanam di tanah Lavengenia.”

“Belenggu es itu akan muncul sesaat ketikan kutukan ‘Lost Ice’ muncul. Sang putri es harus mampu menunjukkan cinta yang suci untuk dataran Lavengenia.”

Lilia tertegun mendengar ucapan Emeralda.

Tugas asli yang harus diemban Lilia. Jadi inilah maksud bahwa putri es akan selalu melindungi Lavengenia. Setiap putri es mengemban tugas untuk membawa kedamaian dan kehangatan untuk dataran ini. Namun tidak ada satupun yang berhasil menyelesaikan tugas akhirnya.

“Apakah ini giliranku?” pikir Lilia

“Ya ini adalah tongkat harapan dari generasi ke generasi, bukankah diluar sana juga ada orang-orang yang harus kau lindungi, Lilia putriku.”

Ucapan lembut Emeralda yang menembus isi pikirannya membuat Lilia kembali berlinangan air mata.

Emeralda tersenyum dan memeluk Lilia, mengusap kepalanya dengan lembut.

Emeralda mencurahkan seluruh kasih sayang seorang ibu yang tidak pernah bisa ia berikan pada Lilia semasa hidupnya.

“Aku bangga bahwa putri es yang kuat dan cantik ini adalah harta karun berhargaku, putri yang paling kami sayangi.”

“Kami?”

Lilia bingung akan kata kami, mungkinkah Emeralda tahu semua kejadian selama ini.

“Benar Malaxis dan aku kami berdua masih tetap menyayangimu bahkan hingga detik ini. Hanya saja Malaxis masih ragu mengenai kau yang adalah putrinya.”

“Lilia dengar ini adalah permintaanku sebagai ibu yang telah meninggalkanmu sendirian. Tolong jangan biarkan Malaxis membuat keputusan yang salah untuk kedua kalinya.”

Ucapan Emeralda dengan mata yang hampir menangis karena melihat Malaxis yang ingin membunuhku.

Sementara itu pertarungan antara Malaxis dan Vincent hampir mencapai akhirnya dengan hasil Vincent yang sudah babak belur.

“Lilia, ada apa dengannya mengapa dia terdiam disana?” pikir Vincent disela-sela pertarungan.

Sedangkan Malaxis memakai kesempatan itu untuk menumbangkan Vincent dalam sekali tebasan.

‘Arrghh’

Vincent terpental dengan luka tebasan menyilang besar di dadanya.

Saat itulah Emeralda meminta Lilia untuk segera tersadar dan keluar membantu Vincent.

“Vincent!”

Teriakan Lilia bercampur amarah dan kesedihan memeluk tubuh Vincent yang terluka parah.

Malaxis terdiam melihat keadaan Lilia yang memeluk tubuh Vincent yang berlumuran darah dan luka. Ingatan lamanya dengan Emeralda kembali muncul secara tiba-tiba. Persis seperti saat Emeralda lepas kendali dan membekukan seluruh dataran Lavengenia.

“Kau sebenarnya siapa?” tanya Malaxis sampil memegangi kepalanya yang sakit akan ingatan kelamnya.

Lilia menatap tajam pada Malaxis, tatapan yang cukup untuk membuat Malaxis tahu seluruh kebencian Lilia kepadanya.

“Aku Lilia putri es Lavengenia, putri kandung dari Emeralda.”

“Sekarang apa kau sudah mengerti ayah.”

Ucap Lilia sarkastik dan penuh amarah terhadap panggilan ayah.

Lilia benar-benar ingin mengutuk takdirnya karena harus memiliki ayah seperti Malaxis. Vampir kejam yang selalu membantai manusia dan orang-orang yang menentangnya.

Lihat selengkapnya