Aku sangat heran melihat rumah ibu Elaine yang sedikit berantakan dan barang-barang yang sudah dikemas dalam peti. Tidak biasa pula, dia mengirim pesan mendadak dan memintaku untuk datang ke rumahnya. Setelah aku mengucapkan salam, munculah seorang wanita anggun dari dalam rumah.
“Etha, silahkan masuk!” aku masuk ke ruang tamunya. “Terima kasih sudah datang.”
“Sama-sama,” aku tersenyum kepadanya, “mengapa barang-barang sudah dikemas, bukankah anda akan pindah bulan depan?”
“Ada sedikit perubahan rencana. Kami harus segera pulang ke negara kami karena bapak saya sakit keras.”
“Oh maaf atas hal itu,” aku ikut merasakan kesedihannya karena aku sendiri pernah mengalami hal yang sama.
“Jadi kami mempercepat kepindahan kami. Saya akan berangkat dengan anak-anak besok pagi. Sedangkan suami saya akan menyusul minggu depan, setelah semua barang-barang ini dimasukkan ke kontainer dan dikirim ke Papua.”
“Mengapa cepat sekali?” aku merasa tidak percaya bahwa mereka akan pindah secepat ini. Sepertinya baru kemarin kami berkenalan dan makan siang bersama.
“Iya. Saya sangat sedih karena harus berpamitan sekarang,” dia memelukku dengan dengan penuh kasih. Tidak terasa aku menangis.
“Saya pasti akan merindukan anda. Anda dan suami anda telah memberi saya banyak nasehat dan membantu saya untuk meneguhkan hati saya.”
“Jangan khawatir. Tidak ada perpisahan dalam Tuhan karena kita pasti akan bertemu lagi. Entah di bumi atau di Surga.”
“Kalau kamu memenuhi panggilanmu, kita pasti bertemu lagi,” sahut Pak Peter tiba-tiba sambil tertawa. Aku tersenyum mendengarnya.
“Sulit Pak. Keluarga saya menjadi pergumulan terbesar saya.”
“Tetap doakan ini dan bertanya kepada Tuhan. Dimanapun kamu berada kamu bisa melayani. Tetapi yang utama adalah mendengar suara dan panggilan Tuhan.”
“Iya. Terima kasih pak.”
“Ingat, kalau hati kita ikut Tuhan dan tetap tertuju kepadaNya, semua orang pasti akan melihat hal itu. Sehingga mereka juga bisa melihat kemuliaan Tuhan di dalam hidup kita,” dia mengulangi hal yang pernah dia sampaikan kepadaku.
“Tetap teguh di dalam Tuhan, Etha.” Aku menghapus air mataku dan mengangguk tanda mengerti. “Jangan ragu untuk menghubungi kami melalui email ya.”
“Iya. Saya tidak akan pernah lupa. Pertemuan ini pasti tidak kebetulan. Tuhan ingin menguatkan saya melalui misionaris-misionaris yang saya temui.”
“Kami tahu kalau Tuhan pasti akan memakaimu untuk melayaniNya.”
Kami berdoa saling menguatkan.
Perkenalan dengan mereka terasa seperti kebetulan bagiku. Semua terjadi dengan tiba-tiba dan tidak masuk akal. Tiba-tiba bertemu mereka, tiba-tiba berpisah dengan meninggalkan kesan yang mendalam. Tetapi tak ada perpisahan di dalam Tuhan. Pasti bertemu lagi.
***