Suku Morop, 2020
“torang dukung siapa kah? Sa su teriak-teriak tapi tra tahu dukung tim mana?” tanyaku di antara sorakan anak-anak perempuan.
“Mama guru lihat sudah! Sa tra tahu juga dukung tim yang mana.” Aku tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban murid perempuanku yang paling muda. Ia adalah salah satu murid yang semangat belajar. Membuatku senang ketika mengajar di kelasnya.
Hari ini adalah hari Sabtu. Pak guru Matius sengaja menjadikan hari ini sebagai hari bersih. Beliau menyuruh semua murid untuk membersihkan sekolah dan kerja bakti bersama. Mereka terlihat antusias menyambut hari ini karena mereka bisa istirahat dari belajar. Apalagi setelah kerja bakti, mereka bisa berolahraga atau bermain bersama teman-teman mereka seperti sekarang ini.
Para murid laki-laki bermain sepakbola di halaman sekolah, sedangkan murid-murid perempuan memilih duduk di pinggir lapangan dan melihat sepakbola sambil mencari kutu. Sedangkan aku duduk diantara para murid perempuan yang duduk melingkar.
Belum lama, aku dan Andika datang ke suku ini. Kami masih belajar bahasa dan budaya. Namun baru satu bulan di sana, kepala sekolah memintaku untuk membantu mengajar di sekolah. Aku menyanggupi untuk datang hari Jumat dan Sabtu karena aku juga harus belajar bahasa dan budaya serta melakukan pekerjaan rumah tangga. Sebagai bapak, Andika harus belajar 8 jam sehari dan aku hanya 4 jam sehari. Tujuan utama kami adalah mengajar Firman Tuhan kepada penduduk di sana dan menerjemahkan Alkitab ke bahasa mereka. Sedangkan mengajar adalah pelayanan yang menunjang.
Bergantian aku memandang murid-muridku yang sangat kukasihi. Jumlah mereka tidak banyak. Hanya sekitar 50 orang. Tetapi mereka menjadi semangatku untuk datang kemari. Ke sebuah tempat yang jauh dari kota dan tidak mudah dijangkau. Dengan sebuah pesawat Kodiak berpilot tunggal, keluargaku diantar kemari oleh sebuah yayasan misi dimana kami bergabung.
Perjalanan selama satu jam dua puluh menit dari Sentani itu terus mengingatkanku bahwa aku telah menang melawan diriku sendiri. Tidak mudah meyakinkan diriku bahwa melayani orang-orang yang tidak terjangkau adalah tujuan hidupku. Satu hal yang sangat ingin kulakukan untuk menggenapi Amanat Agung dari Yesus.