Pov Julia
Hari mulai beranjak sore. Cahaya keemasan matahari senja merambat masuk melalui jendela ruang kerja Julia, memantul lembut di permukaan kerjanya. Udara sore terasa hangat dan tenang, berpadu dengan aroma kopi yang mengepul dari cangkir di samping tumpukan berkas meja kerjanya. Dengan gerakan pelan namun terfokus, Julia membuka satu per satu dokumen yang tersusun rapi di mejanya. Tatapannya tajam dan teliti, menyapu seluruh halaman tanpa melewatkan satu detail pun. Latar belakang, statistik akademik, catatan evaluasi bertarung, hingga riwayat pribadi bawahan-bawahannya di Legion Academy semua dia pelajari dengan seksama. Berkas pertama yang ia tarik keluar adalah milik seseorang yang sejak awal sudah menyita perhatian yaitu tentang Ren Flarehart.
Nama yang terus mengusik pikirannya, siswa penuh misteri dan luka dalam diam sikap dinginnya. Di halaman awal, tercantum dengan jelas statusnya: Tahanan rumah di bawah pengawasan Kekaisaran, terdaftar sebagai siswa aktif di Legion Academy. Vonisnya? Bersalah atas tuduhan pencurian artefak Kekaisaran artefak yang sampai hari ini belum juga ditemukan. Julia menatap lembar laporan itu. Kalimat demi kalimat terasa berat, menyimpan banyak cerita yang tak tertulis. Meskipun semua bukti dan laporan menyatakan bahwa Ren bersalah, ada bagian dari dirinya yang tak pernah benar-benar percaya. Ren terlalu tenang. Terlalu sunyi. Dan terlalu dingin dan tidak perduli dengan sekitarnya untuk seseorang yang disebut kriminal berbahaya.
Namun yang paling mengganggu bukanlah tuduhannya, melainkan kenyataan bahwa Kekaisaran tetap menyimpannya di Legion di bawah pengawasan ketat, seolah ingin menjaga sesuatu... atau mungkin, menunggu sesuatu. Julia menyandarkan tubuhnya ke kursi, memejamkan mata sejenak, membiarkan suara detak jam di ruangan menjadi satu-satunya irama yang menemani.
"Apa sebenarnya yang mereka sembunyikan dariku... dan dari dia?"
Dalam catatan akademik, Ren bukan siswa yang menonjol. Nilai-nilainya berada di tengah-tengah—tidak cukup buruk untuk dianggap gagal, tapi juga jauh dari luar biasa. Dalam hal pertarungan, hasil evaluasinya pun biasa saja. Ia tidak menunjukkan kemampuan menonjol, bahkan sering kali tampak seperti hanya berusaha sekadarnya. Namun, ada satu hal yang terus mengganjal di hati Julia. Berdasarkan seluruh informasi yang ia kumpulkan, kemampuan Ren seharusnya tidak cukup untuk melakukan pencurian tingkat tinggi, apalagi mencuri artefak Kekaisaran yang dijaga ketat dan lolos dari wilayah militer tanpa jejak. Rencana seperti itu bukan hanya membutuhkan kekuatan, tapi juga kecerdasan taktis, penguasaan medan, dan kemampuan bersembunyi tingkat tinggi. Semua itu... tidak tercermin dari catatan Ren.
Dan yang paling tidak masuk akal Ren pernah menghadapi Crimson Queen empat tahun lalu. Berdasarkan laporan resmi dan kesaksian dari tentara kekaisaran, Ren berada di garis depan dalam insiden tersebut.Namun dia selamat. Padahal, berdasarkan logika dan statistik murni, seharusnya dia tewas di tempat. Julia mengetukkan jarinya perlahan di atas berkas yang kini terasa lebih seperti misteri daripada laporan siswa. Ada terlalu banyak ketidaksesuaian. Terlalu banyak celah yang tidak bisa dijelaskan. Dan satu hal yang paling membuatnya sulit tenang: Ren bukan hanya siswa bermasalah. Dia adalah teka-teki hidup yang entah disembunyikan... atau dilindungi oleh sesuatu yang jauh lebih besar dari dirinya sendiri.
Kemudian Kapten Ren, Olivier Galliard. Anak kedua dari keluarga Galliard keluarga kesatria yang menjadi bangsawan terkenal karena telah melahirkan seorang Royal Paladin. Sejak kecil, Olivier tumbuh dalam lingkungan para kesatria. Nilai-nilai keadilan dan tanggung jawab tertanam kuat dalam dirinya. Namun, idealisme yang tinggi itu sering kali justru menjadi boomerang, membuatnya bentrok dengan sistem dan aturan yang kaku. Akibatnya, ia “dibuang” ke Tim Sigma tim buangan di Legion Academy. Secara akademik, Olivier cukup terpelajar. Kemampuan bertarungnya juga tajam, sesuai dengan latar belakang keluarga kesatrianya. Tapi dalam hal kepemimpinan... Julia mengernyit pelan. Olivier terlalu kaku. Dan Olivier gagal membangun hubungan dengan rekan-rekannya, dan lebih sering diabaikan ketimbang dihormati.
Altheya Isana.Seorang elf yang datang dari Green Forest wilayah para High Elf yang dikenal anggun dan tertutup. Altheya mendapatkan beasiswa masuk Legion Academy karena bakat sihir penyembuhan dan kecerdasannya yang luar biasa. Namun, sejak hari pertama di Academy, statusnya sebagai elf membuatnya menjadi sasaran diskriminasi. Tatapan curiga, bisik-bisik, dan perlakuan tidak menyenangkan membuatnya menutup diri sepenuhnya. Beberapa laporan bahkan menyebutkan bahwa Altheya kerap terlibat pertengkaran dengan sesama siswa, melanggar peraturan Academy, dan lebih mengkhawatirkan lagi aturan Kekaisaran. Meskipun nilai akademiknya sejajar dengan Olivier dan kemampuan bertarungnya mengesankan, Altheya sangat jarang menggunakan sihir penyembuh atau sihir pendukung untuk timnya. Seolah ia hanya berjuang untuk dirinya sendiri.
Kieran Castain. Putra dari keluarga Castain pemilik salah satu serikat perdagangan terbesar di Kekaisaran. Sejak hari pertama mendaftar di Legion Academy, Kieran menunjukkan sikap masa bodoh. Nilai akademiknya berada di bawah standar, dan ia tampak tidak peduli. Dalam pertarungan, meskipun class-nya adalah Rogue, Kieran justru buruk dalam menyembunyikan diri. Ironis. Namun, dalam pertarungan langsung kemampuannya cukup baik.
Dan terakhir, Helena Chastain. Berbeda dari yang lain, Helena berasal dari kalangan rakyat sipil. Namun, nilai akademiknya adalah yang tertinggi di antara seluruh anggota Tim Sigma. Sihirnya luar biasa kuat, sangat impresif untuk usianya. Sayangnya, Helena memiliki dua masalah besar: sifat kekanak-kanakan dan kecerobohan. Ia cenderung impulsif, sering kali tidak berpikir sebelum bertindak, dan terlalu antusias saat merapalkan sihir hingga menyebabkan kehancuran lingkungan sekitar. Anggaran tim bahkan beberapa kali nyaris dibekukan gara-gara ulahnya.
Julia menghela napas panjang dan memijat pelipisnya. Satu per satu, mereka memiliki potensi yang besar. Dilihat dari statistik dan kemampuan individu, Tim Sigma seharusnya berada di peringkat tengah dalam Academy bukan terbawah seperti sekarang. Namun sayangnya, ada satu masalah besar yang tidak bisa diselesaikan dengan sihir atau statistik: Mereka tidak mengenal kerja sama. Komunikasi mereka buruk. Terlalu individualis. terutama untuk Ren dan Altheya. Julia menutup berkasnya perlahan. Tim ini bukan hanya rapuh. Tim ini... adalah bom waktu.
Terdengar suara ketukan pelan di pintu ruangan Julia, namun sebelum ia sempat menjawab, pintu sudah terbuka. Seorang siswi masuk begitu saja langkahnya santai, wajahnya tanpa beban. Julia mengangkat alisnya saat melihat siapa yang datang. Gadis itu langsung duduk di kursi di depan meja tanpa permisi, seperti sudah menjadi kebiasaannya.
“Rose,” ucap Julia dengan nada sedikit kesal, “kakak sudah bilang berapa kali, kalau mau masuk ruangan ini, tunggu sampai diizinkan. Jangan asal nyelonong saja.”