REGRET

quinbbyyy
Chapter #9

Badai Pembuka

Di sore yang indah, Nathalie dan Rivaldo menikmati waktu bersama di sebuah kafe mewah yang berada di sudut kota. Kafe tersebut memiliki dinding kaca besar yang memungkinkan pengunjung menikmati pemandangan kota yang sibuk. Di dalam, suasana terasa damai dengan dekorasi minimalis yang dipadukan dengan tanaman hias hijau. Meja-meja kayu yang mengkilap diterangi oleh lampu gantung artistik, menciptakan nuansa yang elegan dan intim.

Nathalie duduk nyaman di sofa empuk, mengenakan gaun sederhana namun anggun berwarna pastel yang serasi dengan rambutnya yang tergerai. Di hadapannya, Rivaldo tersenyum sambil menikmati cangkir espresso yang baru saja disajikan. Wajahnya menunjukkan rasa tenang dan bahagia bisa menghabiskan waktu bersama Nathalie. "Aku suka tempat ini. Rasanya seperti mendapatkan ketenangan dari hiruk-pikuk kota, tapi tetap bisa menikmati pemandangan dari kejauhan," kata Nathalie sambil melihat pemandangan di luar.

Rivaldo mengangguk sambil menatap Nathalie dengan penuh cinta. "Iya, tempat ini memang cocok untuk kita berbincang dan menghabiskan waktu bersama," jawabnya sambil menyentuh tangan Nathalie yang terletak di atas meja. Sentuhan itu membuat Nathalie tersenyum, merasa hangat dan dicintai.

Namun, suasana tenang itu seketika berubah ketika ponsel Rivaldo bergetar di atas meja. Nathalie melihat Rivaldo segera meraih ponselnya, dan wajahnya yang tadinya tenang berubah menjadi serius saat melihat nama ibunya muncul di layar. Rivaldo dengan cepat mengangkat telepon itu, sementara Nathalie menatapnya dengan cemas, merasa ada sesuatu yang mendesak.

Rivaldo mengangkat telepon dari Ibunya. "Halo, Ma. Ada apa?"

Terdengar suara Ibu Rivaldo dari seberang sana dengan nada mendesak. "Rivaldo, kamu harus pulang sekarang. Ada sesuatu yang penting yang harus kamu ketahui."

Rivaldo terkejut dan waspada. "Penting? Ada apa, Bu?"

"Ibu gak bisa jelaskan di telepon. Kamu harus pulang secepatnya. Ini benar-benar urgent."

Rivaldo melihat Nathalie sejenak, kemudian fokus kembali pada telepon. "Baik, Bu. Aku akan segera pulang."

Rivaldo menutup telepon, dan Nathalie langsung menyadari perubahan di wajah tunangannya. Dia tahu ada sesuatu yang sangat mendesak, melihat bagaimana Rivaldo segera menyimpan ponselnya. Nathalie merasa khawatir, "Apa yang terjadi, Bub? Kamu terlihat tegang.

Sambil menarik nafas Panjang, Rivaldo menyampaikan hal yang semestinya Nathalie ketahui dengan suara yang sedikit lesu. "Maaf, Nat. Baru saja Ibu menghubungi dan katanya ada sesuatu yang sangat penting. Aku harus segera pulang, tapi aku belum tahu detailnya."

Mencoba tetap tenang meskipun khawatir, Nathalie mencoba untuk memahami tunangannya. "Kalau begitu, kamu harus cepat pulang, Val. Kamu yakin semuanya baik-baik saja?"

"Iya, aku harus pulang sekarang. Tapi sebelum itu, aku akan antarkan kamu pulang dulu." Rivaldo bergegas berdiri dan mengambil jaketnya.

Dengan penuh keraguan, Nathalie mencoba untuk terlihat baik-baik saja agar tunangannya itu tidak bertambah khawatir. "Kamu gak perlu repot, Dal. Aku bisa pulang sendiri. Kamu pasti perlu cepat sampai di rumah." Gelengan kepala Rivaldo mengisyaratkan bahwa Nathalie harus tetap diantar pulang oleh dirinya. "Enggak, aku gak bisa biarkan kamu pulang sendiri. Apalagi dalam situasi seperti ini. Aku akan pastikan kamu sampai rumah dulu, baru aku pulang."

Nathalie merasa terharu dengan perhatian Rivaldo. Dia tahu tunangannya itu selalu mengutamakan keselamatannya, dan hal itu membuatnya merasa sangat dihargai. Mereka segera meninggalkan kafe, dengan Rivaldo yang berjalan cepat menuju mobil, sementara Nathalie mengikutinya dengan perasaan campur aduk.

Di dalam mobil, Nathalie terdiam, menatap jalanan kota yang mulai diterangi lampu-lampu. Pikiran-pikirannya penuh dengan rasa khawatir dan penasaran. Rivaldo juga lebih pendiam dari biasanya, wajahnya menunjukkan fokus dan sedikit ketegangan. Tangannya menggenggam kemudi dengan erat, menandakan keinginannya untuk segera sampai di rumah.

Rivaldo melirik Nathalie yang duduk di sebelahnya. Dia tahu Nathalie pasti khawatir, dan itu membuatnya merasa bersalah karena harus memotong waktu mereka bersama dengan cara seperti ini. "Maaf ya, Nat. Sore ini jadi gak sesuai rencana. Aku janji, kita akan menggantinya lain kali." ucap Rivaldo mencoba menenangkan tunangannya.

Dengan senyum manis khasnya, Nathalie menjawab dengan lembut. "Gak apa-apa, Bub. Yang penting kamu bisa segera tahu apa yang terjadi. Semoga semuanya baik-baik saja."

Rivaldo hanya bisa mengangguk, berharap hal yang sama. Mobil melaju cepat namun tetap aman, dan dalam hati, keduanya berdoa agar berita urgent yang menunggu di rumah bukanlah sesuatu yang buruk. Bagi Nathalie, ini adalah ujian kecil dalam hubungan mereka, dan dia bersama pun yang terjadi, mereka akan melalui semuanya bersama.

***

Malam yang biasanya menjadi momen tenang setelah hari yang panjang, berubah menjadi sebuah mimpi buruk bagi Rivaldo. Setelah mengantar Nathalie pulang, pikirannya dipenuhi dengan kenangan sore yang hangat, namun saat membuka pintu rumahnya, dia langsung merasakan ada yang tidak beres. Rumah yang selalu dipenuhi kehangatan terasa begitu sunyi dan tegang. Tidak ada suara televisi atau obrolan ringan seperti biasanya, hanya keheningan yang menusuk.

Lihat selengkapnya