Regrets

Fitriyana
Chapter #18

18. Pergi

Embusan angin sore terasa hangat. Aku duduk di atas hamparan pasir putih. Kaki ditekuk, menyilang. Kedua lenganku melingkari lutut. Aku sedikit mengangkat kepala. Langit merah menyedot perhatianku. Senja nan indah jadi teman kencanku. Tersenyum lembut saat aku datang. Menyempatkan diri bertemu denganku sebelum ditelan petang kelam. Riuh debur ombak membentur karang, desau angin menyibak rambut dan wajah penuh keringat. Ombak menjilati ujung kakiku. Terasa geli. Aku menikmati sore ini.

"Gi, lama nunggunya?"

Aku menoleh, tersenyum lembut. Kembali menatap langit. Tidak menghiraukannya.

"Dulu, kita sering ke pantai. Bahkan jadian juga di pantai."

Aku diam. Gadis itu duduk di sebelahku.

"Kau masih sama. Tenang. Membuatku bingung menyelami apa yang kau pikirkan, Arnawarma."

Aku menoleh, menatapnya yang tengah tersenyum manis. Mata itu, aku sangat menyukainya. Tanganku perlahan terulur. Hendak menyentuh wajah yang dihiasi lesung pipi cantik.

Plash!

Ombak laut membasahi kaki dan celanaku. Lambat laun sosok gadis itu memudar, hilang dibawa angin laut. Aku tersentak. Tanganku mengepal kuat. Rahangku mengeras. Membuang muka. Menggenggam pasir, melemparnya asal.

"Bodoh!" umpatku pada diriku sendiri.

****

Tok tok tok!

Aku mengetuk pintu. Lantas membukanya perlahan. Melangkah masuk. Pak Teguh tersenyum menyambutku. Berdiri menghampiri, menjabat tanganku, menepuk pundakku beberapa kali. Kami berdua duduk. Aku meletakkan helm proyek di atas meja. Sudah sebulan aku menerima tawaran Pak Teguh untuk bekerja dengannya.

"Bagaimana, Gio? Kau betah?"

"Betah, Pak. Di Sini lebih tenang."

Pak Teguh tertawa. Mengangguk beberapa kali. Mafhum dengan situasiku.

"Ada keperluan apa? Tumben menemui Bapak sepagi ini."

Aku tersenyum. "Tidak ada apa-apa, Pak. Hanya ingin menyampaikan ini." Aku merogoh saku celana, meletakkan lipatan kertas usang di meja, mendorongnya ke arah Pak Teguh.

Pak Teguh mengerutkan dahi, tersentak. Melihatku dan kertas itu secara bergantian. Air muka Pak Teguh sedikit berbeda, tidak setenang biasanya.

"Ini ..., bagaimana bisa?!" Suara Pak Teguh bergetar hebat.

Lihat selengkapnya