“Rama kok kamu disini?!” dengan wajah kagetnya Alea segera berlari dan menghambur ke pelukan Rama.
“Yee… emang nggak boleh? Aku kangen!” pelukan yang Rama rasakan layaknya pelukan dua orang yang sedang menjalin hubungan asmara pada umumnya.
Menggebu dan menenangkan di satu waktu yang sama. Alea selalu bisa membuatnya merindu dengan hebat sampai sering membuat Rama uring-uringan jika jadwal pertemuan mereka mundur.
“Bukannya nggak boleh, Ram! Cuma aku kaget aja tiba-tiba kamu bisa sampai Bandung dan nggak ngabarin aku dulu.” Alea melepas pelukannya.
“Kok dilepas pelukannya?” Rama merajuk.
“Biar nggak jadi pusat perhatian orang-orang di sini,” jawab Alea dengan kekehan yang terdengar merdu di telinga Rama.
Rama mencebik sambil menatap sekitar mereka sejenak. Mereka kini sedang berada di parkiran sebuah hotel tempat Alea menginap di kota Bandung.
“Sepi nggak ada kamu, lagian kamu dinasnya lama banget sih, Beb?” gerutu Rama yang kontan memancing senyum manis dari perempuan berkulit kuning langsat di depannya itu.
“Cuma 4 hari 3 malam kok Ram, lagian baru 2 malam aku disini, kamu jangan lebay deh ya, biar apa coba?” ada rona di pipi Alea yang Rama tahu bahwa ucapannya sudah berhasil menarik hati Alea lebih dalam lagi.
“Biar kamu makin mencintaiku.” Rama tertawa. “Oh iya ngomong-ngomong kemarin sore aku dari rumah kamu tanding PS. Terus Ibu nitip jajanan cuma udah aku makan sebungkus, Beb.” Rama mengambil paper bag dari dalam ranselnya. “Ini keripik ubi ungunya tinggal sebungkus, Beb.” Dengan cengiran khas lelaki Jawa yang manis Rama menyerahkan paper bag berisi dua bungkus keripik pisang buatan Ibunya, satu bungkus keripik ubi ungu dan satu box snack bar.
“Wahhh! Ibu tahu banget sih aku lagi pengen makan keripik ubi ungu.” mata coklat Alea melebar dan berbinar. “Makasih ya, Ram!” Alea tersenyum lebar.
“Iya sama-sama.” Rama ikut tersenyum lebar. “Kamu kayaknya lagi ngidam, Beb,” celetuk Rama.
Alea langsung mencubit perut Rama. “Kalau ngomong nggak pakai mikir ya!”
“Aduhh Beb sakiitttt!” Rama mengelus perutnya dan kemudian tertawa.
“Mbok ojo waton to Ram nek ngomong amit-amit rung wayah e!” jawab Alea kesal dengan logat Jawa kentalnya.
(“Jangan asal Ram kalau bicara, amit-amit belum waktunya”)