Latar belakang Kisah ini tahun 1990-an, sebelum ada HP Android ...
....
"Bang...Bang!. Numpang tanya dong, bangku nomor lima belas yang mana sih?" Terdengar sebuah alunan suara halus lembut bertanya kepada kondektur bus.
Adrian menoleh ke arah suara itu. Tubuh si pemilik suara tersebut di bungkus T-Shirt putih dan celana jeans ketat warna biru langit. Karena dia membelakangi Adrian, maka jelas terlihat merknya, Levi's. Suatu saat wajahnya kebetulan menghadap ke arah Adrian.
Tadi beberapa menit yang lalu Adrian baru saja menghempaskan pantatnya di jok bus malam yang akan membawanya pulang ke kota kelahirannya. Udara di dalam bus terasa panas, sumpek dan penuh oleh asap rokok.
Memang serba salah, pikir Adrian. Kalau rokok tidak di produksi, tidak bisa dibayangkan berapa ratus ribu orang yang akan kehilangan pekerjaan. Berapa juta perut yang akan kosong.
Berapa ratus milyar devisa negara yang hilang. Para konglomerat rokok dan keluarganya jadi tidak bisa naik mobil mewah ber-AC dan hidup berkelimpahan.
Selain itu juga, para penikmat dari hasil usaha pabrik rokok, tidak bisa buang-buang uang di meja judi. Banyak orang tidak bisa bersenang senang dengan gadis penghibur. Banyak orang tidak bus a melakukan sejuta kesenangan duniawi di atas penderitaan orang lain.
Tapi kalau rokok masih diproduksi, maka polusi udara yang terjadi di mana-mana tidak hanya mencemari para perokok saja. Bahkan orang yang tidak merokokpun di paksa untuk ikut merokok, karena mau tidak mau mereka ikut menghisap asap rokok yang dihembuskan oleh orang yang merokok.
Justru para perokok pasif inilah yang paling banyak menanggung akibat buruk dari ribuan zat perusak tubuh yang terkandung dalam asap rokok. Betul-betul buah simalakama.
"Astaga...," desis Adrian dalam hati, kaget.
Ternyata si pemilik tubuh tersebut adalah seorang gadis Tionghoa keturunan yang sangat cantik. Wajahnya putih bersih bak pualam tanpa sebutir jerawatpun. Rambutnya panjang terurai sebatas pinggang dan jatuh dengan lembut di bahunya.
Bagian atas rambutnya di jepit dengan jepitan berbentuk kupu-kupu warna biru laut. Kondektur bus celingukan sebentar kemudian menuju ke arah Adrian dan mengangkat penutup kursi di dekat tempat duduknya.
"Ini lho, Moy!" katanya menepuk kursi kosong tepat di samping Adrian.
Kondektur bus memanggil gadis itu dengan 'Moy' yang merupakan singkatan dari Amoy, suatu sebutan umum bagi gadis- gadis WNI keturunan Tionghoa di kalimantan Barat.
Gadis itu berjalan ke kursi yang dimaksud. Dia melemparkan senyum cerah yang manis kearah Adrian. Ya ampun, giginya berbaris rapi seperti biji mentimun di belah.
Tidak seperti kebanyakan gadis Tionghoa di Kalimantan Barat yang sering tidak bergigi dan di ganti dengan gigi palsu. Adrian yakin betul, gigi gadis ini asli.
Alis matanya lebat berbentuk bulan sabit. Hidungnya kecil mancung dengan cuping yang bergerak-gerak. Dagunya agak lancip dengan bibir yang kecil dan tanpa di polesi pemerah. Tapi warnanya sudah merah alami.
Dia duduk dengan terlebih dahulu mengangguk kearah Adrian. Luar biasa, seperti bintang film saja. Entah mimpi apa Adrian semalam, kok bisa mendapatkan teman duduk yang begini cantik.
"Panas sekali ya," celetuk gadis itu seraya membuka jaket kain parasut yang di pakai tetapi retsletingnya tidak dikancingkan.
Tangannya tampak jelas berkulit putih mulus dengan bulu-bulu halus memanjang.
Sungguh cantik dan juga merangsang.
Otak Adrian kotor memang. Syukur orang lain tidak tahu apa yang ada di hati sesamanya. Kalau sempat tahu, berabe. Pikir Adrian. Dalam hati Adrian sempat juga mengumpat. Kok malahan dia yang membuka pembicaraan, ya?
"Mungkin mau hujan dik," kata Adrian membalas komentar gadis itu tentang panas. "Adik mau kemana?"