"Khabarnya sih kalau yang Super dan kelas A bisa sampai miliaran rupiah per kilo...”
"Wah, kalau kita jual di Hongkong. Berarti kita bisa mengantongi uang sampai seisi kamar, dong..." desis Serak berdecak-decak.
"Terinya saja bisa ratusan juta perkilonya…," sambung Ali lagi menyebutkan hasil kayu gaharu yang berupa serbuk dan yang kecil-kecil.
"Gila. Di sini hanya dihargai jutaan saja per kilogramnya…," timbrung Edy.
"Jangankan Terinya. Yang supernya saja baru beberapa juta rupiah ..," kata Buten ikut menambahkan dengan perasaan sedih.
"Berarti pak Sandydi Pontianak untung ratusan miliar rupiah setiap bulannya...," desis Ngoak sambil menarik nafas panjang.
"Maka wajar saja kalau pak Sandy hanya dalam tempo beberapa tahun sudah mampu mendirikan armada angkutan darat yang begitu besar," kata Ali lagi.
Ke enam orang itu lalu tercenung. Shinta mendengar pembicaraan mereka dari luar dinding. Tapi karena dia adalah roh yang memiliki kekuatan gaib, maka semua yang mereka bicarakan bisa di dengar olehnya.
"Eh, kalian ada mencium bau kemenyan ndak?" tanya Buten tiba-tiba.
"Mungkin bajumu masih melekat bau gaharu," ujar Serak sambil tersenyum.
Sebab dia tahu Buten jarang bicara serius. Karena dia paling kocak di antara mereka. Sehingga mereka tanpa kehadiran Buten rasanya tidak lengkap.
"Bagaimana bau gaharu tidak melekat, bajunya saja paling sebulan sekali baru di cuci…," tambah Ijim sambil menyikut Ngoak yang duduk di sampingnya.
"Aku serius nih...," desis Buten lagi. "Malahan sekarang di tambah bau pakaian baru. Seperti bau pakaian yang kebiasaan di pakai untuk menutupi mayat di kalangan suku kita."
"Justru aku mencium bau busuk...!" potong Ali sambil menutup hidungnya.
"Apa? Bau busuk hantu?" desis Edy sambil merapat ke arah Ali.
"Bukan. Bau kentut...!" ujar Ali sambil mengibas- ngibaskan tangannya.
"Sialan..," gerutu Buten. "Orang bilang bau kemenyan kok bau kentut yang diributkan."
"Siapa yang kentut?" tanya Ijim sambil memencet hidungnya juga. Dia hampir saja muntah mencium bau busuk kentut yang begitu kuat.
"Siapa lagi kalau bukan Ngoak...!" tuduh Buten sambil memandangi Ngoak yang hanya cengar cengir saja.
"Apakah kamu sudah berminggu-minggu tidak BAB, Ngoak?" tanya Ali ketika melihat Ngoak tidak membantah tuduhan Buten.