Berdasarkan pengalamannya yang telah ratusan kali hilir mudik melalui riam itu, maka ijim bisa melakukannya dengan sempurna sehingga dalam hitungan menit saja keduanya sudah melalui riam Kiham Duan yang cukup berbahaya itu.
Keduanya kemudian terus melaju ke arah hulu, yang biasanya tidak sampai satu jam lagi akan sampai di kampung Ullok, tempat Ijim berdomisili.
Adrian ikut Ijim karena saudara sepupunya ini adalah sebagai pengusaha lokal yang mengelola kayu log untuk dijual ke perusahaan plywood lokal yang berada di Pontianak.
Kayu log yang mereka hasilkan ini dijual kepada pengepul yang berada di Nanga Serawai. Perjalanan keduanya kali ini pun adalah setelah menjual kayu log itu kepada pengepul di Nanga Serawai.
Keduanya tidak lupa juga membeli kebutuhan mereka secukupnya dan sebagian besar uang itu mereka gunakan untuk membayar kawan-kawan mereka yang menjadi anggota kelompok tani kayu log itu.
Jumlah bayaran itu adalah sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, yaitu masing-masing sudah disepakati persentase untuk koordinator, ketua, wakil ketua, bendahara dan anggota dari Kelompok Tani itu.
Sementara Adrian adalah penasihat mereka, yang juga mendapatkan fee dari hasil harga kayu itu. Meskipun nilainya tidaklah sebesar mereka, tetapi karena kelompok tani itu terdiri dari beberapa kelompok, maka akhirnya lumayan juga jumlahnya secara keseluruhan.
Keduanya sudah sampai pada bagian sungai yang lebih banyak lurusnya dan cenderung tidak mempunyai riam lagi, meskipun arusnya masih tetap lumayan deras.
Pada suatu saat keduanya harus berbelok mengikuti arah tanjung sungai itu, karena sudah terbiasa membawa speed boat ini maka Ijim berbelok tanpa mengurangi kecepatannya sehingga arah perjalan speed boat itu membentuk sebuah garis hiperbola.
Namun begitu melewati tanjung itu, di depan mereka terlihat sebuah kapal motor diesel dalam jarak yang tidak terlalu jauh terdapat melintang di tengah sungai.
Meskipun lebar sungai ini sebenarnya lebih dari lima puluh meter, tetapi karena posisi motor air diesel itu tepat berada di tengah jalur pelayaran sementara di kiri dan kanannya banyak terdapat batu besar dan tunggul kayu, maka terpaksa keduanya mengecilkan gas speed sehingga body terbang itu berjalan perlahan tetapi masih menghasilkan gelombang yang cukup besar yang mengikuti mereka.
Kapal motor itu hanya bagian buritannya saja yang diberi atap, tetapi dari bagian tengah ke arah depan sama sekali kosong tanpa atap, sehingga orang bebas berjalan di situ.
Di tengah-kapal di dalam kapal motor itu terlihat seorang laki-laki memegang tombak sambil memperhatikan air sungai, sepertinya dia sedang bersiap menombak ikan yang entah di tuba atau di buru pakai alat penangkap ikan.
“Ada dapat jugakah?” tanya Adrian mencoba beramah tamah kepada laki-laki yang berdiri tidak terlalu jauh jaraknya dari mereka itu.
Tetapi bukannya sebuah jawaban ramah yang diberikan oleh laki-laki itu, tetapi dia mengangkat tombaknya yang putih mengkilat dan bersiap melemparkannya ke arah Ijim dan Adrian, sehingga kontan saja keduanya bersiap untuk menghindar.
Tetapi sebelum laki-laki itu berhasil melemparkan tomnbaknya, gelombang yang mengikuti Ijim dan Adrian tadi sampai ke arah kapal motor diesel itu sehingga membuatnya bergoyang sehingga laki-laki asing tadi salah injak dengan menginjak tempat kosong dan tanpa ampun dia terjerembab dan kepalanya bagian depan terbentur lantai dan mulutnya berdarah.
Sebenarnya tanpa diketahui oleh mereka bertiga, dalam saat yang sangat genting itu Paskalia dan Shinta kebetulan sedang melayang diudara diantara mereka dan melihat kejadaian itu.
Sehingga sebelum laki-laki asing itu sempat melemparkan tonbaknya ke arah ijim dan Adrian, Paskalia mengayunkan tangannya dari jarak jauh, yang akibatnya menyebabkan laki-laki itu terjerembab.
Yang lucunya adalah kejadiannya bersamaan dengan datangnya gelombang yang menggoncangkan perahu laki-laki itu, sehingga dia sama sekali tidak curiga akan keanehan.
“Cepat kita pergi dari sini, Jim. Jangan tunggu dia bangun!” perintah Adrian kepada Ijim.