Reinkarnasi

Yovinus
Chapter #25

25-Pernikahan di Tengah Perang Gaib

 

Ketika peringatan ketiga telah diabaikan seolah-olah hanya bisikan angin, maka Paskalia bangkit dengan wibawa seorang panglima langit. Kedua tangannya terangkat ke udara, laksana dua tiang penopang jagat raya.

Dari telapak tangannya yang bercahaya, memancar keluar jaring-jaring gaib berukuran sehalus 0,05 mikron, terlalu rapat hingga cahaya sendiri pun susah lolos untuk mencari celah.

Namun, keajaiban sejati justru baru menyingkap wajahnya setelah itu. Jaring-jaring gaib tersebut tidak hanya membesar, meluas, dan melebar, melainkan menjelma laksana tirai kosmik yang menutupi cakrawala, bagaikan benteng cahaya yang menjaga perbatasan semesta.

Keanggunannya memancarkan rasa ngeri yang tak terbantahkan, seolah kecerdasan alam meresap ke dalam setiap helai benangnya.

Jaring di sisi kiri menjelma bagai tangan langit yang kejam, merenggut para jin yang berani menentang, menyedot mereka ke dalam pusaran tak berujung, lalu mengurungnya dalam sangkar gelap tanpa jalan pulang.

Sementara itu, jaring di sisi kanan menggeliat bagai naga neraka yang lapar; berputar laksana pusaran maut, menghisap para iblis tanpa ampun, menelan mereka ke kegelapan yang lebih pekat daripada malam purba—tak memberi secuil pun kesempatan untuk meloloskan diri.

Kilatan cahaya meledak di angkasa, namun gerakan Paskalia jauh melampaui batas kecepatan cahaya itu sendiri. Dalam sekejap mata, ruang dan waktu seakan membeku, membuat lawan-lawannya tak sempat lagi untuk menghindar, bahkan sekadar menyesal pun sudah mustahil.

Suara langkahnya bergema seperti guntur di lembah sunyi, dan dari matanya memancar api kosmik yang membakar rasa takut ke dalam jiwa musuh. Ia berdiri tegak, bagaikan jenderal abadi yang turun dari langit purba.

“Kalian tadi berani mengabaikan ancamanku,” suaranya menggelegar, seolah ribuan genderang perang dipukul serentak. “Sekarang, hukumannya akan kalian terima! Aku akan melemparkan kalian ke lubang hitam yang bersemayam di tepian galaksi Andromeda; tempat tanpa cahaya, tanpa waktu, tanpa harapan untuk kembali!”

Udara di sekelilingnya bergetar, bumi berderak, dan langit seakan berdenyut mengikuti amarahnya. Para makhluk kegelapan itu hanya bisa menatap, terseret oleh kekuatan tak tertanggungkan, menyadari bahwa takdir mereka kini telah disegel oleh tangan Paskalia sendiri.

Paskalia lalu mengayunkan kedua jaring yang sudah berisi 10 ribu jin dan 5 ribu iblis itu ke arah salah satu lubang hitam yang terdapat di dalam galaksi Andromeda. Jala itu begitu kuatnya sehingga menembus ruang dan waktu dengan kecepatan melebih kecepatan cahaya itu tidak membuatnya koyak.

Sehingga ketika sampai dipermukaan mulut lubang hitam, mereka langsung tertarik oleh grativasinya yang begitu kuat, di mana cahayapun tidak bisa lewat. Lalu mereka muncul lagi dibagian lain dari alam semesta ini dibalik lubang hitam dan mustahil bagi mereka mencari jalan untuk kembali ke bumi.

Apalagi mengingat jaraknya lebih 5 miliar tahun cahaya dari bumi, entah perlu berapa juta tahun bagi para jin dan iblis itu untuk mencari posisi bumi diantara lebih 2500 triliun galaksi yang ada di alam semesta ini.

“Si...si...si...apa...dia?” tanya ratu Kuntilanak ketakutan setengah mati melihat para jin dan iblis hanya satu gebrakan saja sudah ditangkap dan dibuang oleh Paskalia.

“Tidak perlu kalian tahu siapa dia,” seru Shinta sambil membuat gerakan menyerang sehingga para kuntilanak dan para roh penasaran itu kalang kabut oleh serangannya yang kekuatannya ternyata diluar dugaan mereka. Mereka lalu lari tunggang langgang menyelamatkan diri.

Sementara mereka bertempur, ada beberapa roh yang mengendap-ngendap dan menerobos dari dalam tanah dan berusaha menyerang kearah kedua pengantin dan para undangan.

Tetapi mereka terkejut bukan main ketika merasakan formasi tingkat surga yang membuat tubuh mereka disambar hawa panas yang panasnya seperti api neraka saja ketika terbentur formasi gaib yang dibuat Paskalia.

Maka merekapun lalu cepat-cepat melarikan diri juga.

Semua peristiwa itu terjadi tanpa diketahui oleh para undangan yang menghadiri resepsi pernikahan itu, karena Paskalia cepat melakukan pemasangan formasi pencegahan sebelum para penyerang sengaja melukai para undangan.

Musik tetap mengalun lembut, berdentum mengikuti irama pesta. Para undangan masih duduk anggun, menikmati hidangan dengan wajah sumringah, seakan dunia tidak pernah berguncang.

Sementara itu, kedua pengantin tetap sibuk melayani tamu yang datang menyalami mereka, senyum mereka tak terusik, bagai bunga teratai yang tetap mekar meski riak air baru saja dilanda gempa kosmik.

Lihat selengkapnya