Rela Miskin Demi Cinta

Marion D'rossi
Chapter #1

Sang Penindas

“Dasar cowok brengsek! Bisanya cuma morotin hartaku! Pergi kamu dari rumahku! Pergi sekarang juga!”

Teriakan itu menggema di ruangan sempit. Perempuan berambut sebahu itu mendorong tubuh Ronald dengan amarah yang memuncak. Tangannya gemetar, bukan karena takut, tetapi karena marah yang tak bisa lagi ditahan. Ronald, pria dengan gaya rambut undercut dan tatapan meremehkan, menepis dorongan itu dengan gerakan malas.

“Eh! Saya akan pergi dari sini! Jangan dorong-dorong saya, dong! Saya juga nggak sudi tinggal di rumah jelek ini! Dasar cewek gampangan!” Ronald membalas dengan nada penuh ejekan, sambil meraih jaket kulit hitamnya yang tergeletak di atas ranjang.

Mata perempuan itu memerah. Air mata mengalir deras di pipinya, tapi bukan tangisan lemah—itu adalah tangisan sakit hati. Dia merasa bodoh, teperdaya oleh janji-janji manis Ronald. Dia sudah memberikan segalanya, termasuk sesuatu yang seharusnya dijaga rapat-rapat. Namun, di balik janji cinta, Ronald hanya bermain-main, memanfaatkan kelemahannya, dan kini dia tahu, dirinya bukan satu-satunya korban.

“Aku menyesal ngasih kamu barang-barang mahal! Ujung-ujungnya kamu cuma memanfaatkanku! Jahat banget kamu, Ronald!” isaknya, suaranya bergetar, tetapi penuh penyesalan.

Ronald memutar badannya sejenak, menatap perempuan itu dengan seringai menghina. “Dasar bodoh! Kamu yang terlalu gampang percaya. Salahkan dirimu sendiri! Saya nggak pernah salah, dan nggak akan pernah salah!”

Kata-katanya menusuk seperti belati. Dia melangkah keluar kamar, mengenakan jaket kulitnya dengan gaya santai, seakan apa yang baru saja terjadi hanyalah hal sepele. Baginya, kehilangan satu perempuan tidak berarti apa-apa. Dia sudah terbiasa dengan skenario seperti ini. Tinggal pergi, cari target baru. Selesai.

Di luar, dia menaiki sepeda motor modifan yang dipinjam dari seorang teman di kampung. Sebelum menyalakan mesin, dia bergumam pelan, tapi cukup jelas untuk terdengar oleh dirinya sendiri. “Semua perempuan itu bodoh. Masa iya, saya yang setampan dan sekaya ini menyukai mereka sungguhan?”

Dia tertawa keras, mengabaikan tatapan orang-orang di sekitar yang mendengar tawanya yang menggelegar. Gas diputar, motor melaju kencang meninggalkan rumah perempuan itu. Di benaknya sudah terlintas nama target berikutnya, seorang perempuan lain yang naif, siap menjadi korban dari tipuan cinta palsunya. Ronald melaju dengan senyum penuh kemenangan, sementara di belakang, seorang perempuan patah hati berusaha mengumpulkan kembali serpihan dirinya yang hancur.

Ronald tidak peduli. Bagi lelaki slengean sepertinya, cinta hanyalah permainan, dan dunia ini adalah panggung tempat dia menjadi aktor utama.

Ronald Kobayashi, lelaki bermata kuning keturunan Amerika-Jepang, adalah pewaris satu-satunya keluarga Kobayashi yang akan mewarisi perusahaan Kobayashi Advertising. Orang tuanya sudah lama tinggal di Indonesia dan telah menjadi WNI, meskipun Ronald lebih lama menghabiskan hidupnya di Jepang dan Amerika bersama keluarga lainnya. Namun, sifatnya yang malas dan tidak suka aturan membuat sang ayah mengusirnya dari rumah.

“Lihat saja, Ayah sialan. Saya akan membuktikan kalau saya bisa hidup tanpamu. Saya tidak butuh perusahaanmu atau apalah itu,” katanya penuh dendam.

Setelah berhasil menguras harta dan perhatian dari tiga perempuan dalam sehari, Ronald seperti biasa menongkrong di sebuah kedai sederhana di pinggir jalan, tak jauh dari rumah kosnya. Sore itu, dia menikmati cappuccino hangat yang baru saja dia pesan ketika seorang pria berusia sekitar 35-40 tahun menghampirinya. Pria itu adalah Darius, pelayan setia keluarga Kobayashi yang telah mengabdi selama bertahun-tahun.

Lelaki berjanggut tipis itu segera duduk di hadapan Ronald, menatap pria muda itu dengan sorot mata penuh kekecewaan. Beberapa saat ia hanya meneleng sembari mengembuskan napas panjang, melihat Ronald yang tampak sama sekali tak terbebani meskipun baru saja diusir dari keluarganya.

“Apa yang sebenarnya Tuan Kobayashi pikirkan? Kenapa Tuan tidak punya beban pikiran sama sekali setelah diusir ayah Tuan? Ada apa dengan Tuan?” tanya Darius akhirnya.

Lihat selengkapnya