Rela Miskin Demi Cinta

Marion D'rossi
Chapter #3

Kepedulian Ronald

“Oh, cuma Nadia. Saya kira siapa,” ucap Ronald santai, berbalik badan. Matanya bertemu dengan seorang perempuan berambut hitam sepunggung yang berdiri dengan wajah penuh amarah.

Dengan gerakan cepat, Nadia melemparkan sebuah gelang ke arah Ronald. “Nih, aku kembalikan gelang murahanmu! Dasar cowok berhati busuk!” serunya dengan nada tinggi.

Ronald menatap gelang yang kini tergeletak di tanah, lalu mengangkat pandangannya kembali ke wajah Nadia. Tak ada ekspresi terkejut. Wajahnya datar, seolah-olah tak terpengaruh. “Eh, ada apa ini?” tanyanya dengan kening berkerut, nada suaranya tetap tenang.

“Ada apa?! Kamu selingkuh sama lebih dari sepuluh cewek dan masih tanya ada apa?! Kamu gila, ya?!” bentak Nadia, matanya berkilat penuh emosi. “Kamu juga cuma mengincar hartaku! Dasar miskin! Aku benci sama kamu, RONALD!”

Kata-katanya menghunjam tajam, tapi Ronald tetap berdiri tak bergeming. Dia hanya memandang Nadia yang kini berbalik dan berjalan menjauh dengan langkah berat. Tubuh perempuan itu perlahan menghilang dari pandangannya, tertelan jarak dan keremangan gang sempit.

Ronald mendesah pelan. “Cewek aneh. Dasar sialan. Udah syukur bisa pacaran sama saya,” gumamnya. Ia menunduk, mengambil gelang yang tadi dilempar Nadia, dan tanpa ragu memasukkannya ke dalam saku.

“Sudahlah,” lanjutnya sambil tersenyum miring. “Mati satu, tumbuh seribu. Untung saya terlahir tampan. Saya bisa mendapatkan perempuan mana pun yang saya mau.”

Ronald melangkah pergi, meninggalkan gang yang mulai gelap. Tujuannya jelas: kafe tempat Angela biasa tampil di panggung musik live. Langkahnya mantap, meski ada sesuatu yang tampak mengganjal di matanya.

Menjadi pria yang hidup dari memanfaatkan para perempuan bukanlah impian Ronald. Namun, dengan keadaan serba kekurangan seperti ini, apa lagi yang bisa dia lakukan? Menggaet perempuan demi uang adalah satu-satunya cara cepat yang dia tahu. Dia memanfaatkan rayuan dan pesonanya, membuat para korban tergila-gila, lalu meninggalkan mereka dengan hati yang hancur.

Namun, di balik ketenangan wajahnya, Ronald menyadari dosanya. Dia tahu benar rasa sakit yang dialami setiap perempuan yang akhirnya mengetahui kenyataan pahit. Penyesalan itu ada, meskipun tak cukup kuat untuk menghentikan kebiasaan buruknya.

Ronald berhenti di sebuah persimpangan jalan. Matanya menatap lampu lalu lintas yang berkedip, menunggu giliran menyeberang. Tangannya merogoh saku, merasakan benda kecil yang tadi dia ambil. Gelang itu.

Sejenak, dia menatap benda itu dalam diam. Ada sesuatu di matanya—entah keresahan, entah penyesalan, atau mungkin hanya pantulan dari lampu jalan yang remang. Tapi apa pun itu, dia tahu hidupnya tak akan mudah berubah.

“Nadia ... maafkan saya.”

Ronald melangkah menyeberangi jalan, menuju tempat yang sudah ia tuju. Sesampainya di sana, matanya sibuk menyapu ruangan. Kepala celingukan, ia mencari sosok perempuan berambut setengah pirang yang terus menghantui pikirannya.

Namun, sosok itu tak kunjung terlihat. Ronald mengernyitkan dahi, merasa sedikit cemas. Alih-alih terus berdiri, ia memutuskan untuk duduk di salah satu meja, memesan secangkir kopi hangat favoritnya, mencoba meredakan keresahan yang menguasai benaknya.

Setengah cangkir kopi masih tersisa ketika musik mulai mengalun lembut di ruangan itu. Tiba-tiba, Ronald mengangkat kepala, wajahnya berubah semringah. Angela, perempuan yang ia cari, kini berdiri di atas panggung. Biola menggantung di lehernya, siap dimainkan dengan anggun.

Permainan Angela seperti biasanya—syahdu, penuh perasaan. Setiap nada yang ia gesekkan seolah menyentuh relung terdalam hati Ronald, menyampaikan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ronald tersenyum lebar, matanya tak lepas dari Angela. Ada sesuatu yang menggelitik pikirannya, entah apa, tapi hatinya terasa hangat.

Ketika musik selesai, Angela turun dari panggung. Namun, suasana berubah ketika Ronald melihat beberapa pria menghampiri Angela. Mereka berbicara dengan nada santai, tapi sikap mereka terlihat mencurigakan.

Lihat selengkapnya