Rela Miskin Demi Cinta

Marion D'rossi
Chapter #9

Komunikasi

Ronald melangkah menyusuri jalanan kota, hatinya ingin sekali lagi bertemu Angela di sebuah kafe. Namun, saat melewati kawasan perbelanjaan yang ramai, pandangannya tertarik pada sebuah gang sempit di antara dua bangunan tinggi. Di sana, ia melihat seorang perempuan yang tampak ketakutan.

Ronald mengerutkan dahi. Sesuatu tentang situasi itu tidak beres. Dari belakang, terlihat rambut panjang perempuan itu tergerai, dan ia mendengar suara tertahan yang membuat bulu kuduknya meremang.

“Jangan!” teriak perempuan itu, suaranya bergetar.

Tanpa ragu, kaki Ronald bergerak mendekat. Sesampainya di mulut gang, ia melihat tiga pria bertato mengacungkan pisau ke arah perempuan itu. Ronald berdiri di belakangnya, dan seolah naluri melindungi menguasainya, ia menepuk bahu perempuan itu pelan sambil menariknya mundur.

“Serahkan semuanya pada saya,” ucap Ronald dengan nada tenang.

Namun, saat perempuan itu menoleh, Ronald tertegun. Wajah yang kini menatapnya penuh ketakutan bukanlah orang asing. “Dila?” tanyanya, tak menyembunyikan keterkejutannya.

Tanpa berkata apa-apa, Dila langsung memeluk Ronald erat-erat. Tubuhnya gemetar, rasa takut yang menderanya begitu nyata. “Tolong aku, Ronald! Mereka mau membunuhku!” isaknya.

Ronald mengambil napas dalam, berusaha tetap tenang. “Oh, begitu.” Perlahan, ia melepaskan pelukan Dila, memastikan perempuan itu berdiri di belakangnya. Lalu, ia menatap tiga pria di hadapannya dengan mata tajam, seperti elang yang siap menyerang.

“Woy! Kalau mau cari masalah, jangan sama cewek. Lawan saya!” tantangnya dengan nada santai, langkahnya maju mendekati mereka.

Salah satu pria itu mendesis, menatap Ronald dari atas ke bawah. “Siapa kamu, hah?! Jangan sok jago ikut campur urusan orang lain!”

Alih-alih terintimidasi, Ronald malah tertawa, tawa keras yang bergema di gang sempit itu. “Kenapa saya ketawa? Karena kalian ini lucu banget!” katanya sambil menyeka sudut matanya, seolah tawa itu membuatnya menitikkan air mata.

“Bangsat! Kamu cari mati, ya?!” maki pria bertato lainnya, melangkah maju sambil mengacungkan pisaunya.

Namun, Ronald hanya menyeringai, pandangan matanya dingin. “Kalau kalian punya nyali, ayo maju. Jangan sungkan. Saya pastikan, ini akan jadi pengalaman yang nggak membosankan buat kalian.”

Dila berdiri mematung, rasa takut bercampur tidak percaya pada keberanian Ronald. Tiga pria bertato itu membawa pisau, sementara Ronald tidak bersenjata apa pun. Jantungnya berdegup kencang, khawatir lelaki itu tidak akan mampu menghadapi mereka. Tapi Ronald tampak tidak gentar sedikit pun, seolah ia tahu persis apa yang harus dilakukan.

Dengan langkah mantap, Ronald maju beberapa langkah, menatap satu per satu wajah pria-pria itu. “Jadi, siapa yang mau duluan?” katanya santai, seperti menawarkan permainan kepada mereka.

Ketegangan di gang itu memuncak, udara terasa semakin berat. Ronald tetap berdiri tegak, tatapannya tak pernah lepas dari para pria bertato itu. Sementara Dila hanya bisa memeluk dirinya sendiri, berharap apa pun yang terjadi, Ronald akan baik-baik saja.

Lihat selengkapnya