RelationSHIP

Gusty Ayu Puspagathy
Chapter #7

BANDIT

Dicari 

Cowoknya 

Di antara senyum yang tertahan atau menguap 

 

Tiga belas panggilan tak terjawab dari Radite sejak jam tujuh. Mataku masih diganduli bola magnet sebesar pentol bakso. Malas terbuka. Jam setengah tiga tadi aku baru masuk kos setelah mendengar Radite puas mengabsen nama para binatang sambil membolak-balik dokumen kualifikasi tender. Sedangkan aku membenahi lagi perencanaan profil konstruksi yang menurut Radite masih ada kekeliruan.

“Nanti kita ngebut, Sahyang.” 

Cuma itu omongan Radite yang terdengar penting. Kupikir ngebut yang dia maksud bukan bangun pagi seperti sekarang. Masih jam setengah delapan. Kalau dia mengajak lembur, biasanya jam lembur hari Sabtu dimulai jam sepuluh. Kutarik lagi selimutku dan kembali mendekap boneka Olive-ku yang warna krem di wajahnya nyaris jadi cokelat. 

Saat mataku bergerak menutup, pintuku diketuk tanpa jeda. Terpaksa aku bangun. Seorang ibu penghuni lantai satu yang kutahu jadi penyewa kos harian karena mengantar anaknya kemoterapi, ramah menyapaku. 

“Pagi. Mbak Sahya ya? Dicari cowoknya. Ditunggu di warkop katanya.” 

Tidak ada kata selain oh yang kuucapkan sampai ibu itu pergi. Cowok? Wirya maksudnya? Dia tahu aku di sini? 

Napasku mulai tak bisa diatur. Kesadaranku yang belum sempurna menambah kebingunganku. Bukan Wirya kan? Cuma Radite yang iseng kan? Kubuka gorden, tidak ada penampakan Radite di kamarnya. Sesaat aku merasa lega. 

Sampai di warkop, mataku masih memindai keberadaan Wirya, padahal sudah jelas di sana hanya ada Radite yang membuka laptop dan berkas-berkas tender. 

“Cari siapa?” Radite memperhatikanku yang masih celingukan.  

“Ng-nggak ada, Bang.” 

Kutaruh tas laptopku di meja tapi pikiranku masih membayangkan Wirya tiba-tiba ada di sini. 

“Kamu melek langsung loncat dari jendela ya? Ekspres nyampenya.” 

“Lain kali titip pesannya jangan gitulah, Bang.” 

Radite mengamatiku dari ujung kepala sampai rasanya menembus ke daki-dakiku, kemudian dia tertawa. Tipikal tawa yang mudah menular.

“Oh ... ternyata password yang bikin kamu jalan cepet sampek lupa cuci muka itu ya. Dicari cowoknya.” 

“Ini mau bahas aku atau bahas tender sih?” Mulutku langsung berubah jadi macam tikus curut. 

Radite makin cekakakan. Aku tambah salah tingkah. Apa yang lucu? Kotoran mataku? Sisa liur yang mengering di sudut bibirku? Rambutku awut-awutan? Setelan baju tidur yang masih kupakai? Bodo amat. Memang siapa Radite sampai aku harus tampil rapi di depannya apalagi cuma di warkop sebelah kos. 

“Oh mode serius ya? Okelah, coba cek email.” 

Radite mengirimkan sebuah data perusahaan yang bergerak di bidang konsultan desain. Saat aku mulai membacanya, Radite pindah ke sampingku. 

“Bendera PT ini yang mau kita pakai. Ada data-data karyawannya. Ambil yang sekiranya sesuai kualifikasi tenaga ahli yang disyaratkan.” 

Bola magnet yang tadi masih mengganduli mataku seketika lepas saat semua file dari PT Semesta Marine Sentosa sudah kubuka satu per satu. Pantas Genta memanggil Radite bangdit tanpa g. Dia benar-benar bandit yang bisa mencuri data personal karyawan perusahaan. Sinting! 

“Yakin ini, Bang. Kalau lolos terus ada pembuktian gimana?” 

“Ya dibuktikan. Itu data valid kok.” 

“Maksudku kita nggak kenal orang-orang ini, Bang.” 

Lihat selengkapnya