RelationSHIP

Gusty Ayu Puspagathy
Chapter #11

BENALU

Obat merek Tulang Punggung 

Mengatasi peran yang hilang 

Dosis 1x seumur hidup 

Efek samping menyebabkan kegalauan 

 

Aku dapat dua kejutan hari ini. Pertama, Radite tidak masuk kerja. Tak ada izin pada siapa pun. Nomornya juga tidak aktif. Kenapa? Semua menanyakannya dan berujung padaku. 

Rasanya setiap jeda setengah jam, ada saja yang datang ke ruangan DE membawa permasalahan desain dan ingin berdiskusi dengan Radite. Boleh tidak sih pasang papan pemberitahuan berisi tarif diskusi per kedatangan? Panen duit pasti Radite. Atau jangan-jangan selama ini dia sudah menerapkan itu? Makanya setiap pagi dia tidak pernah ada di ruangan. Dasar Bandit! 

Efek absennya Radite berimbas pada semua tanggungan pekerjaannya. Siapa lagi yang menyelesaikannya hari itu kalau bukan aku? Terpaksa aku turun lapangan untuk mengecek beberapa instalasi pipa yang jalurnya bertabrakan. Untungnya dia menyimpan file gambar serta dokumen penunjang dengan sistem penamaan yang rapi dan mudah dicari untuk kujadikan referensi. Aku sempat takut masuk ke komputer Radite gara-gara Genta pernah mengingatkan soal ranjau foto atau video xxx koleksi Radite. Mataku belum pernah menemukan itu meskipun sudah berselancar beberapa kali di komputer Radite. 

Hampir jam istirahat, aku berharap tidak ada lagi yang mencari Radite. Konsentrasiku selalu lenyap saat kembali bergeser ke mejaku untuk mengerjakan dokumen final drawing kapal perintis yang tak lama lagi akan diserahterimakan.

Pintu ruangan DE kembali terdengar dibuka. Kali ini Liana yang mencari Radite. Aku tak menggubris kedatangannya dan pertanyaannya soal ke mana Radite. 

“Sahya titip punyanya Mas Radite ya.” Liana menyerahkan amplop putih di mejaku. “Jarang banget orang itu absen. Setahuku malah nggak pernah, kecuali kalau ada tugas luar kota. Jangan cemburu dulu, Sahya. Aku tahu soalnya bagian ngurusi uang makan karyawan sesuai kehadiran.” 

“Nah, banyak yang curiga kan kenapa?” Genta menggeser kursinya mendekati Liana yang berdiri di belakangku. Posisinya siap bergosip. “Anehnya cuma Sahya yang kelihatan b b b aja.” 

“Terus aku kudu heboh gitu ta Mas? Nangis-nangis kayak di sinetron azab?” sahutku agak ketus. 

“Tapi omongannya Liana ada benarnya. Radite pasti izin kalau ada keperluan. Semendadak apa pun. Kalau begini takut ada apa-apa kayak dulu,” sahut Pak Mul. 

Dulu? Radite memangnya kenapa? Ucapan Pak Mul seketika memancing penasaranku sekaligus membuatku merasa bersalah. Banyak orang perhatian pada absennya Radite tapi kenapa aku yang tetangga dekatnya malah malas peduli? 

Semalam memang aku tak lihat lampu kamar Radite menyala. Padahal dia punya kebiasaan tidur dalam keadaan terang. Pagi ini pun gorden kamarnya masih tertutup sampai aku berangkat kerja. 

Demi menepis gosip-gosip yang membuat gatal telinga, kuberanikan membuat pengakuan. “Bang Dit nggak ada di kos dari tadi malam.” 

Liana tampak kaget. Selama ini dia memang tak tahu kalau aku bertetangga dekat dengan Radite. Baru setelah Genta menjelaskan, Liana jadi paham kenapa aku sering berangkat dan pulang bareng Radite sekaligus tahu kebohonganku semalam.

“Lah, menggok ke mana dia? Padahal semalam kita semua nggak lembur gara-gara kamu pulang dulu, Sahya. Biar adil kata Radite. Ternyata ....” Acok menggeleng-gelengkan kepala seolah Radite terpergok melakukan sesuatu yang menyimpang. 

“Ternyata ... Mas Radite beneran cemburu Sahya pulang bareng Pak Nikolas,” celetuk Liana. 

Seketika aku jadi pusat perhatian teman-temanku setelah Liana menyemburkan fakta yang kusembunyikan. Liana tertawa di atas rasa canggungku karena ditatap lima pasang mata yang menuntut penjelasan. Dia bisa melenggang pergi dan nyaman menikmati waktu istirahat. Sedangkan aku .... 

Lihat selengkapnya