RelationSHIP

Gusty Ayu Puspagathy
Chapter #19

PENCURI KESEMPATAN

Sistem pemilihan hati 

Cukup coblos sekali 

Tapi ... hei, masa kampanye ini! 

Bolehlah mencuri suara hati si mungil 

 

Sembilan hari kemudian, aku kembali bertemu mama dan Mutia. Itu jarak terdekatku berkumpul keluarga sejak aku lulus SMA. Biasanya aku mengulang ketemu mama paling cepat tiga minggu, tapi paling sering jarak kepulanganku dua bulan sekali. Ini kasus khusus yang harus membawa mama dan Mutia. Aku wisuda. 

Satu rahasiaku harus terbuka sekarang. Soal kos-kosanku. Mama dan Mutia terpaksa menginap karena jadwal wisudaku jam delapan. Angkutan umum dari rumah ke kampusku baru ada jam enam, belum terjebak macetnya, belum lagi acara rias-merias. Aku malas direpotkan dengan keterlambatan mereka. Jadi minggu malam aku menyuruh Mutia dan mama berangkat. Papa menolak ikut. Mungkin papa merasa akan merepotkan jika ikut di acara pentingku. 

Aku menunggu di depan kos sewaktu Mutia membagikan posisi perjalanannya yang hampir sampai. Ada satu mobil memasuki gang utama, pikirku itu mama dan Mutia yang memang kusuruh pesan GoesCar saja. Tapi mobil itu justru berbelok ke kiri di pertigaan gang pertama. 

Sepuluh menit kemudian, Mutia sudah berdiri di depanku. Aku telat menyadarinya sebab fokusku tersedot ke dalam bacaan digital. Itu kekagetan pertama. Rasa kaget kedua muncul waktu melihat mama berjalan bersama Radite dari arah berbeloknya mobil tadi. Puncak kagetku saat Mutia mengaku kalau Radite menjemput mereka di rumah. Ini yang kubenci karena membiarkan orang lain masuk lebih dalam ke kehidupanku. Aku bakal direpotkan dengan utang budi. 

“Kalau butuh apa-apa, saya ada kendaraan Tante. Bisa dipakai.” 

Itu ucapan terakhir Radite sebelum aku menyuruh mama dan Mutia masuk dulu ke lantai dua kamar nomor 2. Aku masih bertahan di luar sambil memberi tatapan intimidasi pada Radite untuk menjelaskan kenapa bisa mamaku bersama dia? 

“Kebetulan sejalan, Sahyang.” 

“Mana ada kebetulan berulang-ulang, Bang? Jelas udah kamu niatin dari awal.” 

“Ya kalo kebetulan berulang berarti jadi kebenaran.” Radite memamerkan cengiran andalannya. “Kamu itu jadi orang kok nggak percayaan banget sih, Sahyang. Aku itu siang tadi nganter Acok ke rumah calon mertuanya. Kebetulan daerahnya nggak jauh dari rumahmu. Kebetulan lagi waktu aku tanya kamu soal kapan mamamu ke Surabaya, kamu bilang malam ini kan? Ya aku mampir sekalian aja. Tanya sana ke Acok. Dia semobil kok sama mamamu.” 

“Makasih,” jawabku datar sambil berbalik masuk kos. 

“Lihat senyumnya dong kakak.” 

Gurauan Radite ternyata bisa membuatku menoleh, memamerkan seringai yang anehnya bikin dia terpingkal. 

Aku setengah percaya soal kebetulan yang dikatakan Radite. Ingat kan dia itu bandit? Pencuri yang pasti punya seabrek akal, termasuk mencuri kesempatan. Aku mengonfirmasi kebenaran itu ke Acok. Ternyata apa yang dikatakan Radite benar. Malah Acok minta izin menjadikan rumahku base camp sebelum dia kencan ke rumah tunangannya karena jarak rumahku cukup dekat. Menyebalkan. 

DE-Mas Acok 

Kok sekarang jadi posesif ya sama Bang Dit? 

Kayaknya aku telat ngikutin progres hubungan kalian. 

Lihat selengkapnya