RelationSHIP

Gusty Ayu Puspagathy
Chapter #39

SKETSA RAMALAN

Sebuah gambar bercerita: 

Ada kapal terombang-ambing 

Hanya terisi lima penumpang 

Pikiran mereka serupa baling-baling 

Saat di depannya ada gelombang menjulang 

 

Notes usang yang kutemukan di bawah kasur papa ternyata berisi catatan keuangan saat aku masih kecil. Beragam nomor rekening tercatat sebagai penerima. Ada satu nomor yang tak berubah, seperti penerima tetap transferan dari papa. 

Di lembar paling akhir, ada sketsa kapal pinisi yang dinaiki lima orang. Gelombang tinggi menunggu di depan kapal. Gambar itu tak bercerita tapi aku membayangkan sesuatu yang mengerikan. Kapal itu dilahap gelombang, pecah dan lima penumpang itu terpisah, terempas tanpa arah. Tidak ada yang tahu berapa besar kesempatan mereka bertahan hidup. 

“Papamu nggambar itu waktu tangannya masih bisa gerak.” Aku baru sadar ternyata mama mengawasiku di ambang pintu kamar. “Mama wes curiga kamu pasti ngambil buku itu.” 

“Rekening siapa yang sering dikirimi papa, Ma? Apa yang dirahasiakan papa? Mama tahu kenapa tetap diam?” 

Mama meletakkan telunjuknya di bibir sebagai isyarat klasik agar aku tutup mulut dulu. Mungkin suaraku terdengar hingga ke tempat pembaringan papa. Mama menutup pintu kamar dan duduk di sampingku. Mama memintaku berjanji untuk tidak membenci siapa pun setelah aku tahu yang sebenarnya. Ini janji yang berat karena rasa benci bisa dengan mudah tumbuh di mana saja hanya dengan sedikit pertentangan. Meski berat, aku berusaha mengangguk. 

Angka-angka dalam buku catatan itu bukan jumlah yang sedikit dan aku perlu tahu ke mana perginya. Mama akhirnya membuka satu per satu ingatan masa lalunya. 

*** 

Kata mama, papa punya mimpi menjadi seorang pelaut. Petani macam mbah kung yang untuk makan saja harus mengalah demi membeli pupuk dan obat hama, kesulitan menyekolahkannya. Bude sebagai anak pertama diminta menanggung beban kehidupan adiknya seperti kebiasaan yang ada. Bude menolak dengan alasan dia perempuan saja bisa  bertahan hidup sendiri. Kenapa papa yang laki-laki bisanya mengemis? 

Niat papa kandas karena gengsi. Perkataan Bude menancap di otak. Papa tahu bude tidak sampai lulus SMA kemudian kabur ke luar kota setelah menolak menikah muda dan pilih bekerja. Ada rasa malu jika papa meminta bantuan kakaknya. 

“Mbah kungmu ternyata diam-diam mengumpulkan uang kiriman budemu buat papa, Sahya. Biar papamu bisa sekolah. Terus begitu sampai papamu lulus dan dapat pekerjaan. Papamu bingung waktu bude menggugat uangnya yang dikirimkan ke mbah kung. Padahal uang itu sengaja dikirimkan ke kampung untuk tabungan bude, tapi malah habis. Waktu budemu dideportasi dari tempatnya kerja karena ketahuan jadi TKW ilegal, dia pulang kampung. Kamu bayangkan sendiri seperti apa marahnya bude ke orang tuanya dan papamu.” 

Lihat selengkapnya