Adapt or die.
Decitan ban bus menjadi peluit komando. Mendengar suaranya, semua orang di halte bersiap di depan pintu kaca, menunggunya terbuka. Aku adalah salah satu dalam kumpulan.
Sebenarnya aku biasa mengendarai mobil--kata Citra, tapi takut saja kemampuan itu ikut tertukar, kan tidak lucu.
Bus berhenti, penumpang berseragam sama denganku turun bersamaan. Oh iya sekarang namaku Lily, dan yang aku tahu banyak orang memanggilku cantik. Mungkin karena itu, banyak senyum dan sapaan menyambutku. Yang satu ini sepertinya sulit untukku terbiasa.
Kubelokkan langkahku menuju kantor guru untuk menanyakan sesuatu yang mungkin jadi alasan pertukaran ini. Secarik selebaran lomba matematika kuserahkan kepada wali kelasku.
"Ada apa Lily? Apa selebaran ini mengganggumu?" Tanya seorang wanita dengan nama "Sari" tertulis di mejanya.
"Apa sekolah sudah memiliki wakil untuk lomba itu?" Tanyaku hati-hati.
Bukan tanpa alasan, kemarin aku hanya mengerjakan satu soal matematika saja satu sekolah jadi gempar. Takut-takut mungkin sekolah ini akan mengeluarkan siswa yang sok-sokan dalam pelajaran itu.
Dengan wajah bingung yang tidak terlalu berlebihan Bu Sari menjawab sekenanya, "Sudah, tapi jika mau ikut masih bisa."
"Bolehkah saya ikut lomba itu?"