Sore hari setelah selesai melakukan rapat dengan teman-temannya di sekolah, Aldi menghampiri Putri di rumahnya. Gadis ini nampak murung, tapi tetap memberikan seuntan senyum pada Aldi.
"Put, jangan khawatir. Aku akan segera menyelesaikan masalah ini. Do'akan ya, semoga semuanya berhasil." Pinta Aldi sambil menatap gadis yang duduk di sampingnya.
"Maaf Put... karena aku melibatkan teman-temanmu." Gumam Aldi sambil menatap Putri. Aldi tidak memberi tahu Putri keterlibatan teman-temannya dalam menyelesaikan kasus ini, karena ia tahu akan membuat Putri marah padanya dan membuat gadis itu semakin khawatir pada teman-temannya.
"Aku percaya kamu akan berhasil, tapi jangan lakukan hal berbahaya. Aku tak ingin ada yang terluka dalam masalah ini." Aldi hanya mengangguk dengan seuntai senyum semangat yang ia lontarkan. Ia pun pamitan pulang setelah menyerudup minuman yang Putri suguhkan untuknya.
Ia pun bergegas pergi ganti baju ke kosannya dan segera mengayuh sepedanya untuk menemui teman-temannya, sambil membawa pin OSIS yang ia minta pada Putri tadi.
Jam menunjukkan pukul 16.33 WIB, Aldi dan teman-temannya telah berkumpul di rumah Bagas. Rumah Bagas hari ini kosong karena orang tuanya sedang pergi ke luar kota. Mereka menyusun rencana di ruang tamu.
"Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Bagas sambil berdiri menghadap Aldi. Aldi masih terlihat memikirkan suatu hal.
"Begini, terakhir kita dengar pembicaraan Sita di telfon dengan seseorang yang dia panggil kakak, dia bilang kalau ada yang mencurigainya dan setelah itu, kita tidak bisa mendengar pembicaraannya lagi. Aku yakin alat penyadap yang kita taruk sudah terjatuh atau sudah diketahui oleh Sita. Satu-satunya cara untuk mengetahui apa yang dibicarakannya ... memasang alat penyadap suara lagi." Jelas Aldi, membuat teman-temannya terpelongo mendengarkan penjelasannya yang masuk akal itu.
"Lalu? Apa yang harus kita lakukan? Memasang penyadap suara lagi? Biar aku saja yang menaruk penyadap suara itu." Pinta Johan.
"Iya... Untuk hal itu kita gak boleh ketahuan. Mungkin ada usul?"
"Aku rasa, Sita suka sama kak Johan-" Opini Intan yang belum selesai, tapi sudah dipotong oleh Johan.
"Hah? Sita suka aku? Gak mungkin lah..." Johan melipat tangannya dan menghela napas sesekali saat mendengar opini Intan yang menggelitik di kupingnya.
"Ya, maaf kak. Soalnya kalau aku perhatikan, saat Sita bertemu kakak, dia terlihat salah tingkah gitu, hehe..." Intan cengengesan.
Aldi masih memperhatikan pin OSIS yang ia pegang. Saat ia mengamatinya lebih teliti, ternyata ada ukiran nama seseorang di pin OSIS itu. 'Andre', ukiran nama itu kecil sehingga sulit dilihat jika tidak melihatnya begitu dekat.
"Kak, aku mau tanya... Kakak kenal dengan Andre? Anggota OSIS?!" Tanya Aldi pada Johan.
"Andre? Anggota OSIS yang sekarang gak ada yang namanya Andre, kenapa?" Tanya Johan balik.
"Lihat pin OSIS ini. Ada ukiran nama 'Andre'." Aldi menunjukkan pin OSIS yang ia pegang pada teman-temannya.
"Emm... Andre? Yang gue kenal cuman pak Andre. Gue sempat denger dari papa, pak Andre itu mantan ketua OSIS SMA INHIS angkatan ke-7." Jelas Rendi.
"Hah? Bisa jadi, soalnya pin OSIS ini tidak seperti pin OSIS pada umumnya yang aku tahu. Mungkin dulu pin OSIS SMA INHIS seperti yang kamu pengang, Al." Celetuk Johan.