Sekitar dua jam lebih perjalanan dari Jakarta-Bandung. Suasana hening selalu tersaji di dalam mobil yang sangat pengap ini. Putri hanya berdiam diri sambil melihat pemandangan kota Bandung dari balik jendela mobil.
Mereka telah sampai di kantor pusat kepolisian kota Bandung. Putri melangkah perlahan beriringan dengan dua orang polisi berjaket hitam dan masker hitam yang membalut muka kedua orang ini menuju lobi kantor polisi.
Sebelum masuk ke kantor polisi ingat protokol kesehatan. Di halaman kantor polisi sudah siap bak cuci tangan, setiap orang yang mau masuk kedalam kantor harus cuci tangan terlebih dahulu dan pergi ke tempat penjaga yang bertugas untuk mengukur suhu tubuh, jika suhu tubuh di atas 37°c tidak boleh masuk ke dalam kantor.
Setelah itu kedua polisi ini mengantarkannya ke ruang interogasi. Ruangan sepi dan terlihat mencekam, membuat hati orang yang masuk ke ruangan ini menjadi takut seketika.
Di tempat ini terlihat seorang polisi sudah sigap untuk melakukan interogasi untuk kejadian tadi malam.
"Putri Indah Pitaloka?!" Polisi itu memanggil nama gadis yang mengenakan masker + face shield dan menyuruhnya agar duduk di kursi depan meja, saat ini mereka saling berhadapan. Sedangkan kedua polisi yang mengawal Putri sedari tadi menunggu dan berjaga di depan pintu.
***
Putri merasa tertekan, tidak tahu harus berbuat dan berbicara apa, mulutnya bungkam tanpa tahu apa yang harus ia ucapkan.
"Saya panggil anda Putri ... Mengenai kejadian tadi malam, apa yang anda lakukan di dalam ruangan ketua yayasan SMA INHIS pukul 23.16 WIB? Jangan berdalih! Saya tahu semuanya." Putri terdiam dan menelan ludah beberapa kali mendengar ucapan pak polisi yang semakin membuatnya tak nyaman.
"Saya tadi malam ada di penginapan untuk persiapan olimpiade hari ini, pak."
"Mana mungkin saya ada di sekolah?!" Lanjutnya dengan nada suara agak ditinggikan dan agak bergetar.
"Kami menemukan name tag ini di tempat kejadian." Polisi mengambil bukti yang ditaruk di dalam plastik transparan. Name tag itu tertulis nama Putri Indah Pitaloka.
Putri membuat alibi seolah memang bukan ia yang ada di tempat kejadian tadi malam.
"Name tag saya hilang pak sejak sehari sebelum penggelaran olimpiade. Saya tidak tahu name tag saya terjatuh di mana. Kalau bapak tidak percaya cobak tanya teman grup saya, mereka membantu saya untuk mencari name tag ini, tapi belum kami temukan saat itu." Jelasnya panjang lebar. Pak Tio selaku polisi yang menjadi penginterogasi Putri terus menanyakan beberapa hal yang membuat gadis ini semakin tertekan.
"Saya memang seorang pelari, pak. Namun, saya tidak akan lari jika saya melakukan kesalahan, saya tidak berbohong, tapi kali ini Anda membuat saya kesal dengan semua pertanyaan yang selalu memojokkan saya. Saya tidak akan bicara apa pun lagi." Putri melipat tangannya di depan perut dan menyandar di kursi yang ia duduki saat ini dengan rawut wajah jengkel, mencoba menenagkan dirinya.
Tiba-tiba seorang pria berusia kira-kira 27 tahun masuk ke dalam ruangan interogasi menggenakan jaket olimpiade SMA INHIS dan masker yang menutupi wajahnya. Lelaki tegap ini adalah pak Andre, pelatih di olimpiade yang Putri geluti. Ia duduk di samping Putri.