Suasana hening kembali tersaji kecuali bisikan dari suara yang sangat pelan tanpa menggema di tempat ini. Pembicaraan yang mungkin sangat membuat sang pendengar harus fokus menyimak ucapan demi ucapan yang terlontar dari sang pembicara.
"Kamu yakin mau cerita padaku?" Tanya Aldi sekali lagi.
"Sebenarnya aku masih ragu. Namun, hatiku seakan percaya padamu. Aku tidak bisa menyimpan rahasia ini sendirian. Jadi tolong aku." Putri menatap lelaki ini penuh harap.
"Kita baru kenal, jangan salahkan aku kalau aku mengecewakanmu nanti!" Jelas Aldi.
“Tapi aku butuh seseorang untuk membantuku. Aku percaya padamu!" Ucap Putri yang sebenarnya masih bingung mau menceritakan hal penting ini pada Aldi atau tidak. Ia berpikir karena Aldi siswa baru ia tidak akan tahu tentang masalah malam itu, dan bisa menolongnya. Aldi juga siswa beasiswa mungkin ia bisa menolong memecahkan hal itu. Ini merupakan pemikiran yang tidak realistis yang pernah Putri ambil tergesa-gesa, mempercayai Aldi yang baru ia kenal tadi pagi.
***
"Kamu tahu berita tentang percobaan pembunuhan pak Pram, ketua yayasan SMA INHIS?!" Aldi menggelengkan kepalanya seolah tidak tahu hal itu, tapi sebenarnya ia tahu.
Putri melanjutkan ceritanya "Malam itu, aku melihat pak Pram terbujur kaku di lantai ruangannya, mulutnya berbusa. Aku panik, aku memeriksa pernafasannya, nafasnya terasa meski sangat pelan, denyut nadinya sama sekali tidak teraba. Aku mencoba menelfon rumah sakit terdekat karena aku sangat khawatir nyawa beliau tak bisa terselamatkan.
"Setelah menelfon rumah sakit, aku mencoba melakukan RJP beberapa kali hingga denyut nadi pak Pram terasa kembali meski pelan." Jelasnya.
"Aku tak berpikir semuanya bisa jadi salah paham seperti ini. Aku dituduh sebagai dalang dalam hal ini. Aku dikira punya hubungan khusus dengan pak Pram karena kotak dan buket bunga mawar yang tak sengaja aku tinggalkan di samping pak Pram malam itu." Putri terlihat murung saat menceritakan hal ini.
"Selain itu, karena kejadian itu beasiswaku dicabut dan aku dipinalti tidak boleh ikut lomba lari lagi, padahal pada akhir bulan Oktober aku direncanakan akan mengikuti Olimpiade Internasional di Singapura."
"Apesnya lagi, aku hanya diberikan waktu tujuh hari untuk membuktikan kalau bukan aku dalang dalam hal ini, tapi-"
"Aku akan membantumu." Ucap Aldi membuat Putri membulatkan matanya dan memberikan seuntai senyum dari sudut bibirnya meski rawut wajahnya masih menunjukkan kekhawatiran.
"Aku harap kamu bisa menolongku. Aku percaya padamu! Terimakasih sudah mau membantuku."
"Sudah bicaranya?!" Tanya Aldi yang sedari tadi terdiam sambil mendengarkan ocehan leader grupnya ini. Putri mengangguk.
"Kita harus mencari bukti!"
"Aku gak yakin kalau kita akan menemukan petunjuk di sini." ucap Putri pesimis.
Putri melangkahkan kakinya menuju samping meja, tak sengaja saat ia berjongkok dan menatap di sekitar tempat itu, ia menemukan sebuah anting di dekat kaki meja.
"Anting?!" Suranya agak keras membuat Aldi mendekat ke arahnya.
"Ada apa Put? Apa kamu menemukan sesuatu?" Tanya Aldi.
"Ssstt. Aku menemukan ini." Putri memperlihatkan sebuah anting yang ia temukan didekat meja.
"Anting?" Gumam Aldi yang membuatnya sontrak mengambil benda yang ada di tangan Putri untuk mengamatinya lebih jelas.