Setelah sekian lama mencari sumber mata air, akhirnya Ristia dan Molen menemukan danau yang amat luas, danau tersebut dikelilingi kabut tipis, di tepiannya pun banyak sekali pohon lentera yang memancarkan sinar terang, selain itu tampak jelas kerumunan ikan kuno huyung sirip di dalam tasik.
“Jernih sekali,” ujar si pirang, matanya melebar, alisnya menjulang ke atas, ia terpesona.
Sementara itu si Molen tampak senang, kesembilan ekornya menari-nari, “Wow, aku ingin merasakan langsung kesegaran air di danau ini!” Dia melompat—menceburkan diri ke dalam danau, namun bukannya mendapat kesegaran, siluman rubah itu justru kedinginan.
“DINGIN SEKALI!” Molen berteriak kencang, dia menggelinjang maut dalam air danau.
“....” Ristia tak bisa berkata banyak dengan sikap sang siluman rubah yang ceroboh, ia hanya mampu menepuk dahinya sendiri. Si pirang pun mengambil gulungan tali tambang dari dalam ransel, kemudian ia mengulur tali tersebut dan melemparkannya ke arah Molen.
“Da-dapat!” Sang wanita rubah berhasil menggapai ujung tali dan si pirang pun menariknya hingga ke tepi danau.
"BRRRR…." Molen meringkuk kejat, tubuhnya geletar luar biasa, kesembilan ekor serta telinganya mengempis karena berair, anehnya busana si wanita rubah sama sekali tidak basah.
"Makanya jangan asal gasak.” Ristia menyelimuti si siluman rubah dengan kain tebal berwarna hitam.
"Ya maaf, tadi saya terlalu senang. Hehehe."
.
.
.
Si pirang menyauk air danau menggunakan helm, lalu dituangkan ke dalam tabung besi berukuran kecil, saat proses penuangan berlangsung, pemudi itu memulai percakapan: "Hei, Molen, ternyata buntutmu itu kerempeng, kupikir benar-benar gempal."
Siluman rubah yang sedang menyeka ekor-ekornya menjawab, "Seluruh buntut hewan itu kurus, tapi ekor rubah adalah spesial, kamu bisa merasakan empuk yang luar biasa ketika bulu-bulunya kering."
"Ah, begitu."
Tahu-tahu danau beriak besar serta berbuih, Ristia mengamati air tasik dan ia mendapati dua mata besar di kedalaman danau, ia pun langsung berlari belingsatan menghampiri sang siluman rubah.
"Mo-mo-mo-moilen, a-ayo kita keburi dari sini!”
"Kenapa?"