Apakah bahasa? Rumusan paling mudah: bahasa adalah perangkat komunikasi yang berfaedah guna menyampaikan warta, pikiran, atau perasaan. Namun, apakah bahasa Indonesia? Adalah Muhammad Yamin yang saya kira kali pertama menggelindingkan pemikiran tentang pentingnya bahasa kebangsaan, yaitu dalam sebuah acara memperingati lustrum pertama Jong Sumatranen Bond pada 1923.
Muhammad Yamin mengutarakan kembali gagasan itu dalam Kongres Pemuda Pertama pada 1926 seraya menawarkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Dia berangkat dari kenyataan bahwa sudah sejak lama bahasa Melayu berlaku sebagai lingua franca di Nusantara, dan oleh karena itu dipandang sebagai perekat yang mampu mempertalikan suku-suku dari Sabang sampai Merauke menjadi satu bangsa. Namun, dalam Kongres Pemuda Kedua, Oktober 1928, sempat terlontar usulan supaya bukan bahasa Melayu melainkan bahasa Jawa—tentu dengan pertimbangan jumlah penuturnya paling banyak—yang ditetapkan sebagai bahasa kebangsaan.
Yang menarik, justru banyak orang Jawa peserta kongres menolak usulan itu karena watak feodalistis bahasa tersebut. Maka, atas saran Poerbatjaraka, yang menguatkan tawaran Muhammad Yamin tadi, bahasa Melayu lantas ditetapkan sebagai bahasa kebangsaan. Inilah sebuah proyek besar yang hingga hari ini belum kunjung, dan barangkali memang tak akan pernah, tuntas. Cita-cita komunitas majemuk pada 1920-an itu—yang punya niat saling mempertalikan diri dengan satu bahasa yang sama, dan kemudian menyebut diri “bangsa Indonesia”—kini dihadapkan pada soal-soal yang semakin pelik.
Selalu masih akan ada tarik-menarik antara negara dan daerah sebagai tampak pada dua contoh menonjol, Aceh dan Papua. Setidaknya, frasa bahasa kebangsaan tampak kian ditinggalkan dalam kita berbahasa, semakin kehilangan konteks dan maknanya. Bahasa Indonesia pastilah tidak mungkin dapat bersikap anti-asing. Terlalu banyak konsep dan istilah baru dari pelbagai bahasa asing yang tak ada padanannya dalam bahasa Indonesia, juga dalam bahasa daerah yang jumlahnya mencapai ratusan itu. Namun, itu bukan berarti lantas kata-kata asing dapat kita pakai tanpa batas, seperti bahasa Inggris pada semua mata acara sebuah stasiun televisi swasta yang digunakan begitu saja, tanpa rasa gamang.