Remains Nameless

Adinda Amalia
Chapter #9

Chapter 08: Menuang Teh

Setelah rapat bulanan di Desa Salten, hari ini adalah jadwal rapat bulanan untuk Desa Mosche. Tepat di tengah balai, ada meja besar dan lebar dengan kursi-kursi mengelilingi. Desain bangunannya mirip dengan balai Desa Salten, tetapi dengan lebih banyak kursi di pinggiran balai, berbentuk melingkar sebanyak tiga baris.

Rapat bulanan Desa Salten memang hanya dihadiri oleh beberapa orang sebagai perwakilan. Namun, rapat bulanan Desa Mosche diikuti oleh hampir semua penduduk Easust sehingga membutuhkan kapasitas tempat duduk yang lebih banyak.

Remaja, orang dewasa, dan beberapa lansia yang memiliki peran penting bagi desa, duduk di depan meja besar. Sementara lainnya duduk di pinggiran untuk mendengar dan ikut menyampaikan pendapat bila berkenan. Anak-anak juga ikut datang, mereka berlarian dan bercanda tawa di halaman balai yang sangat luas. Fenon melirik, Hudson sudah sibuk memanjat pohon.

Di sisi samping meja besar, salah satunya ada Heathcliff, seorang pria empat puluh tahun, dengan jabatan Kepala Desa Mosche. Acara dipimpin olehnya. Mereka membahas hal-hal terkait Desa Mosche, keadaan rumah, sungai, pohon-pohon, kereta-kereta kuda, hubungan antarmasyarakat, dan sebagainya.

Sederhana, tetapi karena Fenon adalah pendatang yang belum tahu banyak, dia hanya sesekali mengangguk. Semua yang dia bisa lakukan untuk saat ini adalah menerima semua informasi baru tanpa memiliki cukup pengetahuan dasar untuk memberi masukan.

Fenon nyaris hanya diam dengan muka agak bingung seperti orang hilang. Dia bahkan merasa lebih cocok untuk berlarian di halaman bersama anak-anak daripada ikut duduk di sini untuk mendengarkan rapat.

Rapat bulanan Desa Mosche sesungguhnya adalah kegiatan untuk menyampaikan aspirasi, masukan, kritik, dan permasalahan warga. Namun, karena penduduk Esasust cenderung damai tanpa masalah dan segala hal telah tertata rapi, acara ini biasanya hanya serius di awal untuk menyampaikan dan mendiskusikan masukan demi kemajuan desa atau pulau, kemudian sisanya adalah ajang kumpul-kumpul bersama.

“Cukup, ya? Lalu untuk parade, Vaughn?”

“Labu gunung yang telah dipanen tengah disimpan dengan baik untuk parade. Nanti akan ada rapat terpisah para anak-anak muda.”

Dua kalimat itu menjadi penutup. Lalu,  benar saja, kini hanya setelah empat puluh lima menit berlalu semenjak acara dimulai, orang-orang di balai desa telah bercanda tawa. Berbeda dengan rapat bulanan Desa Salten yang berlangsung selama dua hingga tiga jam.

Fenon sebagai pendatang yang datang belum ada sebulan lalu, tentu masih menjadi topik hangat bagi orang-orang Mosche. Kebetulan, di meja besar terdapat beberapa buah potong, kue-kue, seteko teh hangat, dan cangkir-cangkir yang masih kosong. “Tuangkan dengan bagus, Tuan Heathcliff,” katanya seorang pria dengan tawa bercanda yang menggelitik, “kau selalu saja asal menuang teh. Cobalah cara orang-orang kota yang rupawan.”

“Fenon! Fenon! Ayo, ajari pria ini! Tunjukkan seperti apa orang kota menuangkan teh.”

Fenon terkejut sedikit. Dia tak merasa ada yang namanya menuang teh ala orang kota—mungkin karena hanya mengenal satu cara menuang teh sejak belia sehingga tak sadar bahwa itu merupakan gaya orang kota yang tak dimiliki penduduk lain.

Lantas, dia makin yakin akan hal itu saat Heathcliff menuangkan teh dan seketika kedua alis Fenon berkerut. Semua orang yang memandangnya langsung tertawa melihat reaksi tersebut. Fenon hanya diam, tetapi orang-orang pasti bisa menebak bahwa lelaki itu dalam hati diam-diam dengan heran menanyakan apa-apaan hal berantakan dan ceroboh itu.

Heathcliff meletakkan teko di meja kembali saat Fenon mendekat. Fenon meraih teko dengan sebuah ucapan permisi yang lembut dan sopan. Satu tangan berada pada pegangan teko, sedangkan lainnya menahan tutup agar tak meleset. Perlahan teko diangkat, agak tinggi, kemudian dituang ke dalam cangkir. Menciptakan aliran teh mengucur dengan elok. Suara gemericik tipis saat teh memenuhi cangkir, lembut di telinga.

Setelah terisi ¾ bagian cangkir, dia perlahan menegakkan teko sehingga teh berhenti mengalir. Dengan lembut pula, dia meletakkan teko kembali. Tangannya ganti meraih cangkir. Satu di bagian pegangan, satunya lagi di bawah. Sambil menunjukkan gentur membungkuk sedikit dan tersenyum, dia menatap kepada Margaret. “Nyonya.”

Senyuman wanita itu langsung merekah. “Ah, baik sekali, Anak Muda.”

Mengangguk kecil, Fenon kemudian pelan-pelan meletakkan cangkir di depan Margaret. Hati-hati sehingga tidak menimbulkan suara sama sekali. “Silakan.” Kemudian, dia perlahan kembali ke posisi berdiri tegak.

“Wah….” Heathcliff terdengar puas dan bangga. “Dia bukan hanya orang kota, tetapi seorang bangsawan. Tangannya sangat lentik dan lembut.”

“Sudah kubilang, Tuan, dia ini luar biasa!” Suara Herscher terdengar lantang dari barisan kursi di pinggiran balai.

Fenon tersenyum, sebagai gestur terima kasih.

“Kebiasaan orang kota memang indah, tidakkah kau berpikir begitu, Fenon? Sungguh berbeda dengan Easust!” kata Heathcliff lagi, sambil tertawa sedikit.

“Anda melebih-lebihkan, Tuan Heathcliff.” Fenon terkekeh sambil mengangkat alis. “Semua budaya memiliki keindahannya masing-masing, baik itu Baron maupun Easust. Ketika berada di Baron, saya bersikap seperti orang Baron. Ketika berada di Easust, saya berusaha sebaik mungkin untuk menjadi orang Easust. Segala kebiasaan yang ada di Easust telah menjadi identitas dari Easust. Apa artinya bila Easust berubah, benar bukan, Tuan?” Senyumnya makin merekah.

Heathcliff langsung menepuk lengan atas Fenon, tawa bangganya makin kencang. “Kau sungguh pandai bicara! Aku suka kata-kata dan juga pola pikirmu. Mau menjadi pembicara Easust, Anak Muda?”

Fenon langsung terkejut. “Itu tugas yang terlalu berat, Tuan Heathcliff. Saya bahwa belum tahu apa-apa tentang Easust….”

“Kalau begitu, cepat belajarlah dan segera menjadi orang Easust sepenuhnya!” Sekali lagi, Heathcliff menepuk lengan atas lelaki itu, tawanya juga makin kencang, seperti seorang ayah yang percaya akan kemampuan putra kebanggaan.

Fenon berpikir sesaat.

Lihat selengkapnya