Remains Nameless

Adinda Amalia
Chapter #10

Chapter 09: Kincir Air

“Kaki! Kaki! perhatikan!” Hudson terdengar mudah sekali khawatir akan hal-hal kecil mengenai Kevin. Dia sungguh mendengarkan pesan dari Fenon, untuk menjaga kakaknya yang sangat orang kota tersebut. “Ada ranting! Sedikit berbahaya bila terinjak.”

Dia tanggap berjongkok untuk mengambil ranting di tepi jalanan kecil, lalu disisihkan ke pinggiran jalanan yang berupa deretan pohon tinggi, sehingga tak mengganggu siapa pun yang melintas.

“Ayo, kemari. Tempatnya di situ.”

Hanya beberapa langkah kemudian, Kevin terkejut saat deretan pepohonan tinggi habis. Di depannya, sebuah sungai agak besar melintang. Tidak terlalu besar sehingga masih cenderung aman untuk digunakan bermain oleh anak-anak yang memang telah terbiasa.

Namun, bukan itu yang membuatnya kagum, melainkan sebuah kincir air yang tersebut dari kayu. Roda besar bergerak, membawa air naik, kemudian turun kembali. Derunya kencang. Keras dan segar di telinga. Air yang sesekali menciprat ke sekitar, hanya membuat udara makin sejuk.

Mungkin hal sederhana, tetapi tidak bila berada di tengah-tengah Pulau Mosche. Pulau dengan langit cerah berawan, kicauan para burung, hembusan angin lembut beserta suara dedaunan dan ranting-ranting bergesekan sangat khas daerah pedesaan yang hangat dan tenang.

Senyuman bangga Hudson merekah lebar. “Bagus, bukan?”

“Ini luar biasa, Hudson….” Kevin perlahan berjalan mendekat menuju pinggiran sungai. Dari situ, dia bisa melihat air yang begitu jernih, bahkan dasar sungai terlihat jelas. “Di Baron, kami hanya punya kincir udara.”

Bila danau Desa Mosche berada di sisi barat daya desa dan dekat dengan Desa Weseed. Kincir ini berada di timur laut. Hanya beberapa meter di belakang deretan perumahan penduduk, bahkan jalanan utama masih terlihat sekilas dari celah halaman di antara rumah-rumah warga. Bila berjalan lebih jauh, akan sampai ke laut alias ujung pulau.

“Akan kutunjukkan banyak hal menyenangkan di sini, Kevin!” serunya dengan penuh semangat.

Sungai Mosche merupakan cabang dari sungai utama di pulau, yaitu Sungai Easust yang mengalir di sekitar Weseed. Sungai Easust lebih besar dan dimanfaatkan sebagai sumber air dalam kegiatan ladang dan peternakan di Desa Weseed. Anak-anak selalu dilarang oleh para orang dewasa untuk mendekatinya. Sementara Sungai Mosche yang merupakan cabang, lebih aman sebagai tempat bermain mereka.

Ada beragam kegiatan yang biasanya dilakukan oleh anak-anak di sini. Hudson menceritakan bahwa dia dan teman-temannya suka berenang dan bermain air di sungai, sedikit jauh dari kincir air agar aman. Mereka juga terkadang memancing, ada satu dua ikan kecil yang bisa ditangkap. Membuat kapal-kapalan ranting yang dirangkai, kayu, atau bahkan daun-daun kering, yang kemudian akan dibiarkan terbawa arus air. Terkadang juga menangkap serangga-serangga lucu di bantaran sungai.

“Pokoknya, banyak hal menyenangkan di sini!” katanya.

Hudson pintar bermain sendiri tanpa mengusik atau memaksa Kevin bergabung dalam permainannya. Lelaki kota itu duduk di kursi kayu panjang pada bantaran sungai. Palingan, sesekali Hudson menoleh padanya untuk mengajak bicara atau menunjukkan sesuatu.

Kevin tertawa oleh setiap tingkah lucu Hudson. Tak jarang juga dia kagum oleh hal-hal sederhana di Easust. Momen tersebut benar-benar waktu yang berkualitas di antara Hudson dan Kevin. Hudson tak bisa diam. Dia menangkap capung, mengejar kupu-kupu, membuat kapal-kapalan dari kayu—Kevin berusaha membantunya, meski seperti tak banyak memberikan bantuan tenaga juga. 

Beberapa jam kemudian, sayup-sayup suara terdengar dari agak kejauhan.

“Itu, itu! Di situ!”

Lihat selengkapnya