Remains Nameless

Adinda Amalia
Chapter #13

Chapter 12: Peternakan dan Teh Weseed

Kalimat Heathcliff pagi tadi, masih terngiang dengan sangat jelas dalam ingatan Fenon. Dia semula tak merasa itu ide yang buruk, setidaknya hingga beberapa jam kemudian. Sementara sekarang, tepat di siang hari yang terik, dia rasanya ingin mengomel habis-habisan kepada pria paruh baya tersebut.

“Mengejarku!” Fenon berlari sekuat tenaga. Sampai-sampai kaki sudah terasa sangat sakit dan napas begitu berat. Namun, jantung yang berdetak luar biasa akibat ketakutan dengan makhluk berkaki empat yang melaju kencang ke arahnya, membuat lelaki itu tidak mau berhenti. “Sapi ini mengejarku! Hudson! Hudson! Tolong! Hentikan! Diego! Ralph! Jangan hanya tertawa!”

Namun, anak-anak itu masih saja cekikikan, sedangkan sapi di belakang Fenon tak berhenti berlari mengejar.

Itu baru yang pertama.

Beberapa menit kemudian, dia akhirnya lolos setelah naik ke lantai dua gudang penyimpanan makanan ternak. Kemudian, mereka ganti bermain ke danau kecil. Begitu kecil, sangat dangkal juga. Danau yang sengaja dibuat untuk keperluan beternak bebek, angsa, dan hewan-hewan lain yang menyukai air. Masih di area Desa Weseed.

Angsa.

Dan lagi-lagi, Fenon dikejar.

Kali ini oleh angsa.

“Anak-anak, usir mereka! Tolong!” Teriakan Fenon tingginya mungkin sudah bisa melebihi Istana Kerajaan Baron yang dapat terlihat dari ujung pulau. Lelaki itu sudah pucat melihat angsa dengan paruh lebar yang tampak menyakitkan itu dimajukan seakan-akan siap menusuk sambil berlari begitu kencang.

Namun, lagi-lagi, Hudson, Diego, dan Ralph tertawa cekikikan, bahkan lebih lepas dari sebelumya.

Vaughn di gubuk kecil dekat danau, bangkit dari bangku kayu sederhana. Dia meraih topi jerami besar untuk dikenakan, lalu mengambil tongkat kayu panjang di samping kusen tanpa daun pintu.

Langkah tenang lelaki usia tiga puluh kurang tiga tahun itu mengarah lurus kepada Fenon. Saat si orang kota sudah cukup dekat, Vaughn mengangkat dan mengayun tongkat.

Fenon mendongak sedikit, matanya bertemu dengan lelaki Pemimpin Pengurus Ladang yang mukanya masih sedikit pun tak berubah. Fenon sudah makin keringat dingin, saat ternyata tongkat Vaughn turun tepat di belakangnya, di antara dirinya dengan para angsa.

Angsa-angsa itu langsung diam.

Lantas, dengan sebuah ayunan kecil ke depan, angsa-angsa itu mengeluarkan suara khasnya, kemudian berbalik dan melangkah pergi.

Dengan napas tersengal, akhirnya Fenon dapat berhenti berlari. Dia melangkah gontai menuju lelaki sedikit lebih tua darinya itu.

Vaughn melirik samping agak belakang padanya. “Apa yang kau lakukan, Kawan?” bicaranya dingin, setengah keheranan.

“Aku belum terbiasa… aku belum terbiasa….”

Anak-anak masih tertawa puas. Hudson bahkan menirukan ekspresi dan teriakan panik Fenon beberapa menit lalu—tentu si lelaki itu langsung geram dan mencubit gemas pipi anak tersebut.

“Kunci dalam menghadapi hewan-hewan adalah jangan takut,” kata Vaughn lagi.

“Bagaimana bisa aku tidak takut?” gerutu Fenon, mukanya jadi setengah pucat lagi. “Sapi yang tubuhnya besar dan bertanduk? Angsa dengan paruh besar? Mereka mengerikan!”

“Makin kau kelihatan takut, makin kencang mereka ingin mengejarmu. Tetap tenang dan jangan lari.”

“Bagaimana bila mereka tetap mengejar?” sahut Fenon cepat, seperti tidak terima.

“Itu artinya kau tidak yakin.”

Sebelum Fenon sempat protes lebih lanjut, Vaughn sudah berbalik dan berjalan pergi, kali ini ke ladang. “Aku ada pekerjaan. Bila kau masih ingin bermain dengan anak-anak, pastikan dirimu tak dipermainkan oleh mereka.”

Hudson langsung mengerutkan alis sambil memajukan bibir. “Kami bukan anak yang nakal!”

Lihat selengkapnya