

Saat matahari telah turun dari titik tertinggi di langit alias siang menjelang sore, Hudson bersama Fenon serta Kevin keluar untuk memberikan oleh-oleh kepada Herscher dan Margaret. Fenon bilang bahwa mereka biasanya ada di Salten ketika hari minggu untuk membeli bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proses produksi pakaian.
Kevin ingin menikmati Easust sehingga dia mengusulkan untuk berjalan kaki. Hudson berlari kecil di depan, sedangkan dua saudara lelaki itu berjalan beriringan di belakang. Si anak kecil akan dengan riang dan bersemangat menyapa setiap orang yang ada di jalan, entah berlalu atau sekadar berkumpul di kursi kayu pinggir jalan untuk mengobrol. Kemudian, Kevin dan Fenon akan ikut tersenyum dan menyapa. Beberapa orang tampak sangat gembira sangat mengetahui Kevin berkunjung kembali. Syukurlah, mereka tak lagi mengerumuninya seperti dahulu, hanya sekadar menyapa dengan antusias.
“Ada yang kau rencanakan, terkait hubungan darahmu dengan Hudson?” kata Kevin, agak pelan, saat mereka memasuki jalanan Desa Weseed yang lebih sepi dibandingkan Mosche.
“Sesungguhnya,” Fenon kemudian terdiam sejenak, dia memimpikan hal ini, tetapi rasanya juga seperti mimpi alias sulit digapai, “dari awal, aku sudah terpikir untuk mengadopsi Hudson. Aku ingin memiliki hak asuh atas dia.”
“Statusmu sebagai pamannya pasti akan sangat membantu.”
Fenon diam. “Kevin… aku sungguh… sungguh tak tahu.”
“Kau takut?”
Adiknya menghela napas tipis, tetapi panjang. “Mungkin…,” katanya, “Easust seperti… begitu menghormati sosok ayah kandung. Dan aku… tak yakin apakah bisa menyamainya posisi Tuan Harewood untuk mendapatkan hak asuh juga.”
“Kau terpikir untuk berbagi hak asuh? Bukan merebutnya?” Kevin mengangkat alis. “Bukankah kau bercerita bahwa ayah kandung Hudson bukan orang baik?” katanya, suara lelaki itu makin lirih, takut terdengar oleh anak yang memimpin langkah di depan sambil sibuk bersenandung sendiri.
Fenon terdiam sesaat, lagi. Kemudian, menggeleng pelan, seperti agak ragu.
Alis kakaknya terangkat sekali lagi, bersama dengan sebuah senyuman maklum. Kevin meraih pundak sang adik. “Kau orang yang baik. Kutebak masih ada sisa dari pria itu yang kauhormati?”
“Orang itu adalah yang benar-benar merupakan orang tua Hudson. Anak itu adalah keturunannya, darah dagingnya. Sementara aku….”
“Adik,” panggilnya lembut. Kevin menengok untuk menatap lekat Agaknya dia tahu mengapa Fenon memiliki pemikiran demikian.
Fenon tumbuh di tengah lingkungan orang-orang yang memperlakukan seorang anak kandung resmi—Kevin—dengan sangat baik, bahkan dibangga-banggakan, sedangkan dia yang sesungguhnya masih anak kandung, hanya karena tidak resmi saja, dipojokkan seperti makhluk menjijikan. Tak heran bila saat ini memikirkan dirinya dengan Hudson yang hubungan darahnya saja sangat jauh, Fenon merasa sama sekali tak punya tempat.
“Keluarga bukan tentang hubungan darah, tetapi siapa yang merawat, mengajari berbagai hal, menemani. Yah, aku memang tidak tahu cinta Hudson lebih besar kepadamu atau ayah kandungnya. Namun, yang sungguh menjadi keluarga, adalah sosok yang benar-benar hadir, ada perannya. Cinta yang lebih besar, tak akan menang bila tidak ditunjukkan. Seorang anak membutuhkan peran yang nyata, bukan sekadar ucapan aku sangat menyayangimu.” Kevin tersenyum. “Dan kau mengisi peran itu—peran yang ditinggalkan begitu saja, dibiarkan kosong, oleh ayah kandung Hudson—dengan sangat baik.”
Kalimat panjang Kevin masih berputar di pikiran Fenon hingga mereka sampai di Salten. Hingga akhirnya menginjakkan kaki di Maggie Tailor, Fenon akhirnya menghembuskan napas panjang untuk menyampingkan permasalahan itu sebentar.
“Herscher! Nyonya Margaret!” serunya saat berhenti di depan pintu.
“Tuan Herscher! Nyonya Maggie!” Hudson ikut memanggil dengan nada panjang khas anak-anak yang hendak mengajak temannya bermain.