

Rapat telah usai sejak sepuluh menit lalu. Sebagian besar dari pemuda telah meninggalkan Balai Desa Mosche untuk melanjutkan keperluan masing-masing. Kini, yang tersisa hanyalah sekitar enam, dengan wajah-wajah yang sangat familiar bagi Fenon.
Fenon sendiri berdiri menyandar tiang menyangga balai. Suara Vaughn yang bercanda dengan lelaki lain di meja besar terdengar, sesekali ditambah dengan ocehan dan gelak menggelegar khas Herscher. Tatapan Fenon bergeser ke arah gerbang saat seorang anak kecil berlari ke arahnya. “Fenon!”
Bukan hanya seseorang yang dipanggil, lelaki lain di balai juga ikut menoleh.
“Paman,” sahut Herscher, “panggil dia paman.”
Anak itu berhenti saat langkahnya sampai di pinggiran balai. “Fenon malu-malu dipanggil paman.”
Lelaki yang dimaksud menghela napas. “Aku hanya kurang nyaman. Toh, sejak awal kau memanggilku hanya dengan nama. Aku sudah terbiasa dengan itu. Dan aku tak mempermasalahkan walau dipanggil tanpa sebutan paman.”
“Kau sudah tidak malu-malu sekarang,” sahut Vaughn.
“Kau yang malu-malu bila membahas Everleigh,” kata Fenon, tak mau kalah.
“Diamlah!”
Pandangan Fenon kembali ke anak kecil yang baru datang. Lalu, dengan cepat anak itu menyadari perhatian yang diberikan dan langsung menoleh untuk menatap balik. “Hudson,” kata Fenon, mengangkat kedua tangan ke depan, tak terlalu tinggi. Hudson paham dan langsung cekikikan sambil berlari ke arahnya sebelum melompat. Tubuhnya pas di tangkapan Fenon.
Herscher langsung tertawa kecil menggodanya. “Menggemaskan sekali.”
Vaughn ikut menggoda, “Akan sempurna bila kau bukan paman yang cerewet.”
“Benar!” Hudson langsung menyambar, tak ragu sama sekali. Bahkan muka sebalnya sangat kentara. “Fenon memarahiku ini dan itu. ”
Fenon mendengus, jelas-jelas tak mau mendengarkan mereka. “Cerewet itu tanda kasih sayang. Aku hanya berusaha menjadi paman yang bertanggung jawab.”
Herscher tertawa lagi, kali ini lebih tulus. “Aku tahu, sejak awal pun kau sudah menjaga Huddy dengan sangat baik. Hanya saja, sangat menggemaskan melihat kalian begitu dekat.”
Fenon tersenyum. “Ngomong-ngomong, sungguhan tak ada yang perlu dibicarakan denganku lagi, kan? Aku hendak pulang dan… Vaughn, kau sungguh membuatku nyaris serangan jantung akibat menanyakan kesediaanku berperan sebagai Conqueror Easton. Kau tahu sendiri, aku pendatang, Kawan. Mana mungkin aku sudah cukup yakin untuk mengambil peran penting dalam sebuah acara tahunan yang besar. Hentikan candaanmu itu, sungguh….”
Vaughn tertawa. “Hanya meramaikan suasana, Kawan. Namun, aku memang benar akan mengapresiasi bila kau ingin mengambil peran besar di Conquest Parade. Pendatang bukanlah masalah, aku dapat menemanimu mempelajari mengenai budaya Easust hingga kau percaya diri untuk menampilkan teater di parade.”
Fenon tersenyum. “Itu luar biasa untuk kudengar, Bung. Terima kasih. Aku mungkin akan bergabung di lain kesempatan.”
Setelahnya, Fenon dan Hudson berpamit. Herscher melambai, hampir sama seperti gaya para anak kecil, sedangkan Vaughn menyampaikan pesan hati-hati. Fenon tak berniat menurunkan Hudson dari gendongannya sama sekali, tetapi anak itu bersikeras untuk berjalan sendiri.
Satu pekan kemudian, akhirnya parade dimulai. Sejak senja, labu gunung yang telah dipanen satu bulan lalu dan disimpan dengan baik di Desa Weseed, mulai ditata di sepanjang jalanan yang akan menjadi jalur parade. Penduduk Desa Mosche dapat menambahkan buah-buahan lain di sampingnya.
Di depan rumah Hudson yang halamannya cukup lebar, terdapat tiga buah labu gunung yang dijajar. Fenon menghias labu pertama dengan dua persik danau. Hudson meletakkan tiga stroberi dan sebuah melon di dekat labu kedua, sedangkan labu ketiga ditemani mangga serta beberapa ceri.
Bunyi lolongan khas Howling Vermin mulai terdengar begitu langit menjadi gelap. Setiap penduduk Easust menunggu di dekat pagar halaman rumah mereka, untuk menonton. Orang-orang saling mengobrol, sama-sama antusias menonton parade tahunan yang selalu dinantikan. Sebagian anak kecil ketakutan, tetapi tidak dengan Hudson, begitulah dia setiap tahun—walau entah mengapa dia merasa seperti tak ingin juah-jauh dari Fenon. Walau tertawa dan berkata tak sabar melihat parade Howling Vermin berlalu di depan rumah, tetapi dia tak melepaskan jemarinya yang memegang erat lengan Fenon.
Fenon tertawa kecil. “Kau tak takut?”
Anak itu menggeleng.
“Bagaimana bila Howling Vermin ternyata menganggapmu sebagai anak nakal?”
“Aku tidak nakal,” katanya, agak lirih, seperti berusaha meyakinkan dirinya sendiri.
Sekali lagi, Fenon tertawa kecil.