Remains Nameless

Adinda Amalia
Chapter #24

Chapter 22: Tembak Mainan dan Pohon Mangga Lagi

Kalau dibilang Fenon dan Hudson ditakdirkan untuk bersama, seperti yang dikatakan oleh penjual pakaian di Pasar Desa Salten di hari kedua Fenon datang kemari, agaknya memang benar dan makin dipercaya oleh banyak orang.

Mau bagaimana tidak, sore itu saat banyak orang berkumpul di Balai Desa Mosche karena Vaughn membagikan hasil panen salah satu bahan pangan di ladang, mereka semua melihat secara langsung bagaimana Fenon tertawa di hadapan anak itu.

Lelaki itu bahkan baru pulang dari Maggie Tailor, mengendarai kereta kuda bersama Herscher. Muka lelahnya cukup jelas, tetapi matanya langsung segar saat mendapati keberadaan Hudson di halaman balai desa. Sama halnya dengan anak itu yang tak kalah girang. “Fenon!” serunya sambil berlari dan melompat, ditangkap sempurna dalam gendongan lelaki itu.

Vaughn masih berada di tengah balai desa untuk membagikan hasil panen kepada penduduk Mosche satu per satu, dibantu oleh pemuda-pemuda lain. Sementara Fenon dan Hudson menunggu giliran mereka sambil tertawa bersama di pinggiran balai.

Fenon memegang daun pepaya layu yang telah jatuh dari pohon, digunakan seakan-akan seperti tembak, sedangkan Hudson berlarian sambil cekikikan—ketakutan yang dibuat-buat. Fenon mengejarnya dengan lari yang sengaja pelan sambil berlagak menembak dan membuat efek suara—persis seperti anak kecil.

Bahkan saat Hudson kemudian menemukan daun pepaya layu yang lain, Fenon langsung pura-pura terkejut dan panik. Hudson kemudian berlagak menembak, lalu Fenon dengan dramatis berteriak seperti orang tertembak, juga jatuh ke tanah.

Orang-orang di balai desa tertawa kecil gemas. Fenon benar-benar menjaga anak itu dengan sangat baik. Dia paham dan mampu untuk bermain bersama anak kecil dengan baik, yaitu sepenuhnya menyatu ke dalam permainan. Terlihat kekanakan, tetapi penting untuk membangun ikatan yang kuat dengan anak. Di tempat umum sekali pun, dia tak ragu ataupun malu untuk melakukannya.

Margaret tersenyum dari tepi balai desa, “Dia benar-benar paman yang luar biasa… Nak Fenon.”

Kemudian, Fenon meminta Hudson untuk mengakhiri permainan ketika gilirannya mendapatkan hasil panen telah tiba. Dia berjalan ke tengah balai untuk menerima keranjang berisi buah manggis berwarna ungu muda khas Easust. “Terima kasih, Vaughn.”

“Terima kasih kembali, Kawan, atas kerja kerasmu dan Hudson di ladang.”

“Kau berlebihan…,” Fenon menghela napas lesu, “aku selama ini hanya bisa membantu sebisanya ketika mendapat libur kerja.”

“Jangan katakan hanya bisa!” tegas Vaughn, membuatnya terkesiap. Dia juga teringat Kevin yang bahkan jauh lebih tegas, terutama padanya. Vaughn kemudian melanjutkan dengan nada datar sedikit dingin khasnya, yang kali ini kental sekali terdengar seperti orang lebih tua yang menasehati. “Kau sudah berusaha sebaik mungkin.”

Fenon terdiam, kemudian mengangguk kecil. Dia senang—walau menutupinya. Rasanya sama seperti ketika Kevin menasihatinya, dia selalu menyukainya, dan entah sudah berapa lama semenjak kakaknya itu melakukan hal tersebut. Mungkin karena katanya, “Kau sudah tumbuh dewasa, Adikku. Di beberapa sisi, kau bahkan lebih pandai dariku.”

“Kau melamun, Kawan?” Vaughn mengerutkan alis, tetapi tak benar-benar kesal.

Lihat selengkapnya