

“Kau bisa, Anak Muda!” kata Heathcliff. Dia menepuk punggung atas Fenon. “Sudah kubilang, belajarlah kepada Tuan Ethelwin tentang Budaya Easust, kau akan mampu untuk menjadi narator dalam teater di akhir Conquest Parade tahun depan.”
Fenon mengangguk kecil dengan mantap, berusaha menghapus keragu-raguannya. Dia juga ingin yakin kepada dirinya sendiri. Setelah sekian lembar kertas—laporan-laporan yang dibaca saat rapat bulanan, naskah pembawa acara, moderator rapat, proposal-proposal kegiatan—di tangannya telah berhasil dia kuasai dalam dua bulan belakangan ini, sebuah kecepatan yang luar biasa, sudah cukup membuktikan bahwa Fenon pasti akan mampu untuk menjadi lebih baik.
Tak heran, dia dibesarkan oleh Istana Kerajaan Baron. Terlepas dari hal tak menyenangkan yang terjadi, dia tetap tumbuh dengan perilaku layaknya seorang bangsawan—termasuk seni berbahasa, seperti mengolah kata dan berbicara di depan banyak orang. Sebagian besar, Kevin yang mengajarinya.
“Penampilanmu sejauh ini selalu sangat memuaskan, Nak.”
Fenon telah beberapa kali menjadi pembawa acara dan moderator dalam rapat desa. Di beberapa kesempatan terakhir, dia bahkan telah berganti menjadi juru bicara untuk Heathcliff dan Walton.
Semuanya berjalan mulus.
Dia menyampaikan setiap laporan seperti selayaknya seorang kepala desa. Dia bukan sekadar membaca, tetapi benar-benar memahami. Latar belakang setiap kegiatan, tujuan pelaksanaan, serta perbaikan untuk ke depannya. Bahkan saat orang-orang Easust yang hadir dalam rapat mengajukan pertanyaan, Fenon mampu menjawab dengan ahli.
Semua yang disampaikan, lugas dan mudah dipahami sehingga semua orang langsung dengan mudah menangkap maksudnya. Dia pun tenang dengan bahasa tubuh beretika selama berbicara di depan semua orang.
Berbagai pujian, telah berulang kali diberikan padanya. Sebagai seorang pendatang, dia sungguh pemuda kebanggaan Easust.
“Aku akan menemui Tuan Ethelwin segera.”
Heathcliff menepuk punggung lelaki itu sekali lagi, sambil tertawa kencang. “Aku suka itu, Anak Muda!”
Selepas dari balai desa, dia kembali ke kediaman Hudson. Tuan rumah sudah menanti dari ambang pintu sambil melompat-lompat, tetapi tak bersorak. Ada tamu hari ini yang seharusnya telah datang. Agaknya itu alasan Hudson tiba-tiba menjadi sangat minim suara.
Fenon memasuki rumah dengan hati-hati sambil tersenyum. Benar saja, dia langsung mendapati seseorang yang cukup familiar, tetapi telah sangat lama tidak berjumpa. “Nyonya Lucience.” Dia membungkuk sedikit.
Lucy ikut tersenyum. “Tak perlu terlalu kaku, Fenon.”
“Sudah pulang, Adikku? Bagaimana evaluasi dari Tuan Heathcliff? Lancar?”
Fenon mengangguk. “Syukurlah. Berikutnya, aku akan berlatih untuk menjadi narator dalam teater di Conquest Parade.”
Hudson langsung antusias. “Apakah Fenon akan menjadi Conqueror Easton?”
Nama itu terasa begitu berat di hati Fenon. “Itu sebuah peran yang besar…. Namun, kau ingin aku memerankannya?”
Anak itu langsung mengangguk.
Kemudian, senyuman percaya diri Fenon mengembang. “Kalau begitu, aku akan mengusahakannya.” Dia mengelus lembut puncak kepala anak itu.
Senyuman Hudson langsung menjadi makin girang. “Aku tak sabar untuk melihatnya…!” Dia berusaha keras menahan suaranya agar tak terlalu kencang.
Lucy ikut tertawa kecil melihatnya. “Star benar-benar anak yang baik, ya? Kau tak ingin membuat adik bayi terbangun?”
Hudson ganti menatap wanita itu sambil mengangguk, ekspresi khawatir dan pedulinya begitu kentara. “Adik masih tertidur?”
“Mari kita tengok.” Lucy meraih kereta bayi di dekatnya, kemudian membuka pelan penutup bagian atas.
Itu bayi mungil mereka. Mengenakan pakaian yang hangat dan tebal, warna putih bersih dengan corak biru malam khas Kerajaan Baron. Dia masih begitu bulat wajahnya, dengan pipi tembam dan mata tertutup saking pulasnya tertidur. Bibirnya hanya bergerak-gerak sedikit sambil menggeliat sesaat, sebelum kembali tenang.
Fenon tertawa kecil gemas melihatnya. “Begitu menggemaskan. Sudah tiga minggu usianya, kalau tidak salah?”
“Benar. Membawanya kemari benar-benar merupakan sebuah tantangan, tetapi aku begitu ingin mengajaknya ke Pulau Easust yang luar biasa ini. Udara di sini sangat segar dengan suasana yang menenangkan. Persis seperti bagaimana Kevin menceritakannya padaku.”
“Aku senang, kalau begitu.” Fenon tersenyum sebentar. “Ngomong-ngomong maaf karena tak datang saat perayaan kelahirannya.”
“Bukan masalah, Fenon,” kata Lucy lagi, “mendapatkan surat ucapan darimu telah membuat kami begitu senang.”
“Aku lebih terpikir akan ketidakhadiranmu dalam pemakaman ayah.” Kevin menatap adiknya itu, dia bahkan seperti sangat berhati-hati untuk mengatakan itu. “Kau sungguh sama sekali tak ingin berbela sungkawa?”
Fenon tersenyum kecil dan menggeleng pelan, sebuah senyuman ringan, khas orang Easust yang tak memiliki dendam. “Biarlah semuanya berakhir. Terlepas dari hubungan darah, kami tak pernah memiliki hubungan apa pun satu sama lain. Menerima apa yang dahulu terjadi, sudah lebih dari cukup, aku tak ingin datang dan marah maupun… berharap kepada orang itu lagi.”