REMAINS UNSAID

Murasaki Okada
Chapter #3

Tiga

 

 “Ayah mau teh?” Kla menawarkan.

Saat itu Yaori sedang duduk santai di ruang tamu sambil membaca majalah sastra. Ia menoleh pada Kla, kemudian beralih pandang ke jam dinding. Baru pukul sembilan lebih sedikit.

“Bolehlah.” Yaori berujar singkat.

Gadis itu segera beranjak ke dapur, menjerang air dan menata cangkir di atas tatakan. Saat memasukkan gula ke dalam cangkir sang ayah, terlintas dalam benaknya untuk menambahkan sedikit lagi. Mungkin ayah butuh rasa manis yang lebih dari biasanya. Batin Kla.

Setelah segala proses itu selesai, Kla kembali ke ruang tamu bersama nampan berisi dua cangkir teh dan sebuah stoples berisi kacang koro asin kesukaan Yaori.

Laki-laki paruh baya itu menatap putri sulungnya saat menata cangkir di atas meja. Ketika mengangkat wajah, tanpa sengaja pandangan Kla bersorobok sejenak dengan sang ayah. Gadis itu terenyuh. Entah mengapa, dalam keadaan yang sekarang, sesuatu dalam diri Yaori tampak begitu memprihatinkan.

Yaori mengembangkan sebuah senyum, begitu tulus, begitu murah hati. Kemudian ia mengangkat cangkir di hadapannya, lalu didekatkan cangkir itu ke hidung untuk dihirup.

“Aromanya enak sekali.” Ujar Yaori.

Kla berusaha tersenyum. Mengapa ia merasa bahwa sang ayah baru saja menghindari tatapannya?

Pelan-pelan laki-laki itu menyeruput tehnya yang masih agak panas. Namun tampaknya bukan masalah, justru bagi Yaori, di situlah letak kenikmatan teh khas kampung halamannya. Kembali ia menyesap. Dua, tiga kali. Kemudian meletakkan cangkir kembali di atas tatakan.

Hening beberapa saat. Kedua ayah dan anak itu hanya duduk berdampingan tanpa berucap apa-apa.

Suasana yang tercipta saat itu benar-benar berbeda seratus delapan puluh derajat dengan yang dirasakan Kla di meja makan tadi. Yaori tidak tampak berusaha menghidupkan suasana. Seakan-akan ia hanya ingin memiliki momen itu seorang diri tanpa ditemani siapa pun.

Mendadak Kla merasa rikuh. Tidak peduli betapa pun dekat dirinya dengan sang ayah, atau betapa pun terbuka hubungan mereka, tetap ada wilayah pribadi yang tak bisa ia tembusi. Sebuah wilayah yang mungkin hanya dihuni oleh ibunya.

Apakah aku salah duduk di sini? Gumam gadis itu dengan hati gusar.

“Ayah, aku pamit ke kamar ya?” ujar Kla memecah keheningan.

“Loh, kenapa? Kamu nggak mau temani ayah di sini?”

Lihat selengkapnya