Seseorang menghampiri meja Kla tepat setelah ia menutup kotak bekalnya yang sudah kosong. Ritual makan mereka baru saja selesai.
“Kla, ada waktu sebentar nggak? Aku mau minta tolong sama kamu.” Gadis yang menghampiri Kla itu, Farah, salah satu teman sekelas Kla saat masih di kelas satu, berujar tanpa didahului basa-basi. Gadis manis blasteran Arab itu datang dengan wajah secerah bulan tanggal empat belas dan senyuman semanis aspartame.
“Minta tolong apa, ya?” sahut Kla dengan sikap seolah sedang mengantisipasi sesuatu.
Sejenak Farah melirik meja Bramasta yang saat itu sedang kosong. Pemiliknya entah berada di mana. “Gini Kla, pekan depan itu kan ulang tahunnya Brams. Kamu bantuin aku nyari kado buat dia, ya?”
Kla mengikuti ekor mata gadis berhidung lancip itu. Keningnya mengerut. Ingatan Kla seketika terlempar ke momen yang selalu disebut-sebut Ririn sebagai ‘perayaan besar’. Hari itu tanggal 3 November 2004, di mana meja Bramasta penuh dengan hadiah dari gadis-gadis yang naksir padanya, dan Farah adalah salah satu dari gadis-gadis itu.
“Kamu mau, ya Kla?” ujar Farah lagi.
“Umm, gimana ya?” Kla tampak seolah sedang berpikir keras. Tapi yang sebenarnya ia enggan berurusan dengan tetek-bengek semacam ini.
“Please, Kla. Ini tuh penting banget buat aku.” Farah agak merajuk.
“Kamu suka sama Bramasta?” potong Kla cepat.
Gadis jangkung berparas khas timur-tengah itu menggigit pelan bibir bawahnya. Tersipu. Ini menjawab teka-teki dari tindakan Farah yang begitu telaten mengirimi Bramasta berupa-rupa hadiah. Dengan dalih merayakan hari penting. Mulai dari tahun baru, valentine, ulang tahun Farah sendiri, atau yang paling tidak beralasan sekalipun, semisal peringatan hari persahabatan internasional. Kla sebenarnya agak heran. Apa perlunya Farah bersusah payah merayakan persahabatan dengan Bramasta, sementara keduanya bahkan tidak saling bicara.
Sebelum-belumnya, Farah punya seribu satu macam dalih untuk membantah bahwa dirinya naksir Bramasta. Namun sekarang, di depan Kla, entah mengapa ia seakan tanpa sungkan mengakui hal itu.
“Memangnya nggak masalah sama anak-anak yang lain?” ujar Kla lagi.
Yang dimaksud Kla dengan ‘anak-anak yang lain’ adalah para anggota Genesis. Kelompok belajar yang didirikan Farah bersama beberapa teman lainnya saat masih kelas satu. Terdiri dari gadis-gadis berduit, pintar, dan punya minat pada mata pelajaran IPA, terutama Biologi. Kelompok itu selalu dipilih untuk mewakili sekolah dalam olimpiade sains tingkat SMU.
Sepanjang pengetahuan Kla, Genesis punya aturan yang tidak memperbolehkan anggotanya untuk pacaran.
“Nggak akan ada masalah kalau mereka nggak tahu, yak an?”
Kla mencium ada sesuatu yang salah. “Umm, lihat nanti ya? Soalnya belakangan ini aku juga banyak PR.” Kilahnya.
*****
Matahari merayap perlahan menuju cakrawala, sedikit demi sedikit mengikis kelam yang ditebar malam. Cahayanya memantul pada gugusan awan sehingga menciptakan degradasi. Dimulai dari warna terang di ujung timur kemudian bertingkat dalam warna pastel yang lembut. Dari sisi barat, tampak anti-crepuscular ray, merefleksi gradasi warna yang hampir sama.
Ketika kemudian cakram sekuning labu itu terbit, polanya mengubah degradasi tadi menjadi hanya biru dan putih yang tak beraturan. Setengah berlari, Kla menuju kelas. Ia terlambat. Setidaknya dalam penilaian pribadinya, ia sudah sangat terlambat. Kla selalu datang lebih pagi, hanya berselang beberapa menit setelah penjaga sekolah membuka gerbang depan.
Dari kejauhan dapat didengarnya riuh kawan-kawan satu kelasnya. Barulah kemudian Kla memperlambat langkah.
Baru saja gadis itu menginjakkan kaki di depan pintu ketika Ririn tahu-tahu menjawil bahunya dan menarik Kla menjauhi kelas.
“Lo pasti gak bakal percaya sama kejadian di kelas tadi.” Ujar Ririn ketika mereka tiba di ujung koridor kelas IPS 3.