“Perpustakaan sudah mau tutup, dek.” Satu suara menyentak, menarikku keluar dari hiruk-pikuk pikiranku.
Sontak aku mendongak. Di hadapanku menjulang seorang perempuan berhijab dengan air muka yang ramah. Ia tampak belum tua, barangkali pertengahan tiga puluhan. Entahlah, siapa yang bisa menaksir usia seseorang, apalagi perempuan. Ia bisa saja lebih tua atau lebih muda dari penampakannya.
“Ya.” Jawabku, lalu secara otomatis kutengok jam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Pukul lima seperempat. Aku baru sadar telah menghabiskan sepanjang hari di tempat itu demi mengumpulkan banyak catatan.
Petugas perpustakaan itu mengembangkan sebuah senyum letih ketika melihat keberantakan yang kubuat.
“Sibuk sekali ya, dek?” katanya menambahkan.
“Iya. Sampai nggak sadar udah jam segini.”
“Kenapa nggak dipinjam aja? Adek punya kartu anggota, kan?”
“Umm, kemarin udah pinjam tiga, sih. Itu juga masih belum selesai dipakai.” aku tersenyum kecut.
“Oh gitu. Ya udah, cepetan ya, dek. Soalnya kita di sini harus beres-beres juga.” Ia berujar ramah kemudian beranjak.
Aku lalu buru-buru meraup buku yang berserakan di hadapanku, menyusun mereka dalam satu tumpukan. Kemudian membereskan barang-barang pribadi dan meninggalkan perpustakaan.
Di luar gedung, langit mulai menggelap. Angin menjelang petang menyapu wajahku yang dalam sekejap menyebar ke seluruh persendian. Dingin dan terasa resah.
Satu tanganku terulur ke belakang untuk merogohkan tangan ke dalam saku ransel, mencari ponsel. Tidak ketemu. Tanganku lantas berpindah ke saku yang lain. Sama saja, tak kutemukan benda itu. Akupun terpaksa melepaskan ransel dari punggung. Kuobrak-abrik seluruh isi ransel yang tak terlalu besar itu, berulang kali. Sekadar memastikan bahwa aku tak melewatkan satu detil kecilpun. Hasilnya tetap saja nihil. Aku pias, benakku mulai disusupi beragam asumsi ganjil yang dalam sekejap membangkitkan kecemasan.
Menengok ke belakang kearah gedung perpustakaan, benakku meraba-raba apakah tadi aku meninggalkan ponsel di sana?
Aku mengambil napas dan berusaha untuk tetap tenang, kupejamkan mata dan mulai mengingat-ingat. Dalam benak, kuulang lagi setiap kejadian beberapa saat sebelum aku berangkat ke kampus pagi tadi. Cara yang sering dipakai orang-orang untuk menemukan barang yang hilang atau terlupa. Mengikuti jejak dari tempat asalnya. Seringkali terbukti efektif.
Setelah mengulang-ulang skenario itu, aku hampir pasti bahwa aku memang tidak membawanya sejak dari rumah. Aku ingat tak ada kontak apapun antara diriku dan ponsel itu sepanjang hari. Kulepaskan napas kekesalan, sambil merutuki ketelodaranku. Mengapa hal seperti ini terus saja berulang?
Ya, melupakan ponsel seperti ini bukanlah yang pertama, aku sudah mengalaminya entah puluhan atau mungkin ratusan kali. Biasanya, aku meminjam posel teman kelas untuk mengorder ojek online, atau menelpon Noe untuk mengantarku pulang. Kesialan tampaknya sedang bergelantungan di pundakku hari ini, sebab tak ada sesiapa yang bisa kuminta tolong. Ide tentang meminta bantuan petugas perpustakaan sempat berkelebat dalam benakku. Namun, ketika menoleh kembali, kulihat pintu perpustakaan sudah tertutup.
Satu-satunya pilihan yang kupunya sekarang adalah naik ojek pengkolan. Itupun masih harus jalan kaki sekitar sepuluh menit dari sini. Dadaku buncah dan mataku mulai terasa panas. Sekali lagi, aku melepas napas. Jika memang mesti jalan kaki, apa boleh buat. Berdiam diri di sini juga apa gunanya? Pasrahku sambil menyampirkan kembali ransel ke pundak dan mulai berjalan.
Sinar matahari memudar perlahan, dan petang berembus turun. Udara sejuk terasa pekat terpadatkan di bawah langit temaram. Di kiri-kanan lampu-lampu jalan mulai menyala. Memandang jauh ke jalan raya, seiring arus lalu lintas mengalir dalam ritme monoton, benakku dipadati beragam kekacauan yang saling tumpang tindih. Aku tak bisa menata pikiranku saat ini. Satu-satunya hal yang kuinginkan sekarang adalah tiba di rumah dan berbaring.
Seseorang membunyikan klakson ketika langkahku sudah menempuh separuh perjalanan. Sebuah mobil berhenti di sisi kanan. Kaca diturunkan dan tampaklah Pak Pras dari dalam mobil.