Sebuah ledakan rendah merusak box demonstrasinya. “Sudah kukatakan itu hanya contoh. Kalian tidak bisa menggunakannya.”
Ekspresi peserta kini lebih beragam, dari antusias hingga tegang dan tidak menyangka dengan apa yang mereka alami barusan.
“Bersedia!” Clavin memulai aba-aba. “Siap!” ia mengangkat tangan kanan yang memegang pistol ke atas. “Pertandingan babak pertama Black Throne, dimulai!” ucapnya yang disusul dengan suara tembakan.
Pintu-pintu yang tersebar di segala sisi area mulai terbuka. Semua langsung berlarian ke berbagai pintu, berharap segera menemukan box yang akan membawa mereka lolos dari babak ini. Beberapa nampak langsung mengeluarkan kemampuan untuk membantu mereka dalam bermain. Antusias, semangat, bahkan panik terlihat pada para peserta dan membuat Clavin semakin menikmatinya. Beruntung, para peserta masih bermain santai dan tidak ada baku hantam di antara mereka. Setidaknya belum.
“Case, bisa lindungi aku?” Peter mulai berjalan cepat ke salah satu pintu.
“Apa rencanamu?” tanyaku sambil menyamai langkahnya.
“Kita perlu pandangan yang lebih bagus dari sini. Dan aku yakin, mereka punya itu,” ia memandang salah satu PK yang melayang santai memantau para peserta.
Aku langsung memahami rencananya. “Kau ingin membaca pikiran si petugas keamanan?”
“Tidak ada aturan yang melarang kita melakukannya,” ia mempercepat langkahnya agar dapat semakin dekat dengan orang yang ia maksud. “Lindungi aku, baik dari serangan fisik maupun pikiran. Aku akan fokus pada peta pertandingan kita.”
“Kau mendapatkannya,” jawabku yang mulai menjalankan permintaannya.
Kaki kami mulai berlari, mengikuti PK yang kami incar, karena dia satu-satunya pihak keamanan yang ada di sekitar kami saat ini. Peter menurunkan perisai pikirannya untuk memusatkan tenaga pada pikiran PK itu dan mencari jalan untuk menemukan box target kami. Kini aku tidak hanya membuat perisai bagi pikiranku, namun juga Peter, sekaligus mengawasi setiap lorong dan tikungan, waspada dengan para peserta lain.
Piip!! Sebuah bunyi menghentikan kami sejenak. Lalu perhatian kami tertuju pada hologram yang kini tidak lagi menunjukkan angka 250, bahkan mulai berlanjut turun perlahan. Beberapa di antara kami berhasil menemukannya dan kesempatan kami mulai berkurang.
“Peter?” aku memastikan rencana kami.
“Masih jauh. Aku harus lebih dekat lagi,” ia berlari kembali mengejar PK yang sedari tadi kami buntuti.
Tidak mengherankan kenapa Peter sedikit kesulitan saat ini, karena level kami sedang dikurangi. Ditambah batas yang menyebabkan kami tidak bisa mengerahkan seluruh kemampuan kami saat ini, menjadikan kami lebih berusaha dari yang seharusnya.
Sebuah hantaman cukup besar terdengar, membuat kami kembali terhenti. Bahkan PK yang menjadi target kami itu ikut terhenti dan memandang salah satu sisi labirin. Tapi kemudian, ia kembali melayang tanpa ada gangguan. Tak lama setelah itu, suasana menjadi lebih ricuh dari sebelumnya. Angka hologram memang belum berubah setelah turun beberapa, namun sepertinya peserta lain tidak bisa membiarkan angka itu kembali turun dalam jangka waktu dekat ini.
“Salah satu box dihancurkan oleh beberapa peserta. Beberapa di antara mereka mulai panik dan ketakutan,” Peter menjelaskan. “Aku membacanya dari petugas keamanan itu. Dan penghancuran box itu bukan pelanggaran.”
Itulah kenapa PK di atas kami itu tidak terpengaruh dengan berita barusan. “Kau mendapatkan lokasinya?” aku beralih ke tugas utamanya.
“Ya,” ia berhenti sejenak. “Agak jauh, namun itu yang terdekat dari sini,” ia kembali melangkah ke salah satu lorong labirin. “Sedikit tersembunyi, jadi aku akan membaca pikiran para peserta di sekitar kita dengan cepat untuk mengetahui lokasi dan jalan kita. Kau tetap dengan tugasmu.”
“Tidak masalah,” jawabku dengan cepat.
Beberapa peserta berlarian melewati kami dan menghilang pada lorong-lorong labirin. Tak jarang Peter terhenti lalu mengamati sekitar sebelum memutuskan jalan mana yang akan kami pilih. Beberapa kali aku menariknya dari para peserta yang mengabaikan keberadaan peserta lain dan hanya mengincar box yang sedang mereka cari.
Saat kami berbelok di salah satu dinding, aku membaca sebuah pikiran dan langsung menarik tangan Peter. Tepat saat rekanku itu menahan langkahnya, sebuah pukulan melesat di sampingnya. Tak buang waktu, aku langsung melayangkan satu pukulan keras ke orang yang tidak kami kenal itu, cukup membuatnya pingsan sejenak.
“Terima kasih,” kata Peter sebelum kembali melangkah cepat.
Kini keadaan mulai serius. Angka kuota turun beberapa saja, namun kepanikan sudah tidak bisa dibendung. Bahkan mereka mulai mengerahkan tenaga mereka untuk saling serang, mengeliminasi peserta lain dengan melumpuhkan mereka. Beberapa kali kami melewati sebuah pertarungan dan tembok-tembok rusak sebagai hasilnya, dan berharap mereka terlalu sibuk dengan lawan mereka agar tidak melibatkan kami.
Pikiranku memindai cepat ke sekitar, mengetahui apakah ada ancaman pada lorong yang akan kami lewati. Tiba-tiba, aku menemukan sebuah pikiran yang tak jauh dari kami dan mendapatkan sebuah ide. “Peter,” panggilku.
“Ya. Ada apa?” ia berhenti seraya memandang sekitar.
“Selanjutnya kemana arah kita?” tanyaku melihat beberapa tikungan di depan kami.
“Kiri lebih cepat.”
“Artinya, kanan juga bisa kita lewati, kan?” aku memastikan.
Peter menangkap kalimatku. “Apa rencanamu?”
Kutatap dirinya serius, “kita tolong seseorang.”
Pandangan rekanku itu terdiam, memastikan bahwa aku benar-benar yakin dengan ucapanku barusan. “Oke, tapi kita harus bergerak cepat.”
Kepalaku mengangguk sebelum berlari ke salah satu lorong depan kami, mengetahui pasti apa yang akan kulakukan. Begitu kami melewati dua belokan, kami bertemu dengan orang yang kami ketahui identitasnya. Tapi kini, ada satu hal yang lebih penting daripada menyapa orang itu. “Merunduk!” teriakku padanya, sebelum berlari dan melompat untuk menghajar seseorang yang diam-diam akan menyerangnya.
Pria yang terkena hantamanku itu tersungkur dengan mengernyit kesakitan. Namun ia pantang untuk tetap tertunduk dan langsung bangkit dengan wajah geramnya.
Satu tendangan berhasil menghantamkannya pada salah satu dinding dan membuatnya pingsan. Tak ada waktu untuk meladeni adu jotos saat ini.
Sasaranku itu kembali tersungkur, kini lebih lama dari sebelumnya.