Remarkable 2: Special Bonus Prize

FS Author
Chapter #9

Team-Up

“Hei! Aku Peter Collin dan dia Casey Arden,” Peter segera memperkenalkan kami berdua. “Kami ingin menawarkan kesepakatan.” 

“Kesepakatan apa? Kami sudah lelah dengan permintaan bergabungnya orang-orang, kami putuskan untuk tetap dengan anggota ini,” ia kembali menunjukkan sikap ingin mengusir. 

“Bagaimana jika kami menawarkan kemenangan bagi kalian?” Peter masih menggunakan nada tenangnya. 

“Kalian berdua berkata seakan itu mudah.” 

“Kami punya alasan tersendiri kenapa kami memilih kalian dalam misi ini,” sahut Peter. “Kami memang perlu kemenangan, tapi kami tidak tertarik dengan tahta.” 

Pria yang hampir menutup pintunya pada kami itu terdiam sejenak, nampak berpikir atau mungkin lebih ke arah penasaran. 

“Hei! Aku mengenalmu!” kata sebuah suara dari dalam kamar. Gadis itu menuju ke pintu dan membukanya lebih lebar. “Kalian yang tadi di labirin! Aku tidak sepenuhnya mengenal, tapi kurasa itu kalian,” ia menambahkan. 

“Kau masuk box setelah kami,” Peter membenarkan. 

“Ya, aku yakin sekarang!” gadis itu memandang kami bergantian. “Ada perlu apa dengan kami?” 

“Kami ingin menawarkan kerjasama dengan tim kalian. Tapi kami tidak bisa membicarakannya di depan pintu,” jawab Peter. 

“Menawarkan?” gadis itu sedikit menyudutkan pandangannya. 

“Artinya, keputusan ada di tim kalian,” Peter membenarkan keraguan mereka. "Namun kita tidak punya banyak waktu."

“Yah, tidak ada salahnya. Kita bisa dengarkan lebih dulu. Masuklah!” ajak gadis itu. 

Pria yang membukakan pintu tadi akhirnya mengikuti ucapan si gadis, membiarkan kami masuk dan berkumpul dengan rekan tim yang lain. 

“Teman-teman,” si gadis meminta perhatian ketiga orang yang sedang duduk santai, “mereka orang yang kuceritakan tadi. Mereka yang membantuku menemukan box.” 

“Secara teknis, dia yang mengikuti kami,” Peter mengoreksi. 

Gadis itu tersenyum. “Tapi kalian sengaja membiarkanku membuntuti kalian.” 

Peter mengedikkan bahu. “Selama kau tidak menyerang kami, kami tidak akan menyerangmu.” 

“Kau sempat menyelamatkanku dari serangan,” ia beralih padaku. 

“Sudah kubilang aku tidak suka pengecut yang menyerang dari belakang. Dia cuma pelampiasanku,” jawabku santai. 

“Jadi, kalian tidak ingin mengaitkan kejadian tadi dengan apa yang akan kalian tawarkan?” perempuan itu mulai menyelidik. 

“Hanya sebagai bukti awal bahwa kami mampu bertarung. Kami tidak ingin membicarakan hal itu saat ini, karena itu di luar topik,” Peter masih memandang tenang. 

Tatapan kelimanya cukup mengatakan bahwa mereka kini memberi kami perhatian dan siap mendengar apapun yang akan kami bicarakan. 

“Duduklah,” kata seorang pria lain, menunjuk sofa yang sudah mereka geser dari tempat semula. 

“Terima kasih,” ucap Peter sambil menurunkan badannya, bersamaan denganku. “Biar kuperkenalkan, aku Peter Collin dan dia Casey Arden. Kalian bisa memperkenalkan diri setelah mendengarkan penjelasan kami.” 

Pria yang mempersilahkan kami duduk mengangguk pelan menyetujui. 

Peter menjawab anggukkannya. Ia memandang ponselnya sejenak, lalu mulai bicara. “Tujuan kami mendatangi tim kalian adalah untuk menawarkan kerjasama. Kami berdua mengikuti pertandingan ini bukan untuk merebut tahta, namun lebih karena misi yang kami bawa,” ia memberi jeda sejenak. “Kami mengikuti pertandingan ini untuk mendapatkan DarkPill.” 

“DarkPill?” pria yang membukakan pintu tadi bereaksi lebih dulu, diikuti dengan tatapan tak percaya oleh rekan lainnya. 

“Ya, Magic Pill yang menjadi hadiah bonus pertandingan ini, kami curigai sebagai DarkPill,” Peter membenarkan. 

Seorang perempuan lain mulai bersuara. “Tapi mereka bilang bahwa itu hanya pil penambah stamina. Lagipula, belum ada laporan bahwa DarkPill berhasil ditemukan.” 

“Kami mendapatkan laporannya dan juga formula Magic Pill yang mereka kirim ke pemerintah. Di catatan itu jelas sekali bahwa bahan-bahan mereka hampir sama dengan pil penambah stamina yang dijual secara luas saat ini. Memang ada beberapa bahan yang digantikan, namun khasiatnya tidak jauh beda. Kami tidak yakin jika perusahaan besar seperti Halyn hanya memberikan pil semacam itu,” jelas Peter. 

“Benar juga,” perempuan itu mengangguk paham. 

“Jadi, kami selidiki lebih dalam untuk memastikan. Dan ternyata dugaan awal kami terbukti bahwa perusahaan Halyn meneliti DarkPill dan sudah menyelesaikannya. Hal itu dikuatkan dengan nama Doktor Brown yang menjadi ketua tim peneliti. Beliau sempat bekerja pada perusahaan Otis dengan penelitian DarkPill, namun dipecat karena tidak menunjukkan kemajuan sekian lama. Kini, obsesinya terbayar di perusahaan Halyn,” lanjut Peter. 

“Dan sekarang, kalian mengincar pil itu untuk diri kalian sendiri?” tebak si pria pembuka pintu. 

“Benar,” Peter tersenyum tenang. “Tapi bukan untuk dikonsumsi, melainkan untuk dimusnahkan. Atau lebih tepatnya, kami akan membuat penawarnya.” 

Kelimanya kembali memandang heran, merubah ekspresi secepat Peter melanjutkan kalimat barusan. 

“Ini bukan kali pertama kami berdua berhadapan dengan DarkPill,” Peter menggunakan nada santainya. “Hampir setahun yang lalu, kami berhasil menghentikan penelitian DarkPill oleh seorang mafia kelas kakap. Kami berpikir pil itu sudah tidak akan muncul lagi, namun dugaan kami salah. Bahkan lebih cepat dari yang kami perkirakan.” 

“Kami pernah dengar itu, walau hanya rumor tanpa bukti,” si gadis tadi mengingat. 

“Kegagalan pastilah bukan hal baik dalam citra mafia itu, sehingga ia akan menutupinya serapat mungkin,” Peter menerangkan. “Kini kami kembali mengincar DarkPill untuk membuat penawarnya. Kami tidak bisa memintanya, karena perusahaan Halyn sangat merahasiakan, bahkan dari karyawannya sendiri. Kami juga tidak bisa mencurinya, karena dugaan mereka akan langsung mengarah pada perusahaan Otis yang menjadi pesaingnya. Hal itu akan membuat situasi semakin rumit. Jadi, kami memutuskan untuk mengambilnya dengan cara yang sebenar-benarnya, yakni memenangkan hadiah itu.” 

Tim Fortis masih terdiam—entah bingung atau apa—sambil memandang fokus pada Peter. 

Lihat selengkapnya