Hari sudah sore saat kami kembali ke pondok, setelah tim medis Halyn memeriksa keadaan para peserta. Bahkan kami mendapat beberapa minuman berenergi untuk mengembalikan tenaga kami dan bersiap ke babak final besok lusa. Kami bertujuh berkumpul sejenak di ruang tamu, mengatur nafas dari kegiatan di luar pondok kami barusan. Bahkan saat kami berada di tempat pengobatan, kami tidak bisa sesantai ini dalam mengistirahatkan badan kami.
“Sesuai dugaan, empat besar kembali menduduki posisi final,” Ozzy menyalakan TV yang langsung menunjukkan daftar tim.
Fortis berada di urutan kedua, namun kami tidak bisa menggunakannya untuk jaminan ke babak final dua hari lagi. Setidaknya, kini kami sudah berhadapan dengan beberapa di antara mereka dan mengetahui sejauh mana perbedaan kekuatan dan kemampuan kami.
“Kita istirahat dulu,” Aidan mengusulkan. “Kita istirahat, bersih diri, dan apapun yang kita perlukan. Penyusunan rencana babak final bisa kita bicarakan setelah makan malam.”
“Ide yang bagus,” Peter sependapat.
“Setuju,” jawab yang lain bergantian.
Setelah itu, kami beranjak melakukan sesuai kesepakatan kami barusan. Istirahat, bersih diri—terutama karena keringat dan debu yang menempel pada kami—dan juga bersantai sejenak. Halyn memang sudah menangani keadaan kami, tapi tetap saja istirahat masih diperlukan. Jadi, kami berpencar dalam pondok dengan kegiatan masing-masing, hingga makan malam tersedia dan kami keluar bersama untuk mengisi perut.
Menu makan malam kami beragam dan lebih sepi dari kemarin. Maklum, kini hanya empat besar yang berhak masuk dalam ruangan ini dan kami bisa saling pandang lebih jelas dibanding dua hari yang lalu. Untunglah meja yang tersedia memiliki jarak yang cukup jauh, sehingga keempat tim punya ruang privasi dalam santap malam mereka. Meski semua tahu bahwa kami tidak akan memulai pertarungan di luar pertandingan, namun tetap saja tidak ada interaksi dari keempat tim itu, seakan di ruangan itu hanya ada tim mereka sendiri.
Selesai dengan makan malam, kami segera kembali ke pondok. Sebenarnya kami bisa membicarakan apapun tentang tim kami sambil menikmati makanan, hanya saja kami tidak ingin berlama-lama dalam satu ruang dengan ketiga tim lainnya. Tatapan kami saling mengintimidasi dan itu tidak nyaman bagi semuanya. Loch Ness sudah lebih dulu meninggalkan ruang makan, disusul dengan kami dan Normad yang nyaris bersamaan. Silver Bullet nampak masih menikmati setiap makanan yang tersedia, jadi kami tidak perlu mengetahui agenda mereka.
Ozzy memberikanku satu gelas es mochaccino sebagai hadiah yang masih ia janjikan kemarin. Ia ingin segera menyelesaikan hutang hadiahnya, jadi diberikannya minuman itu padaku malam ini. Kutenteng gelas itu sambil sesekali menggigit sedotannya, tanpa berniat meminumnya dalam perjalanan. Sesampainya di pondok, kami kembali bersantai dalam ruang tamu dan aku bisa menikmati minumanku lebih tenang.
“Astaga! Aku tidak bisa menikmati makan malamku dengan tenang tadi,” kata Ozzy sambil mengunci pintu pondok kami. “Mereka tidak pernah berubah.”
“Kita sama-sama kuat saat ini. Wajar jika sikap mereka seperti itu,” Barney menanggapi.
“Ya, tapi tetap saja! Ini makan malam, Bung! Bukan ajang saling tatap!” Ozzy masih menggunakan nada protesnya.
“Aku setuju dengan Ozzy,” Violet memberi dukungan.
“Mereka menyebalkan,” kini Jenny ikut bergabung.
Ozzy langsung menunjuk kedua perempuan itu dengan tangannya, memperlihatkan bahwa ia benar.
“Kita sudah mengalaminya beberapa kali. Tidak perlu dibesar-besarkan,” Aidan menengahi. “Apa ada pengumuman lanjutan?” ia mengalihkan pembicaraan.
Dengan cepat, Ozzy memeriksa ponselnya. “Belum. Pengumuman akan diberikan besok pagi. Hari ini mereka ingin kita istirahat.”
“Pengertian sekali,” ucap Barney dengan nada sarkas.
Mereka tertawa menanggapinya, mengetahui bahwa penyelenggara pertandingan ini lebih menyukai waktu persiapan kami yang sedikit karena akan mengeluarkan kemampuan kami lebih banyak saat pertandingan.
“Biar kulihat tangan kirimu,” kata Peter tiba-tiba padaku. Ucapannya pelan, sehingga tidak menarik perhatian rekan tim yang lain.
Kutatap dirinya bingung, belum memberikan apa yang ia minta.
“Kau menurunkan lengan jaketmu saat selesai bertanding tadi, begitupun dengan jaket yang kini kau kenakan. Lalu kau juga terus membawa minumanmu dengan tangan kanan dengan pura-pura minum. Aku ingat kau selalu membawa benda pada tangan kirimu agar tidak mengganggu kinerja tangan kananmu. Artinya, ada sesuatu di tangan kirimu saat ini,” jelas Peter menanggapi sikap diamku.
Satu decakan kesal keluar dariku, lalu mengulurkan tangan kiriku padanya. Dari caranya bicara, aku tahu bahwa ia akan mencari jawabannya sendiri jika aku tidak memberikannya.
Peter menggenggam lengan kiriku dan dengan perlahan menarik lengan jaket hingga menunjukkan luka gores yang kusembunyikan dengan tiga plester. Ia menatapku datar dan kesal.
“Kau terluka dan tidak mengobatinya saat kita di pengobatan Halyn tadi?” Jenny menanggapi.
Satu helaan nafas terdengar dariku, “ini hanya luka ringan. Lagipula, aku tidak ingin terlalu terlibat dengan Halyn.”
“Tetap saja!” Jenny kini memprotes.
“Kita pasang plester zip pada lukamu. Memang tidak membahayakan, tapi tidak bisa diremehkan,” kata Peter sebelum menuju ke kotak obat dan mengambil benda yang dimaksud.
Pada akhirnya, produk Halyn akan menanganiku. Setidaknya, aku tidak perlu mengisi identitasku pada para perawat di pusat pengobatan tadi.
“Dan bicara tentang tim lawan,” Peter mengambil ponselnya yang berbunyi, “sepertinya rekan kami menemukan sesuatu. Bisa kau angkat panggilannya sementara aku menanganinya?” ia menyodorkan ponsel ke arah Ozzy.
“Akan kusambungkan ke layar TV,” jawab Ozzy sambil menerimanya. “Hallo rekan Peter! Tunggu sebentar agar kami bisa melihatmu lebih lebar,” ia menekan beberapa pilihan dan kini wajah Nick muncul di layar kami. “Silahkan!”
“Oke. Pertama, senang rasanya mengetahui kalian lolos dengan utuh. Bukan hal yang baru bagi tim Fortis, tapi tetap saja, lawan kalian lebih kuat dari sebelumnya,” ucap Nick cepat.
“Kau ada kabar terbaru, Nick?” Peter mengembalikan pembicaraan utama.
“Tentang Silver Bullet dan—kau melukai dirimu?!” ia mengganti nadanya dengan cepat saat melihatku yang ditangani Peter.
“Hanya goresan. Aku pernah mendapat lebih buruk dari ini,” jawabku datar.
“Itu bukan maksudku,” sahut Nick cepat.
“Halyn tidak mengetahuinya,” aku tak mau kalah.