Pagi yang normal dalam beberapa hari ini bersama tim Fortis. Mereka pasti punya pembicaraan yang membangkitkan mood baik dalam memulai hari. Bagiku, itu lebih baik dibanding situasi aneh yang terjadi semalam, bahkan aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Namun melihat bagaimana mereka bebas termasuk dengan kami berdua, mereka sudah menyelesaikan situasi semalam dan menerimanya. Kami siap melanjutkan urusan kami.
Setelah semua nampak segar dan rapi, kami berjalan santai menuju ke gedung utama penginapan untuk menikmati sarapan kami. Beberapa dari kami nampak tidak begitu senang harus kembali ke ruangan itu dan duduk dengan ketiga tim lain yang tidak menunjukkan keakraban sesama petarung lain, ditambah lagi memar dan luka beberapa di antara mereka masih belum bebas dari perban. Hal itu membuat penampakan ruang makan seperti kantin gangster.
Sama seperti semalam, tatapan saling menyelidik masih keluar dari beberapa peserta, mengabaikan rasa nikmat dari sarapan mereka. Namun meski Ozzy mengatakan tidak terbiasa dengan situasi itu, ia tetap melahap habis dua piring sarapannya tanpa tersisa, yang membuat kami tertawa kecil meragukan kalimatnya.
Selesai sarapan, kami memutuskan untuk keluar penginapan sejenak, mengistirahatkan pikiran kami yang beberapa jam lagi akan dipenuhi oleh rencana gerakan pertandingan besok. Mereka jelas menolak jika kuusulkan meditasi, mengingat lokasi penginapan kami yang memiliki pemandangan dan suasana begitu tenang yang sangat sayang jika tidak kami nikmati saat ini. Ozzy dan Barney nampak tertarik dengan koleksi mobil yang ada di penginapan, Aidan dan Peter langsung menuju ke area atas untuk menikmati udara dengan perbincangan mereka, sedangkan Jenny, Violet, dan aku ikut menuju ke atas, namun lebih karena pemandangan yang akan mereka abadikan. Lebih tepatnya dua gadis itu yang saling foto, sedangkan aku menikmati udara pegunungan yang jarang kudapatkan akhir-akhir ini.
“Apa yang kau pikirkan?” tanya Jenny yang kini bersandar di sampingku. “Kami berdua asyik berfoto, sedangkan kau hanya berdiam menatap hutan di depan.”
Aku mencegah interaksi lebih akrab dengan mereka karena misi kami dan nama Royce yang tidak ada jaminan jika mereka akan menyukainya. Itu alasanku. “Aku sudah lama tidak berlibur, jadi aku menikmati suasana ini,” jawabku akhirnya.
“Kau selalu terlihat tenang—atau lebih tepatnya menghindari sekitar,” Jenny mengoreksi kalimatnya cepat. “Kau bukan mengabaikan kami, namun lebih terlihat menarik diri dari kami.”
“Jangan bilang itu karena misi kalian,” Violet menyambung kalimat Jenny. “Sedikit menyebalkan saat Nick mengatakannya.”
Walaupun itu yang sebenarnya, tapi kuakui itu memang tidak menyenangkan. “Kalian akan mengetahuinya saat semua selesai. Kuharap kalian bisa mengerti dan bersabar.”
Jenny mengangkat bahunya, “selama ini kalian memang mengantar tim ini untuk menang. Kurasa kami tidak akan meragukan tujuan itu.”
“Kami tidak mengantarkan kemenangan. Kami hanya saling membantu sesama anggota tim,” koreksiku. “Aku ingin minum sesuatu. Kalian ingin titip?” kualihkan pembicaraan serius kami.
“Tidak, kami sudah bawa jus dari makan pagi tadi. Tapi jika kau butuh teman, kami akan bersamamu,” Jenny menawarkan.
“Tidak perlu,” kataku dengan senyum seramah mungkin. “Ini bukan waktu pertandingan dan aku hanya mengambil minuman. Aku akan kembali segera,” lanjutku sambil melangkah.
Violet dan Jenny hanya diam membiarkanku berjalan, tahu bahwa aku bukan tipe yang suka bercentil ria.
Aku menuju ke sebuah meja yang menyediakan makanan ringan dan minuman. Kupesan es cappuccino untuk pagi ini, walaupun tidak ada jadwal khusus untuk salah satu minuman favoritku itu. Sambil menunggu, aku bisa melihat rekan-rekanku yang menikmati rehat pertandingan mereka dan kini Ozzy serta Barney ikut bergabung.
“Casey,” panggil seorang pria dengan tenangnya.
Pandanganku mengarah ke sisi kananku, pada dua orang pria yang berdiri menghadap ke arahku. Aku mengetahui mereka sebagai anggota tim Normad.
“Kau menyembunyikan sesuatu?” pria dengan suara yang memanggilku itu memandang tajam.
Tidak ada jawaban dariku atau reaksi apapun. Aku menyembunyikan banyak hal saat ini, jadi aku tidak ingin terpancing dengan omongannya.
“Melihat dari sikapmu yang tenang, kurasa kau yakin bahwa rahasiamu itu tertutup sempurna, terutama dari timmu,” ia menoleh ke arah yang dimaksud sejenak, sebelum kembali padaku. “Apa aku harus mengatakan nama aslimu, Casey Royce?”
Itu mengejutkan, namun aku berhasil mengendalikan diriku untuk tetap diam dan tak bereaksi. Kecil kemungkinan mereka hanya menebak, tapi aku tetap tidak ingin terpancing begitu saja.
“Sepertinya kau masih meragukan bahwa aku mengetahui dirimu. Yah, memang aku tidak mengetahui secara pasti, tapi saat temanku mengatakan bahwa ia mengenalmu bersama mafia itu, kurasa tidak diragukan lagi. Kau ingat nama ini, Mason Herra? Dialah yang mengenalimu.”
Aku ingat nama itu adalah lawan Nick beberapa waktu yang lalu. Kami membebaskannya, sama seperti petarung yang dibawa untuk pertandingan Black Battle atas nama keluarga kami.
“Sedangkan Peter Collin menggunakan nama aslinya, bahkan ia tidak menutupi sepenuhnya bahwa ia adalah karyawan perusahaan Otis, kompetitor terbesar Halyn. Bukan masalah besar, memang. Bahkan anak petinggi negara dan pejabat juga ikut diam-diam. Ini pertandingan umum, siapapun bisa masuk. Para publik figur itu jelas mengincar tahta permainan ini untuk pengakuan masyarakat, berbeda dengan kalian berdua. Karena kupikir, jika kalian memang mengincar tahta itu—bahkan jika baru sekarang—maka kau akan mengajak kakak-kakakmu bertanding untuk memenangkannya lebih mudah. Dari situ aku tahu, tahta bukanlah yang kalian incar.”
Diam, tak ada tanggapan. Kubiarkan pria itu mengatakan semua yang ia pikirkan di hadapanku.
“Lalu aku ingat hadiah bonus yang diberikan Halyn. Dan saat aku ingat Peter Collin, kini analisisku semakin kuat,” pria itu menyeringai. “Kalian mengincar Magic Pill itu dengan bantuan Fortis sebagai tameng identitas kalian.”