Suasana ruang makan kami masih sama seperti sebelumnya, mencekam dan menjengkelkan. Tatapan tim lain tidak pernah melembut walau kami cuek menikmati hidangan kami. Silver Bullet semakin menajamkan perhatian ke arah kami, bahkan sesekali mereka sengaja menampakkan wajah berburu mereka. Sedangkan Normad diam-diam mengawasi dan sering kali orang yang mengancamku tadi bertemu tatap denganku. Ia tahu aku belum membicarakan nama asliku pada Fortis, sehingga ia masih mengencangkan ancamannya. Sedangkan Loch Ness hening pada meja mereka sendiri, namun kami tahu bahwa mereka baru saja datang dari suatu tempat, yang kami duga adalah arena pertandingan.
Selesai makan malam, kami langsung kembali ke pondok, hampir bersamaan dengan tim lain. Sepertinya kini semua tidak ingin berlama-lama membuang waktu saat tahu waktu persiapan mereka semakin tipis. Tidak boleh ada yang lengah saat ini dan semua persiapan harus dipikirkan sematang mungkin.
“Baiklah,” Ozzy membuka pembahasan kami dengan menayangkan denah arena pertandingan. “Aku dan Casey tetap berjaga dalam markas dan mengawasi setiap gerakan. Kalian berlima akan berburu seperti pertandingan kemarin. Kita hanya perlu mengetahui keberadaan tim lawan dan melihat siapa saja yang bergerak lebih dulu.”
“Sedikit beresiko jika kita benar-benar meninggalkan kalian berdua, namun kurasa Casey bisa mengatasinya. Hanya saja, akan berbeda jika mereka maju bergerombol dan mendesak markas,” Jenny berpendapat. “Terutama tim Silver Bullet. Kuyakin mereka masih mengincar anggota kita.”
“Mereka bisa jadi mengincar markas secara diam-diam dan mengambil kode Reign,” Barney ikut bersuara.
“Apa kita harus memindahkannya?” Violet memandang kami, “markas dan kode Reign kita?”
“Kode Reign tim hanya berfungsi selama Reign masih dalam tim. Tapi aku tidak akan menyarankan untuk memberikan kartu Reign kita ke pihak lawan, karena tidak ada jaminan kita bisa merebutnya lagi tepat waktu,” kini Peter angkat suara. “Kita bisa pindah markas untuk mengantisipasi mereka yang mengetahui posisi kita. Sedangkan kode itu sendiri, mungkin masih perlu dijaga Ozzy dan Casey.”
Barney mengangguk pelan, “ya, kurasa itu lebih aman.”
“Oke, lalu tentang sandera Silver Bullet,” Ozzy melanjutkan. “Mereka pasti memilih orang yang sangat mempengaruhi pergerakan tim kita. Kita tidak bisa memberikan Reign untuk menjadi sandera, itu akan memudahkan mereka mengumpulkan kartu kita. Tapi kita juga tidak bisa menjamin apakah mereka mengabaikan yang lainnya karena kita semua saling menjaga,” ia memandang kami bergantian. “Tidak ada kepastian siapa yang akan mereka incar jika semua saling melindungi.”
“Kalau begitu aku saja,” Violet mengajukan diri.
“Vi?!” Jenny langsung menatapnya tak percaya.
“Kalian hanya perlu melonggarkan perlindungan padaku dan membiarkan Silver Bullet membawaku. Hanya untuk sandera dalam beberapa menit, kurasa tidak terlalu buruk. Kalian harus segera menyelesaikan pertarungan kalian dan menyelamatkanku. Aku akan mencoba bergerak dari dalam tim Silver Bullet,” usul Violet.
“Tunggu, Vi! Kau—kita—tidak tahu apa yang akan dilakukan Silver Bullet dengan tawanannya. Bahkan melihat bagaimana Normad dan Loch Ness akhirnya luluh dan menyerah pada tim itu, menurutku ini bukan sekadar menculik orang,” Jenny menyanggah cepat.
“J benar. Setidaknya kita harus punya tenaga yang kuat untuk bertahan dalam tawanan mereka. Kurasa aku bisa mengambil posisi itu,” Barney memberi usulan.
“Tidak. Justru karena Barney kuat, dia harus ikut berburu,” Violet menyanggah.
Kini mereka saling memberikan pikiran, lebih keras kepala dari sebelumnya.
“Aidan, Peter?” Jenny memandang keduanya yang masih terdiam.
Aidan melipat tangannya, “peluang saat Violet menjadi sandera memang lebih menguntungkan pihak kita. Tapi aku kurang setuju dengan itu.”
“Keduanya sama-sama punya celah dalam rencana selanjutnya. Tapi setidaknya kini kita punya gambaran penyerangan,” Peter menambahkan.
Kurasakan suasana yang memanas dalam pondok kami dengan kedua pendapat yang masih saling bersitegang. Tapi ada hal lain yang membuatku terdiam dan ini mungkin menyangkut keadaan tim kami. Kuarahkan pandanganku pada Peter tanpa suara, hanya memberinya sinyal.
Peter yang awalnya memandang meja—sambil berpikir—merasakan tatapanku.
Kumiringkan kepalaku sedikit ke arah pintu, memberi isyarat bahwa aku ingin bicara empat mata.
“Kalian bicarakan dulu bersama. Kami akan kembali,” Peter menerima isyaratku dengan baik. Ia beranjak dari kursinya dan menuju ke depan pondok bersama aku yang tepat berada di belakangnya. “Ada apa?” tanyanya setelah pintu pondok kami tertutup.
“Sesuatu yang lain,” kataku menatapnya lekat. Lalu kupandang pintu sejenak, mengalihkan pandangan pada sekitar pondok, sebelum menunduk. “Bukan rencana yang ini.”
“Apa?” nada bingung Peter terdengar.
Kuarahkan mataku ke lawan bicaraku lagi, “aku akan mengambilnya,” kataku masih dengan suara yang hanya didengar kami berdua.
“Case! Kita sudah membicarakan ini! Kau tidak bisa mengorbankan dirimu kapanpun—“