Sesuai dugaanku, Bob gampang marah. Saat orang marah, mungkin mereka lebih bengis dan kuat, namun sasarannya kurang akurat. Aku memanfaatkan keadaan itu dan meladeni serangan Bob walaupun ia lebih kekar dariku. Dengan membaca pikirannya, aku bisa menyeimbangi semua serangannya.
Kami bertarung dengan kekuatan dan kemampuan masing-masing. Bob dengan mudah menghancurkan beberapa benda sekitar kami saat serangannya meleset. Sedangkan aku masih mengelak dan mendaratkan beberapa serangan dari celah gerakannya. Pukulanku memang tidak terlalu menyakitinya, tapi setidaknya membuat gerakannya melambat seiring telepatiku yang masih menyerang. Pertarungan ini mengingatkanku pada Bernard dan juga kelemahan para superstrength.
Bob meluncurkan pukulannya dan malah mendapat tendangan pada kakinya, cukup membuat pondasi serangannya goyah. Tak berhenti dengan kondisinya saat ini, ia masih menyerangku lebih agresif. Beberapa kali aku membutakannya dengan memblokir pandangannya melalui telepatiku, tapi aku tidak bisa terlalu lama menahan seranganku. Karena aku harus menyerangnya secara fisik untuk melemahkannya, sekaligus memudahkan serangan telepatiku. Sebenarnya aku bisa membuatnya tidur, tapi levelku sekarang—dan kondisi fisik Bob yang masih cukup kuat—menahan seranganku.
Suara sekitar kami tak kalah gaduh disertai dengan beberapa benda yang jatuh atau rusak. Kami berdua sama-sama tahu jika pertarungan ini bisa berlangsung hingga waktu pertandingan berakhir. Jadi salah satu dari kami harus segera mengakhirinya. Sebuah gerakan tiba-tiba dari Bob membuatku menggeser posisi. Tapi dari pukulannya aku menemukan celah, hingga aku bisa menangkap tangannya, memutarnya ke belakang, lalu menahan badannya. Selanjutnya aku menekan pikirannya dan membuatnya tak berkutik walau mencoba melawan. Telepatiku berhasil membuatnya berlutut perlahan. Sedikit lagi aku akan membuatnya tertidur dan tidak perlu mengkhawatirkan dirinya dalam beberapa waktu ke depan.
Tekanan pikiranku hampir saja membuat Bob ambruk saat tiba-tiba seorang pria masuk dan menyerangku. Terpaksa, aku meladeni serangan telepati lawan yang muncul mendadak itu, sebelum akhirnya dapat membaginya untuk tetap mengamankan posisi Bob. Namun aku tahu, lawan baruku tidak akan hanya diam dengan serangan pikirannya, sehingga aku harus segera menyelesaikan pertarungan Bob. Akhirnya, kulayangkan pukulan yang membuat Bob jatuh tersungkur pingsan.
“Sepertinya kau benar-benar ingin melawanku,” Don, Jack Silver Bullet yang kini menjadi lawanku memasang senyum mencemooh. “Kau baru saja mengatasi satu lawan, apa perlu istirahat?”
Kurapikan jaketku dan bersedekap santai mendengarkan omongannya. Kubiarkan ia berbicara sehingga aku punya waktu untuk mengatur kekuatanku lagi.
Don memainkan ekspresinya. “Dengar. Jika aku meladenimu, jangan harap aku bermain lembut walau kau sudah kehabisan tenaga melawan rekanku.”
Posisiku masih sama, tidak bergerak sedikitpun.
Ia mengedikkan bahu cuek, “baiklah. Kau yang minta. Majulah.”
Tetap tidak ada tanggapan atau gerakan dariku.
“Kau membuang waktuku!” Don berdecak. “Akan kubuat kau membayarnya!” ia mulai melangkah lebar meluncurkan serangan.
Berbeda dengan pertarungan Bob barusan, kini aku benar-benar waspada dengan gerakan lawanku, karena aku tidak bisa membaca pikirannya yang juga tidak bisa membaca rencana serangannya. Jadi kini aku bertarung dengan lawan yang tepat. Gerakan pertama yang kulakukan adalah menghindari pukulan lawanku dan mengincar kakinya, mirip dengan Bob tadi. Sebab, saat lawanku kehilangan pijakannya, aku bisa lebih mudah menyerangnya.
Don hampir terjungkal saat kakinya terkena seranganku. Ia segera menegakkan posisinya dan mengganti posisi pijakannya. “Menarik,” ia tersenyum tipis. Tak ingin membiarkan seranganku tanpa balasan, langkahnya kembali maju dengan cepat.
Serangan selanjutnya berhasil kutangani dengan tepat, tak jauh beda dengan pertarunganku saat Black Battle pada transaksi bisnis kami. Ia lawan yang kuat, baik gerakannya maupun kemampuannya. Berulang kali kami saling serang dan tangkis bersamaan dengan telepati yang mencari celah penyerangan. Kakinya sudah goyah karena aku menyerang pada area yang sama, jadi ia sering mengandalkan pukulannya. Sedangkan aku juga beberapa kali mendapat serangannya ketika mencari celah dari gerakannya.
Tendangan Don kembali terangkat, walau ia masih kesakitan. Aku memanfaatkan keadaan itu dengan menangkap kakinya, menariknya, lalu menghajar badannya. Lawanku itu geram dan langsung membalas dengan tinjunya. Kuturunkan badanku menghindarinya, lalu membalasnya dengan pukulan ke atas. Itu cukup membuatnya melonggarkan perisainya, sehingga aku langsung menyerang dengan telepatiku. Pria itu memegang kepalanya, berusaha melepaskan seranganku. Tangannya meraih sebuah kayu di dekatnya dan melemparkannya padaku tanpa pikir panjang.
Hanya dengan menggeser badanku, kayu itu terlempar tanpa arti dan serangan telepatiku tidak berkurang. Don menggeram lalu bersikeras menerjangku lagi. Terpaksa aku mengurangi tekanan telepatiku untuk meladeni serangan fisiknya. Ia bahkan mencoba menyerangku balik dengan telepatinya, meski matanya mulai bergetar dan menghitam. Kakinya semakin mendekatiku, lalu menyerang lebih agresif dan membabi buta. Beberapa serangan berhasil mengenaiku, namun tidak dengan serangan telepatinya. Hingga aku berhasil menahan salah satu tangannya, lalu menariknya ke bawah sebelum menghantamkan lututku padanya. Badannya hampir ambruk, namun sempat menghantamkan kepalanya pada badanku dengan keras, membuatku mundur beberapa langkah darinya.
Don perlahan bangkit dari posisinya, lalu memandang orang yang berdiri tenang sambil menikmati pertarungan kami entah sejak kapan. “Kau ingin membantunya?”
“Tidak,” jawab Peter santai.
“Hahaha! Tindakan bodoh,” sahut Don sebelum kembali bertarung denganku.
Barney muncul setelah menghentikan laju larinya. Pandangannya langsung ke arah Peter. “Kita tidak membantunya?”
Peter memandangnya datar, “tidak.”
“Kau yakin?” Barney memandang kami bergantian dengan ragu.
Senyum santai Peter terpasang. “Mereka salah sangka jika mengira dia lawan yang mudah,” ia memberi jeda sejenak sambil melihat pertarungan kami. “Tidak ada aturan tentang siapa yang menempati posisi Reign. Kita tahu Reign ini berasal dari permainan kartu. Casey memang bukan orang untuk posisi Reign kita, tapi jika menggunakan aturan berdasarkan level untuk menempati posisi Reign, maka perempuan itu menempati posisi tersendiri.”
Satu tendanganku berhasil mengenai badan Don, disusul dengan pukulan kepalanya. Saat ia mulai kehilangan keseimbangannya, aku menendangnya mundur hingga terjungkal. Hal terakhir yang kulakukan adalah menekan pikirannya sampai ia terpojok dan tak bisa mengelak dari seranganku.
“Aargh!!” teriak Don berusaha melepaskan seranganku. Tanda hitamnya mulai muncul hingga ia merunduk kelelahan.
“Dia bukan anggota Reign,” Peter kembali melanjutkan kalimatnya. “Dia adalah kartu as kita.”
Kuambil kartu Jack dari Don, lalu membiarkannya tersungkur tak bergerak. Dari tenaga yang dikeluarkan, aku tahu dia sudah mencapai batasnya, jadi kami tidak perlu mengkhawatirkannya setidaknya dalam beberapa menit kedepan. Aku berjalan ke arah kedua rekanku, lalu memberikan kartu yang kudapat pada Peter.
“Sepertinya kau cukup menikmatinya,” Peter menyimpan kartu yang kuberikan.
Senyumku terpasang, mengakui ucapannya.
Bruuak!!
Pandangan kami langsung ke arah ruang dimana Peter dan Barney bertarung tadi.