“Mulai!!” nada Tuan Halyn lebih tinggi dari sebelumnya.
Satu hentakan keras langsung menghantam perisai pikiranku. Terlihat lawanku itu tidak ingin membuang waktu, bahkan terkesan seperti terburu-buru. Ia memang belum menggerakkan badannya, tapi telepatinya sudah memukul beberapa kali. Hingga akhirnya lawanku itu memutuskan untuk mulai bergerak menyerang.
Langkah lebar Gale terarah ke badanku, ingin menerjangku mundur saat itu juga. Kakinya terhenti tepat saat posisinya sudah di belakangku, gagal menyasar lawannya. Tangannya yang mengepal langsung melayang ke arah lawannya, tak peduli area badan mana yang jadi sasaran.
Pertarungan fisik kami sudah tiba. Kutangkis pukulannya, membalas dengan pukulan ke badannya. Gale sudah mengantisipasinya, sehingga ia bisa menangkap pukulanku dan mendorongnya mundur disertai kakinya yang terangkat. Tapi kakiku juga sama siapnya dan adu lutut kami tak terhindarkan. Lawanku yang tak menduga serangannya akan ditahan, kehilangan fokus dan mendapat pukulan pada kepalanya. Kucoba menyerangnya lagi, melonggarkan perisainya. Kesempatan ini langsung kugunakan dengan cepat, menyerang tanpa henti dari fisik dan telepatiku.
Pria itu mundur beberapa langkah untuk mengurangi dampak pukulanku, tapi tidak bisa menghindari sepenuhnya. Hingga kulihat ia mulai membuka pertahanan tangannya, aku langsung menghajar ke arah atas yang membuatnya goyah dan terduduk. Gale nampak mengatur nafas beratnya, bahkan keringatnya mulai membasahi bajunya. Ia menekan dadanya dan mengernyit tanpa suara.
Kuhentikan langkahku sejenak, bukan karena aku sudah selesai menghajarnya, bahkan ini baru beberapa detik. Aku merasa aneh dengan apa yang terjadi pada Gale di depanku itu. Pertarungan kami belum mengeluarkan tenaga berarti, tapi keringatnya mulai bercucuran dan dadanya kesakitan.
Namun Tuan Halyn atau siapapun dalam ruang itu tidak ada yang bergerak. Sesuatu sedang terjadi di tengah ruangan dan tidak ada yang berusaha menghentikannya.
“Arrrgh!!!” jerit Gale menatap langit-langit. Nafasnya mulai normal kembali dan ia perlahan bangkit. Tatapannya lebih tajam ditambah senyum seringai seperti siap menerkam.
Kami semua langsung mengetahui apa yang terjadi pada Gale. Efek Magic Pill-nya mulai bekerja. Level Gale berubah, tampak dari layar bahwa kini ia mencapai 9,0. Bertambah 1 poin lebih.
“Itu tadi menyakitkan, tapi sepertinya sepadan,” kata Gale ditengah nafasnya. “Mari kita sudahi pemanasannya dan langsung pada inti pertarungan.”
Tidak ada tanggapan dariku, membiarkannya maju lebih dulu seperti yang biasa kulakukan saat bertarung.
“Kau selalu menunggu lawanmu bergerak lebih dulu,” senyum cemoohnya terpasang. “Biar kuberitahu. Tindakanmu itu tidak sepenuhnya menguntungkanmu!” langkah cepatnya beriringan dengan pukulan yang melesat.
Tangan kiriku berhasil menangkis pukulannya, namun gagal menahan serangan tangan lain yang menargetkan samping badanku. Dengan cepat kuhajar dirinya dan menendangnya menjauh agar pinggangku tidak kesakitan lebih jauh.
Serangan kami barusan memang tidak keras, tapi kini kami tahu kemampuan dan kekuatan masing-masing. Sedetik kemudian kami kembali saling melempar hantaman. Kini kami tidak bisa lengah pada serangan masing-masing dan fokus pada setiap gerakan, baik dari kami sendiri ataupun lawan. Tangan dan kaki kami tidak bisa hanya terdiam. Serangan kami harus benar-benar yakin, jika tidak ingin mendapat balasan yang lebih parah.
Pukulan Gale sudah tidak terbendung lagi dan terus meluncur walau aku juga menyerangnya. Lawanku lebih agresif dari sebelumnya, termasuk dengan serangan telepatinya. Tidak mudah untuk saling melemparkan tekanan pikiran saat fisik kami masih saling beradu. Gale mengangkat tendangannya yang berhasil kuhindari dan membalasnya dengan mengincar kaki tumpuannya. Pijakannya goyah dan langsung kumanfaatkan untuk menendangnya jatuh.
Lawanku itu langsung berdiri lagi. Dia geram dengan serangan yang didapat barusan dan itu memberiku peluang. Sikap emosionalnya memang membuatnya lebih agresif, tapi tidak terkendali. Pukulannya beberapa kali kutangkis dan kubalas cepat, begitupun dengan tendangannya walau aku tidak bisa menghilangkan dampak hantaman sepenuhnya.
Sebuah tendangan berhasil membuat kami saling terlempar. Pandangan kami mengunci satu sama lain. Kuberikan jarak lagi di antara kami, sehingga aku bisa berlari dan menghajarnya lebih keras dari energi dorongku. Tepat saat Gale mulai melangkah, akupun ikut menjejakkan kakiku. Ruang kantor yang tidak terlalu luas untuk bertarung menjadi batasan yang harus kami atasi. Badan kami saling berhadapan dengan dorongan masing-masing. Begitu jarak kami tinggal dua langkah, Gale meluncurkan pukulan sambil melompat tinggi ke arahku. Gerakan itu memang sangat mematikan, tak heran jika ia memilihnya dan mengira aku akan menyerang dengan gerakan yang sama. Alih-alih beradu pukul di udara, aku menurunkan badanku, meluncur di bawahnya. Gale mendarat tanpa berhasil mengenaiku. Tapi satu tendangan meluncur dari belakang lututnya, membuat badannya turun. Tak sampai situ, sebuah lengan melingkar tepat di lehernya dan menahan pundaknya.
Gerakan pria itu tertahan, begitupun dengan asupan oksigen di tubuhnya. Ia tahu, tak lama setelah lenganku menguncinya, dia akan lemas dan kalah. Meski lehernya sudah dalam genggamanku, tapi ia tak ingin menyerah begitu saja. Dicengkramnya pergelangan tanganku erat, dengan dua tangan, menyentaknya kuat-kuat ke samping. Sejenak lehernya memang tertahan lebih dalam, tapi ia berhasil membuat celah. Aku yang kesakitan karena cengkraman dan sentakannya langsung mendapat pukulan di punggung tanganku. Dengan tangan yang belum sepenuhnya lepas dari lehernya, Gale kini mendapat pijakan dan berdiri mengangkatku yang ada di punggungnya.
“Gerakan yang bagus, Cewek,” ucapnya sebelum menarik cepat tanganku, lalu membantingku ke sebuah meja.
Meja berbahan kayu dan kaca di atasnya itu hancur seketika itu juga. Aku yang terbaring tak tinggal diam dan langsung berguling ke samping sebelum badan Gale menghantamku. Serangan barusan berhasil kuhindari dengan jarak hanya satu telapak tangan. Kuangkat diriku, bangkit kembali agar Gale tidak mengambil kesempatan dari dampak perbuatannya. Kami kembali saling menerjang, lalu berhadapan dengan serangan tak kalah agresif.
Dua pukulan Gale berhasil kubalas dan membuatnya mundur untuk menghindari kakiku. Saat ia mengokohkan pijakannya, aku mengambil kesempatan dan bergerak cepat menendang, dan menggapai kepalanya yang selanjutnya kulumpuhkan dengan lututku. Tiga kali kepalanya berhasil kuhantam, Gale kembali mencengkram tanganku, lalu menjatuhkan dirinya yang sekaligus membuatku jatuh ke atasnya. Kami segera berguling sebelum lawan melancarkan serangan berikutnya. Ia merunduk untuk menerjangku, membiarkan kepalanya menjadi sasaranku. Tapi ternyata itu sengaja dilakukannya, karena begitu aku memukul kepalanya, badannya sudah tepat di depanku. Ia menyabetkan tangannya ke samping, mengenai sisi badanku. Saat aku menghindari serangan keduanya, Gale sudah meluncurkan tendangan ke kepalaku.
Reflek, aku menghindarinya dengan menunduk, tapi kaki Gale yang baru melesat di atasku kini merendah dan mendorong tepat di wajahku. Gerakan menghindarku yang tiba-tiba membuat pijakanku goyah. Hal itu langsung dimanfaatkan Gale dengan menerjangku keras ke arah dinding. Selesai menghantamkan punggungku, tangan kanannya langsung mencengkram leherku erat. Bukan serangan leher yang diincarnya, melainkan sedikit celah dari perisaiku. Karena begitu ia mendapatkan leherku, telepatinya menghantam keras.
“Kau harus merasakan levelku ini!” tangannya bergetar saat ia menggeram.