Jasper memastikan semua sudah siap. “Pertandingan Black Battle, mulai!”
Pistol di tengah kedua PK itu langsung melayang dan bergetar. Nampak sekali mereka benar-benar menggunakan telekinesis di awal serangan. Nick mulai mengangkat tangannya, memperkokoh kekuatannya. Mereka bisa bertahan memperebutkan pistol itu semalaman jika tidak ada gerakan lanjut. Nick paham itu, sehingga ia langsung memberikan pukulan bayangan pada Drake untuk melonggarkan kekuatannya. Usaha itu berhasil, Drake terbungkuk sesaat. Nick tidak tinggal diam, ia langsung melempar pistol itu ke samping, agar tidak menghalangi langkahnya menuju ke Drake. Beberapa serangan bayangan—yang dilakukan menggunakan telekinesis—telah Nick lemparkan beberapa kali, membuat Drake yang masih berjarak beberapa langkah terpaksa menutup wajahnya agar tidak terkena serangan Nick.
Jarak mereka semakin dekat dengan langkah kuat Nick yang menghampiri Drake. Pistol yang menjadi incaran mereka saat serangan pertama kini terlempar dari pandangan keduanya dan tidak ada waktu untuk mencarinya di tengah serangan yang terus terlontar satu sama lain. Keduanya segera berhadapan dan saling menyerang secara fisik.
Drake berbadan lebih besar dari Nick, tapi Nick tampak lebih agresif. Pukulan mereka saling mengenai satu sama lain dengan sedikit pertahanan. Bahkan kini mereka menggunakan tendangan sebagai serangan lanjutan, karena terkadang tinju mereka di luar jangkauan. Satu serangan Nick mengarah ke wajah Drake, namun Drake berhasil menangkapnya. Tak tinggal diam, Nick langsung menyerang badan Drake dengan tangan lain yang masih bebas.
Kami yang berada di lingkar luar pertandingan mereka hanya bisa mengamati dan mengikuti setiap serangan yang mereka lakukan. Tapi tidak dengan lawanku, yang masih nampak terdiam dan ingin menyudahi malamnya saat itu juga.
Nick berhasil menangkap tendangan Drake, lalu segera melemparnya ke samping. Drake tersungkur dan Nick langsung berlari untuk menahan posisi lawannya itu. Nick menoleh sejenak, melihat senjata kemenangan mereka yang bergerak karena kekuatan Drake. Ia mengarahkan tangannya ke pistol itu dengan menghalau telekinesis Drake dan mengarahkan ke tangannya. Tapi gerakannya terhenti saat Drake dengan cepat bangkit dan menyerang balik. Nick kembali melepas senjata itu untuk menghalau serangan PK di hadapannya. Serangan Drake berhasil menyeret mundur langkah Nick, tapi tidak sampai menjatuhkannya. Mereka kembali berdiri dan saling berhadapan.
Kedua PK saling maju dengan serangan bayangan mereka. Tidak peduli serangan lawan yang mereka terima, mereka tetap melangkah mendekati orang yang membuat mereka semakin berantakan itu. Nick kembali berhasil menyudutkan, lalu menekuk lutut lawannya dan menahannya. Tapi Drake tidak mau kalah, ia langsung memusatkan pandangan pada pistol kemenangan mereka dan mencoba meraihnya dengan cepat. Nick menghalau dan menjatuhkannya kembali, tidak membiarkan lawannya menang dengan mudah. Hingga Drake akhirnya menemukan celah dan berhasil menjatuhkan Nick. Tak tinggal diam, ia langsung menahan posisi Nick yang masih berlutut agar tidak kembali berdiri. Kini perhatiannya kembali ke pistol itu, lalu mengarahkan ke tangannya. Pistol itu sempat berhenti saat Nick mencoba merebut dengan telekinesisnya. Drake dengan kasar menghajar Nick untuk melonggarkan pertahanan lawannya, hingga ia berhasil menangkap pistol itu. Dengan senyum kemenangan, Drake mengarahkan pistol itu ke pundak Nick dan menarik pelatuknya.
Suasana menegang, hening. Tidak ada suara, tidak ada gerakan. Drake dan Nick mengganti ekspresi mereka menjadi sangat berlawanan. Drake yang yakin dengan kemenangannya, kini bingung karena pistolnya sudah kosong. Ia kembali menarik pelatuknya, bahkan mengokangnya sebelum menembakkannya lagi. Setelah beberapa kali percobaan, ia mundur selangkah, tahu jika pistol itu benar-benar kosong. Sedangkan Nick yang sudah tidak dalam pengaruh kekuatan lawannya itu, perlahan berdiri dan langsung menghadap ke Drake. Ia tersenyum dan memandang PK di depannya dengan tenang. Lalu secara tiba-tiba, sebuah peluru melayang menyayat lengan Drake sebelum tertancap ke sebuah kayu di belakangnya.
Drake hanya bisa teriak dan menekan lukanya. Peluru itu sudah diambil lebih dulu oleh Nick saat Drake menghajarnya tadi, sebelum ia merebut kembali pistol itu.
“Berhenti!” kata Jasper tegas. “Kita sudah punya pemenang pertandingan ini,” ia melangkah ke tengah area, menyudahi pertandingan para PK. “Karena pasukan Tuan Royce telah berhasil melukai lawan dengan peluru itu, maka kemenangan ada di pihak Tuan Royce.”
Kedua PK segera keluar area, menuju ke pihak mereka masing-masing.
Nick dengan senyum santai berjalan dan memberikan tos atas sebagai dukungan dan kebanggaan bagi pihak kami saat akan melewatiku.
Aku yang menerima tosnya hanya tersenyum tenang, siap melanjutkan permainan sesaat lagi.
“Berikutnya, para telepath. Silahkan masuk ke area pertarungan,” Jasper memberi komando.
Aku dan Peter maju ke tengah, menghampiri Jasper.
“Peraturan pertandingan ini, para pemain boleh menggunakan kekuatan fisik ataupun telepati mereka. Permainan akan berakhir dalam waktu 15 menit atau berhenti saat salah satu pihak menyatakan selesai. Dilarang menyerang area vital. Ini adalah pertandingan persahabatan, tidak ada dendam setelah ini,” jelas Jasper sama seperti pertandingan sebelumnya. Ia memandang kami berdua bergantian. “Para pemain, silahkan bersalaman.”
Aku dan Peter saling menjabat tangan.
“Dua langkah ke belakang,” lanjut Jasper yang langsung kami laksanakan. “Bersedia!”
Kami berdua melebarkan jarak antar kaki kami, hanya menariknya ke samping sedikit.
Jasper memastikan kami berdua sudah siap. “Pertandingan Black Battle, mulai!”
Tatapan kami langsung beradu, lebih tajam dari sebelum Jasper mengatakan mulai.
“Maafkan aku!” sebuah suara terdengar jelas pada benakku.
Aku terdiam sejenak. Memang bukan pertama kalinya ada lawan yang mencoba berkomunikasi saat bertanding denganku, tapi baru kali ini aku mendengar kalimat begitu dalam dan benar-benar merasa bersalah sebelum melakukannya.
“Kau boleh menghajarku, tapi beri aku kesempatan sedikit saja,” lanjutnya.
Tidak ada tanggapan dariku, tapi pandanganku jelas menusuknya. Kami bahkan belum saling menyerang walau dalam telepati dan aku tidak akan menyerang duluan. Fokusku lebih ke arah bagaimana lawanku itu nampak benar-benar tidak menginginkan pertandingan ini. Aku menggeser kakiku sedikit, tidak ingin terlihat membosankan. “Hajar aku!”
“Aku memang harus menghajarmu. Tapi percayalah, ini bukan keinginanku. Kita selesaikan secara cepat, tapi beri aku sedikit kesempatan!”
“Tidak ada kata 'sedikit' jika kau sudah diminta bertanding seperti ini. Kau hajar aku dengan semua tenagamu. Lalu kita selesaikan lebih cepat. Ini jalan yang lebih baik,” jelasku.
Hening sejenak, terlihat ia nampak memikirkan ucapanku. “Baiklah,” ia menegakkan badannya, lalu perlahan berjalan ke arahku. Tangannya mulai mengangkat, seakan mencengkram kepalaku.
Ya, sepertinya aku tahu apa yang dialaminya. Tapi tidak ada yang bisa menolongnya selain terus melakukan pertandingan ini. Kurapatkan kembali kakiku sebelum melangkah menghampiri lawanku tanpa mengangkat tanganku.
Kami mulai mendekat, tapi Peter tidak menurunkan tangannya. Alhasil, dengan mudah aku bergerak cepat dan menangkis tangannya turun, sebelum menghajar bagian perutnya hingga ia tertunduk sakit. Untuk level di atas rata-rata, dia seharusnya bisa lebih baik.
“Berhenti bermain. Mereka tidak akan menghentikan pertandingan jika kita tidak benar-benar bertarung,” kataku dalam telepatinya.
“Baiklah,” jawabnya sambil bangkit. Tanpa buang waktu, ia langsung melemparkan tangannya menyapu bagian kepalaku, lalu memperpendek jarak antar kami.