Remarkable

FS Author
Chapter #8

Latihan

“Bagaimana, Dok?” tanya keduanya, saat sang dokter baru bangkit dari duduknya.

“Dia bahkan belum melangkah,” komentarku.

“Hei, kami khawatir padamu. Jadi wajar saja,” Nick memprotes nadaku. “Jadi, bagaimana? Apa yang sudah terjadi padanya?”

Kuulurkan tanganku untuk menarik sang dokter duduk kembali. Setelah itu, kuangguk kecil kepalaku agar ia mulai bicara.

“Seperti yang kita duga, dia seperti dibius dengan semacam obat yang bisa menurunkan level kemampuannya. Saya sudah mengambil sampel darah dan akan memeriksa lebih teliti untuk memastikan efek dan pengobatan yang bisa kita berikan selanjutnya,” jelas sang dokter.

“Lalu, apa yang terjadi dengan kemampuannya? Apa dia bisa kembali seperti semula?” Nick nampak menginterogasi.

“Saya belum bisa memastikan hal itu, yang jelas kemampuannya saat ini berkurang karena efek dari obat itu. Entah sejauh mana pengaruhnya dan berapa lama. Tapi secara fisik, dia baik-baik saja,” sang dokter menjelaskan dengan hati-hati.

“Dia kuat. Kami tahu itu,” kata Bernard yang duduk di sofa kamarku.

“Trims, Bear,” ucapku menerima pujiannya.

“Lalu, bagaimana dengan levelnya?” Nick masih menyelidiki.

Pria yang memeriksaku itu memandangku sejenak, “saat ini 5,5.”

Kami terdiam sejenak masih tidak percaya dengan angka yang turun jauh itu, walaupun lebih tinggi dari saat aku mengukur sebelumnya.

“Adakah obat untuk mengembalikannya? Dia punya angka 8 sebelum ini dan sekarang hanya 5,5?!”

“Nick,” panggilku menenangkan.

Jasper segera menahan badan Nick yang perlahan mendekat ke arah sang dokter.

“Seperti yang kukatakan tadi, Tuan Nick. Saya perlu penelitian lebih lanjut,” dokter itu tetap menjawab dengan tenang, walau suara Nick meninggi barusan. “Sementara hanya itu yang bisa saya sampaikan dari pemeriksaan ini. Saya akan hubungi kalian jika ada kabar lebih lanjut,”

“Baik, terima kasih, Dok,” kata Jasper.

“Terima kasih,” anggukku mempersilahkan untuk keluar kamar, diantar oleh Jasper.

Pintu kamarku kembali tertutup, namun dengan sedikit celah. Meninggalkan keheningan diantara kami bertiga.

Punggungku kembali bersandar, menenangkan pikiranku yang berputar dengan berbagai kekhawatiran.

“Dia pasti menemukan obatnya. Dia dokter terhebat. Tenang saja,” kata Nick lebih ke arah menenangkan dirinya sendiri.

“Kau punya fisik yang kuat. Hanya tinggal meningkatkan sedikit levelmu,” Bernard menambahkan.

Satu helaan nafas kukeluarkan dengan jelas. “Ya, kurasa kalian benar.”

Nick duduk di sampingku, “ini bukan pertama kalinya kita turun level, kan? Tapi kita berhasil meningkatkannya kembali,” ia tersenyum, “kau ingat saat kita turun level dulu?”

“Ya, aku meminum sebotol bir waktu itu. Keesokan harinya, kemampuanku langsung turun.”

“Lihat? Ini bukan pertama kalinya dan kita tahu kita bisa melewatinya lagi!”

Aku mengangguk kecil. “Aku turun 0,5 dan butuh waktu seminggu penuh latihan extra untuk mengembalikannya lagi.”

“Tapi kau berhasil!” Nick kembali memberi semangat. “Intinya kau bisa melaluinya dan sekarang kita hanya perlu melakukannya lagi!”

Kurasa ucapannya memang ada benarnya. Tidak sesulit yang kukhawatirkan.

“Kekuatan kita seperti sebuah tempat yang melewati semak belukar di tengah hutan. Jalan menuju tempat itu adalah kekuatan kita dan tempat itu adalah level kita. Kau sudah pernah menuju ke level itu dan sekarang hanya perlu menapaki jalan yang sudah kau lalui sebelumnya,” ia mulai menjelaskan kembali. “Obat itu seperti semak belukar yang menghalangi jalanmu. Kau sudah tahu jalan yang akan kau lewati, hanya terhalang oleh semak-semak itu. Yang perlu kau lakukan adalah—“

“Bakar!” potong Bernard.

“Bukan!” Nick sedikit membentak karena tidak menyukai ucapannya dipotong. Lalu ia kembali memandangku, “jadi yang perlu kau lakukan adalah menebas semak itu dan kembali ke tempat levelmu sebelumnya,” lanjutnya.

Pandanganku menatapnya sejenak. “Wow! Bagaimana kau bisa mendapatkan penjelasan itu?” kataku kagum, walau sedikit tertawa.

Nick mengangkat bahu kanannya dengan sedikit sombong. “Yang jelas, aku akan membantumu. Apapun yang kau perlukan. Karena kembaran akan selalu mendukung satu sama lain.”

“Kita bukan kembaran,” aku kembali mengingatkan.

“Ya, terserah,” ucap Nick tak peduli.

Tok tok! “Permisi Nona,” kata sebuah suara dari pintuku.

“Silahkan,” jawabku.

“Permisi, saya antarkan camilan untuk Anda. Mungkin Anda lapar setelah pemeriksaan tadi,” kata Nemi yang membawa nampan berisi semangkuk buah segar.

“Astaga, Nemi. Kau tak perlu repot-repot membawakannya,” kataku. “Aku hanya sedikit pening, bukan kehilangan kakiku.”

“Maafkan saya, Nona,” ia langsung menunduk.

“Tidak, bukan salahmu,” aku segera menyanggah. “Kau terlalu perhatian. Itu saja.”

Nemi terdiam, nampak bingung harus berkata apa.

“Tapi Case benar, Nemi,” Nick berdiri dari posisinya, “dia hanya kehilangan kesadaran, bukan kakinya. Jangan terlalu dimanja,” ia mengarahkan Nemi keluar ruangan, bersama nampannnya.

“Hei, tunggu! Bukan berarti aku menolaknya!” cegahku.

“Ambil sendiri di dapur!” kata Nick yang sudah berada di depan pintuku, lalu keluar kamarku entah kemana dengan Nemi. Yang jelas ia pasti ingin dibuatkan sesuatu untuk camilannya.

“Aku butuh minum,” kata Bernard yang ikut beranjak keluar kamarku.

“Tunggu! Aku juga ingin camilan!”

“Kau sendiri yang bilang, kau punya kaki. Jadi, jalanlah sendiri,” kata Bernard sebelum menghilang di balik pintu kamarku.

“Ya! Tentu saja!!” kataku kesal sendiri sambil beranjak ke arah dapur.

-[R]-

Lihat selengkapnya