Ruang latihan kami mirip gym pribadi, dengan berbagai alat olah raga dan fasilitas VR yang membantu kami bertiga untuk meningkatkan kekuatan pikiran. Kami menggunakan VR untuk berlatih, karena tidak setiap saat bisa menemui orang yang bisa menjadi bahan latihan kami terutama karena kemampuan yang kami miliki. Jadi, VR cukup membantu untuk simulasi dan latihan, seberapa jauh kemampuan kami dalam menggunakan dan mengendalikan kekuatan pikiran kami.
Kuposisikan diriku untuk masuk ke area simulasi dan memasang VR ke kepalaku. Kupilih level latihanku dan mulai memainkannya. Memang nampaknya kami bermain game, tapi di sana kami melatih ketangkasan, keakuratan, dan juga kekuatan dari kemampuan kami. Untuk mencapai level tinggi, kami harus mempunyai kekuatan tertentu yang bisa mempengaruhi ketangkasan dan keakuratan dalam menggunakannya. Itu salah satu tolak ukur dari sebuah level, dimana kami dapat melakukan beberapa hal berdasarkan tinggi rendahnya angka kami.
Hasil yang keluar saat aku menyelesaikan simulasiku saat ini masih sama dengan yang sebelumnya. Kuulang tes di tingkat yang sama, tidak ingin menyerah begitu saja. Setidaknya sampai aku bisa tenang menghadapi Tuan Craig tiga hari kedepan. Aku tahu orang itu pasti akan melakukan Black Battle dengan kami saat transaksi.
Layar di depanku menjadi kuning, artinya aku berada pada nilai cukup untuk simulasi ini. Dan ini sudah kesekian kalinya aku tertahan pada warna itu. Kulepas VR-ku dengan kesal lalu meletakkannya pada salah satu meja dan duduk pada kursi komputer di sana. Kututup wajah dengan telapak tanganku, berusaha menenangkan pikiranku yang campur aduk.
“Jasper bilang agar menunggu 90 menit setelah makan sebelum mulai latihan.”
Kuangkat kepalaku, lalu menatap orang yang baru saja masuk ruang latihan itu. “Aku tidak melakukan aktivitas fisik, Nick.”
“Itu juga termasuk,” tambahnya. “Case,” panggilnya untuk mendapat pandanganku kembali. “Jasper juga bilang bahwa semua akan baik-baik saja. Kau jangan terlalu memaksakan diri.”
“Ya, aku tahu. Hanya saja—“ aku terhenti sejenak, mencari kata-kata yang tepat, “—aku tidak bisa tenang jika memikirkan Black Battle, terutama Tuan Craig. Dia begitu ambisius untuk dapat mengalahkan kita.”
“Kupikir dia hanya kecanduan Black Battle,” sanggah Nick.
“Ya, tapi sudah berapa banyak uang yang ia habiskan setiap kali kita memenangkan Black Battle?”
“Tapi dia menikmatinya.”
Kepalaku menggeleng, “tidak Nick. Dia mengamati kita, mencoba mencari tahu kelemahan kita. Setelah itu, dia mencari orang yang akan bertarung dengan kita. Jika orang itu berhasil, Tuan Craig akan kembali menantang pertarungan untuk keuntungannya sendiri. Ditambah lagi, Dad tidak bisa menolak jika ada penantang yang ingin mencoba kekuatan kita ini,” jelasku.
“Kurasa benar juga,” ucapnya menyetujui.
Kuhela nafas dan segera mengalihkan topik, “aku masih menunggu latihan denganmu.”
“Tentu saja,” Nick memandang arah depan dengan datar. “Ya, baiklah. Ayo!”
Senyumku mengembang, lalu mengikutinya berdiri dan menuju ke salah satu sisi ruang.
“Jadi, aku akan menggerakkan botol ini ke arahmu, dan kau hanya perlu membuatku menghentikannya. Tiga meter?” ia menghitung jarak kami.
“Ya,” jawabku mengokohkan tumpuan kakiku.
Botol minuman Nick mulai melayang di sampingnya. “Katakan kapan.”
“Sekarang!” jawabku tanpa ragu.
Nick meregangkan lehernya sejenak, lalu menatapku lekat. Sesaat kemudian, ia mulai mengarahkan botol itu ke arahku.
Telepatiku langsung menyerangnya, memasuki pikirannya, menekan agar ia menghentikan kekuatannya. Aku berhasil, botol itu terhenti satu meter di hadapanku. Lalu aku mencoba menekan pikiran Nick lagi agar kekuatannya berkurang, sehingga telekinesisnya juga melemah.
Lawanku itu tidak tinggal diam, ia mulai menguatkan kemampuannya dan mendekatkan botol itu ke wajahku. Ia nampak kesakitan dengan telepatiku, tapi tidak ingin tumbang begitu saja. Sehingga, adu kekuatan kami berlangsung sangat ketat.
Botol itu melayang diantara kami, kadang ke atas, ke bawah, atau condong mendekati salah satu di antara kami. Sedangkan pandangan kami masih saling menusuk satu sama lain, tanpa lengah satu detik pun. Nick masih berusaha mengarahkan botol itu untuk mengenaiku, sedangkan aku berusaha untuk menghalau pikirannya yang mengendalikan telekinesisnya. Entah berapa lama kami bertahan dengan botol melayang di antara kami, tapi latihan ini cukup membuat kemampuan kami terasah satu sama lain.
“Meditasi!” ucap sebuah suara sambil mengambil botol yang melayang itu.
Kami berdua langsung menegakkan posisi, menghentikan kekuatan kami. Kini fokus kami pada dada yang terengah-engah.
“Kekuatan kalian terpusat pada pikiran. Jika ingin mendalami dengan berusaha memahaminya, maka kalian harus ‘berkomunikasi’ dengan pikiran itu. Meditasi adalah jawabannya,” jelasnya melanjutkan ucapan sebelumnya. Bahkan mengabaikan kami yang masih mengatur nafas.
“Serius, Jas—“ ucapan Nick langsung terhenti saat Jasper melempar botol ke arahnya.
“Ya, aku serius,” jawab Jasper mengabaikan protes Nick. Lalu ia memandangku, “kita lakukan bersama,” lanjutnya.
“Kau tahu meditasi itu sangat membosankan buatku,” kataku sedikit protes.
“Sama!” sahut Nick.
“Aku tahu,” jawab Jasper tersenyum. Ia tetap memutar badan mengarah pada kami berdua, membentuk segitiga, lalu duduk bersila dengan tenang. “Itulah kenapa aku akan membantu.”
“Menyenangkan,” ucap Nick sarkas sambil memandangku.
Aku hanya membalas pandangan Nick dengan ekspresi yang serupa, namun ikut duduk dengan Jasper. Kutegakkan badanku sambil menyilangkan kaki, berusaha santai.
“Sekarang, tenangkan diri kalian. Tutup mata dan fokus hanya pada kedamaian yang ada pada masing-masing,” Jasper mulai menginstruksi.
Walaupun kami berdua protes sebelumnya, tapi akhirnya kami mengikutinya.
“Atur nafas kalian setenang mungkin, konsentrasi pada setiap udara yang masuk ke paru-paru kalian. Rasakan udara itu, rasakan semua ketenangan ini,” Jasper melanjutkan.
Kulakukan apa yang diucapkannya, melepaskan semua pikiranku.
“Bayangkan kekuatan kalian ada di depan, tepat di hadapan kalian. Begitu bersinar, begitu indah. Lalu bayangkan kekuatan itu semakin besar sesuai kehendak kalian. Atur kekuatan itu sesuka kalian. Mainkan dan pusatkan perhatian hanya pada cahaya itu.”
Tidak sulit untuk sekadar membayangkannya dan aku langsung dapat melakukannya dengan mudah. Bayangan, atur sesuai kehendak, semuanya.
“Sekarang, bayangkan kekuatan itu ada di tubuh kalian. Semua badan kalian, tangan, kaki, kepala, hingga setiap ujung jari. Rasakan semuanya.”
Agak sulit jika harus terfokus pada setiap anggota badan. Tapi kurasakan kekuatanku menguat saat aku mencobanya.
“Kemampuan kalian adalah energi. Keluarkan kemampuan itu dari semua sudut badan, lalu berikan kekuatan pada masing-masing energi itu. Ini tidak mudah, tapi inilah cara efektif agar kita bisa meningkatkan kemampuan kita,” jelasnya dengan tenang. “Akan butuh waktu, tapi ambil waktu itu selama yang kalian inginkan.”
Benar apa yang ia ucapkan, aku cukup kesulitan. Tapi perlahan energi itu mulai nampak dan aku mulai mengembangkannya. Perlahan, dengan konsentrasi yang tinggi. Aku bisa merasakan kekuatan dari seluruh tubuhku, lalu mulai memfokuskan untuk membuatnya lebih kuat. Kulawan semua tekanan yang kurasakan dan memusatkan semua tenaga hanya pada kemampuanku. Perlahan, sebuah cahaya menyilaukan menerpaku, semakin lama semakin terang. Hingga akhirnya aku membuka mata perlahan.
“Sepuluh menit! Mengesankan, Case!” kata Jasper memberikan botol minumanku.
“Selama itu?” tanyaku sambil menerima botolnya dan mulai meneguknya.
“Memangnya berapa lama?” Jasper memandangku, memastikan aku baik-baik saja.
“Entahlah, lebih singkat, mungkin? Aku hanya berfokus pada satu hal. Aku lupa semuanya.”
“Sepuluh menit waktu yang lumayan untuk berkonsentrasi pada kemampuanmu itu. Aku masih bisa mencapai 15 menit sebelum konsentrasi hilang,” kata Jasper. “Dan aku lihat, auramu lebih segar dari sebelumnya. Lebih kuat daripada sarapan tadi.”