Remarkable

FS Author
Chapter #14

Ethan

Empat hari berselang setelah pertemuan kedua kami, kini aku dan Spencer kembali membuat janji temu seperti sebelumnya. Kami akan ngobrol di kantor Spencer sambil melihat lab-nya yang selalu membuatku kagum. Sebenarnya Spencer menawariku untuk makan di luar, entah makan siang atau makan malam, tapi aku merasa hal itu masih terlalu berlebihan untuk kami saat ini. Jadi, kuputuskan untuk berbincang santai di kantornya, ditambah lagi aku juga selalu penasaran dengan penelitian mereka.

“Latte dan donut untuk makan siang!” ia membuka satu kotak donat yang dimaksud.

“Kau tahu aku bisa sekalian jalan untuk membeli ini, sehingga kau tak perlu repot bolak-balik membelinya.”

“Aku menggunakan jasa pesan antar, jadi tidak ada bolak-balik,” ia menanggapi dengan ringan.

Merasa kalah, aku hanya tersenyum dan tidak ingin meneruskan pembahasan makan siang ini.

“Jadi,.. bagaimana harimu?” ia membuka pembicaraan.

“Normal seperti biasa. Tidak ada yang terlalu istimewa. Bagaimana denganmu?”

“Kurang lebih sama. Pekerjaanku sudah lebih baik dari sebelumnya.”

“Terdengar bagus,” kugigit donatku dan mengunyahnya dengan tenang.

Ia tersenyum menanggapi. “Kau mengingatkanku pada seseorang.”

“Wanita?” aku penasaran.

“Bukan, justru seorang pria. Dia sama sepertimu, tidak ingin terburu-buru dalam menjalankan suatu hubungan, baik sosial maupun bisnis, tapi selalu tahu kapan waktu yang tepat, walau kadang terasa tiba-tiba,” senyum samarnya terlihat.

Kutelan kunyahanku sebelum menjawabnya, “menarik.”

“Kau mungkin bisa bertemu dengannya. Dia akan datang berdua siang ini. Mereka adalah dua di antara kami berempat.”

“Suatu kehormatan bisa bertemu para ilmuwan seperti kalian,” anggukku pelan, lalu mengambil satu donat lagi untuk kusantap. “Tapi, apa aku tidak akan mengganggu pertemuan kalian?” kutarik donatku sejenak.

“Tidak, ini hanya pertemuan biasa,” jawabnya segera. “Mereka juga punya sikap lebih baik dibanding Arthur. Jadi kurasa mereka bisa memahamimu lebih daripada Arthur.”

“Okay,” kataku lega, sebelum kembali menggigit donatku.

“Bahkan keduanya sama-sama telepath sepertimu. Dan orang yang mirip denganmu itu punya level yang tinggi. Untungnya dia tidak tertarik dengan pertarungan.”

“Kau tahu aku tidak begitu peduli dengan level orang-orang, kan?” ujarku mengingatkan, walau memang aku penasaran dengan orang yang dibicarakannya itu.

Spenser mengangguk pelan. “Memang benar,” ucapnya menanggapi. Tiba-tiba ia memandang ponselnya yang berbunyi. “Panjang umur. Mereka sudah sampai.”

“Oh!” dengan cepat aku mengusap mulutku yang mengunyah makan siangku.

Spencer tertawa kecil melihatku yang kerepotan sendiri. “Case, santailah! Mereka hanya temanku, bukan seorang presiden.”

Aku terdiam sebentar, “benar juga,” kataku akhirnya, walaupun donatku tetap kuletakkan dan aku sudah memastikan tidak ada remahan pada wajahku. Setidaknya aku bisa terlihat sopan di kantor orang lain.

Tok tok!! Sebuah ketukan terdengar dari pintu kantornya.

“Masuklah!” jawab Spencer sambil berdiri dari sofa di sampingku. “Hallo, kalian!” sambutnya.

Kedua pria itu segera masuk ke kantor Spencer dan langsung bertatapan denganku. Kami terbeku sejenak.

“Oke, biar kuperkenalkan. Casey, mereka dua dari empat orang itu, Peter Collin dan—“

“Ethan,” potong salah seorang diantara mereka.

Spencer sedikit heran dengan ucapan temannya itu, tapi ia tidak ingin memprotesnya.

Kami saling bersalaman, meresmikan perkenalan kami. Dan—sesuai dugaanku—akan ada rasa canggung saat aku dan Peter bertemu. Kami saling pandang dengan kaku.

“Jadi,.. Casey,” Peter tersenyum aneh.

Pemilik kantor menangkap situasi kami, namun ia nampak ragu, “jangan bilang,..”

“Ya, Spencer,” aku menjawab dugaannya. “Ini Peter yang itu.”

“Dan dia wanita yang itu,” Peter menambahkan.

Wajah bingung Spencer langsung terpasang. “Tunggu. Tapi itu tidak mungkin! Terakhir aku cek, level Casey adalah 6,7. Sedangkan kau bilang, wanita yang mengalahkanmu punya kekuatan—dan level—yang lebih dibanding dirimu,” ia memandangku dan Peter bergantian.

“Kau serius?” Peter menatap Spencer.

“Bahkan ia baru tahu jika ada WhitePill saat Arthur datang meminta,” jawab Spencer.

Kini tatapan mereka tertuju tepat ke arahku, curiga, penasaran, dan waspada.

Satu helaan nafas samar keluar dariku. “Cerita singkatnya, levelku memang sedang turun karena aku terkena bius orang asing.”

“PurePill?!” tebak Spencer sebelum ketiganya saling tatap.

“Apa??” tanyaku polos dan penasaran. Bahkan mereka nampak tahu apa yang sedang terjadi padaku.

Spencer memandangku sejenak. “Duduklah,” pintanya sambil mengarahkan kedua rekannya.

Kami pun duduk di sofa, melingkar dan saling berhadapan. 

“Sepertinya kalian tahu sesuatu tentang obat ini,” kutatap mereka bergantian, meminta penjelasan. “Spencer?” aku beralih ke dirinya, saat mereka hanya terdiam.

Wajah Spencer akhirnya menatapku, tapi ia terlihat sedikit ragu. “Kami memang mengetahui obat itu, Case. Tapi sejauh ini kami mengira itu hanya rumor. Kami pernah menemukan dasar formulanya, namun segera kami kubur dalam-dalam karena kami tidak yakin apakah obat itu akan berguna nantinya dan khawatir akan disalahgunakan seperti yang terjadi padamu.”

“Kami tidak pernah membahasnya lagi dan tidak ada yang tahu tentang formula itu. Kami tahu bahayanya jika formula itu sampai tersebar, banyak orang yang kehilangan kemampuan istimewa dan menimbulkan lebih banyak kekacauan sosial. Namun yang terpenting dari itu, formula itu bahkan menghilangkan kemampuanmu, bukan hanya menurunkan levelmu,” lanjut Peter.

“Aku memang hampir mengkonsumsinya, karena dituang pada minumanku. Tapi aku segera menghentikan minumku dan memuntahkannya sebisa mungkin. Meski kuyakin sudah mengeluarkan semua, tapi efek obat itu masih berdampak padaku,” jelasku.

“Itulah kenapa kami bilang obat itu bahaya,” Spencer menanggapi cepat. “Kau beruntung bisa langsung mengeluarkannya, sehingga dampaknya tidak terlalu fatal dan kau masih bisa meningkatkan levelmu setelah ini. Tapi bayangkan jika orang lain meminumnya, hingga reaksi obat itu sepenuhnya bekerja dan mereka kehilangan kemampuannya. Mereka menjadi orang biasa dan harus berusaha keras jika menginginkan kemampuan istimewa ini. Meski kemungkinan mereka masih bisa mencapainya sedikit lebih cepat, tapi tidak lebih mudah.”

Diam, beku, tapi aku memahami semuanya. Tindakan cepatku waktu itu benar-benar sangat berpengaruh dan hampir berakibat fatal bagiku jika terlambat sedikit saja.

“Jadi, kau anak dari Tuan Royce,” Peter mengalihkan topik, saat kami semua terdiam.

“Ehm, ya. Adopsi,” jawabku segera, membuyarkan lamunanku.

“Benar juga. Jadi kau yang membuatnya babak belur?” kini Spencer teringat dendamnya.

Lihat selengkapnya