Mobil kami berhenti sejenak pada sebuah bangunan. Pintu pagar dibuka dan Spencer memarkirkan mobilnya di belakang salah satu mobil yang sudah datang mendahului. Tak perlu menunggu, kami segera turun dan masuk ke rumah bertingkat itu. Keempat pria saling menyapa dengan mengangkat kepala mereka, sedangkan aku langsung terfokus pada layar komputer yang menjadi perhatian mereka.
“Kau tak apa?” tanya Peter yang melihatku hanya terdiam.
Sebenarnya aku juga tidak tahu bagaimana perasaanku. “Kurasa aku jadi tunawisma sekarang,” jawabku akhirnya. “Tuan Royce mengancam akan menghapusku dari keluarganya jika aku keluar dari rumah itu.”
“Dan kau keluar rumah,” Peter menambahkan, memahami situasiku.
“Tidak perlu diperjelas lagi.”
“Kau bisa tinggal di sini,” kata Spencer sambil memberikanku sebotol air mineral. “Ini salah satu propertiku. Kau bisa tinggal sesuka hatimu.”
Senyumku terpasang, “terima kasih, Spencer,” kupandang botol yang ia berikan, “atas semuanya.”
Spencer langsung membalas senyumanku dengan senyumannya yang tak kalah menawan.
“Jika kalian mulai bercumbu, jangan di hadapan kami,” Arthur berceloteh.
“Apa?!” ucapku, Spencer, dan Ethan bersamaan dengan nada protes.
Pandanganku langsung menuju ke Ethan yang juga ikut bersuara.
Pandangan datar Ethan segera menanggapiku, “kau adikku walau mungkin belum kau ingat.”
Ada rasa kecewa pada diriku sendiri saat tidak bisa mengingat keluargaku sebelumnya.
“Jadi, apa selanjutnya?” Peter mengalihkan perhatian kami.
“Kita harus segera mengakhirinya sebelum obat itu terselesaikan,” jawab Arthur. “Mengingat mereka sudah mendapat bahan terakhirnya, kurasa tidak akan lama lagi obat itu akan selesai.”
“Mereka?” tanyaku yang juga ingin memahami apa yang mereka bicarakan.
“Pasukan Tuan Craig,” kata Peter.
Aku tertegun, “tunggu. Apa yang sedang kalian bicarakan? Kenapa dengan Tuan Craig?”
Mereka saling pandang, masih ragu untuk menjawab pertanyaanku, atau lebih tepatnya melibatkanku.
“Kita sudah membawanya sampai sejauh ini, kurasa dia juga bisa membantu kita,” Spencer membuka pembicaraan lebih dulu pada ketiga rekannya.
“Tapi kita akan menyeretnya dalam bahaya,” Ethan menimpali.
“Oke, jangan tersinggung, tapi bahaya bukanlah hal baru untukku,” kusela obrolan mereka. “Aku bahkan membuatmu cukup babak belur semalam,” kupandang Ethan untuk menguatkan maksudku.
“Itu berbeda. Kita hanya bermain untuk mengalihkan mereka.”
“Oh, jadi kau ingin pertarungan yang sebenarnya?”
“Oke, hentikan!” Peter menengahi kami berdua. “Kalian kakak beradik! Akurlah sedikit!”
Tidak ada tanggapan dari kami berdua, namun keheningan kami cukup menunjukkan bahwa kami selesai dengan topik barusan.
“Biar kujelaskan,” Spencer mengajukan diri. “Kau sudah mengenal BlackPill dan WhitePill, dimana kedua obat itu bekerja untuk memanipulasi auramu—yang berkaitan dengan levelmu—tapi tidak dengan kemampuanmu. Kami menggunakan semacam zat kimia yang bisa mempengaruhi kondisi seseorang tanpa menimbulkan kecanduan. Itu karena aura memang sangat berhubungan dengan keadaan orang itu sendiri.”
Bisa kubayangkan apa yang ia jabarkan, bahkan memahaminya dengan baik.
“Mirip seperti kedua pil itu, kami menemukan formula PurePill yang tidak hanya menghilangkan level seseorang, tapi juga kemampuan istimewa mereka alias ‘tanda’ mereka. Formula itu terdiri dari zat seperti THC yang biasa kita jumpai dari narkoba. Dalam kasus umum, zat itu akan merusak dirimu perlahan, tapi dalam PurePill, zat itu lebih kuat, sehingga tidak ada kata perlahan lagi. Memang menyeramkan, tapi tidak dengan lawan obat itu, si DarkPill.”
Kupandang mereka dengan ragu, “jangan bilang…”
“Obat itu bisa membuat kemampuanmu meningkat,” Spencer mengangguk membenarkan dugaanku. “Mirip dengan meth namun lebih kuat, tubuhmu terasa bagaikan diberi stamina,” ia terdiam sejenak. “Tapi juga sama dengan meth, kau akan kecanduan karena efeknya tidak permanen. Dan itulah yang mereka dapat semalam.”
“Semalam, maksudmu transaksi semalam?”
“Ya. Tuan Royce berhasil menemukan penjual meth dengan kadar yang lebih tinggi dan menjualnya pada Tuan Craig. Zat itu akan diolah kembali hingga mendapatkan dosis yang sesuai untuk meningkatkan stamina seseorang yang juga berpengaruh pada kemampuan dan levelnya. Namun kita tidak bisa membiarkan obat itu beredar, karena perlahan mereka akan kecanduan dan kami tidak tahu efek jangka panjang untuk kemampuan istimewamu.”
Sebuah perkiraan muncul dalam benakku. “Bagaimana jika DarkPill membuatmu lebih kuat karena sudah mendapatkan asupan zat itu secara terus menerus? Seperti efek permanen.”
“Kalau begitu, efek sampingnya juga akan bersifat permanen,” Arthur menjawab.
“Fisik kita tidak akan kuat untuk menerima efek zat itu. Dan jika kekuatanmu menjadi permanen, kau mungkin tidak bisa menggunakannya karena badanmu yang tidak sanggup menerima tekanannya,” Spencer menambahkan.
Dalam arti lain, kedua pil itu sama berbahayanya, namun masih tetap akan muncul di sekitar kami. Lalu sesuatu yang lain mengusikku, “bagaimana kalian tahu hal ini?”
“Sebenarnya kami sudah meneliti formula keduanya, tapi tidak benar-benar menciptakannya,” Peter kembali menjawab. “Kami tidak pernah memberikan informasi ini pada siapapun, bahkan pada Otis sekalipun. Tapi saat mengetahui ada PurePill yang beredar, kami langsung mengetahui bahwa DarkPill juga muncul atau setidaknya akan muncul tidak lama lagi.”
“Mengingat bagaimana kau bisa mendeteksi PurePill pada minumanmu dan efek yang ada masih bisa dicegah, kemungkinan formulasi itu masih dalam tahap penyempurnaan. Sepertinya mereka sengaja mengincar level atas untuk melihat reaksi terbesarnya,” Arthur menambahkan.
“Kami mulai menelusuri jejak peredarannya, bertanya pada beberapa pengedar dan preman-preman bertanda darah hitam—termasuk Gust—“ Spencer mengingatkan pada preman yang kami lihat saat pertama kali bertemu, “hingga akhirnya kami menemukan informasi ini. Bahwa Tuan Craig yang menjadi tokoh utama di balik kedua obat itu.”
“Bukan tokoh utama,” aku menyangkalnya. “Aku tahu Tuan Craig, dia memang punya kekuasaan seperti Tuan Royce. Mafia dengan koneksi yang luas dan berbahaya. Tapi dia bukan ilmuwan.”
Lagi-lagi mereka terdiam, lalu perlahan memandang ke arah Ethan. Secara reflek, aku mengikuti arah mata mereka, walaupun aku tak tahu apa yang sedang mereka pikirkan.
Ekspresi Ethan nampak tidak menyukai bagaimana mereka menyudutkannya, tapi ia juga tidak ingin menahan keterangan yang harus disampaikannya. “Tuan Craig mendapatkan ilmuwan itu. Namanya Guzman,” ia memberi jeda sejenak. “Guzman Arden,” lanjutnya. “Ayah kita.”
Tatapan ketiganya kini tertuju ke arahku, bingung namun menunggu tanggapan dariku.
“Oh,” jawabku singkat.
Dalam waktu bersamaan, mereka langsung merubah ekspresi mereka.
“Hanya itu?” Peter lebih dulu menanggapi. “Kau tahu apa yang sedang orang itu perbuat dan apa yang sedang mereka kerjakan. Tapi jawabanmu ‘oh’ saja?”
Kuangkat bahuku singkat, “lalu apa? Aku tidak mengingatnya kecuali namanya yang tercantum pada akta adopsiku.”
“Kau sudah membaca memoriku, kan? Apa tidak ada yang mengingatkanmu akan sesuatu?” Ethan memandangku sedikit bingung.
“Entahlah. Aku tidak bisa mengingat wajah mereka, nampak seperti orang yang melewatiku di jalanan. Orang asing yang tidak kukenal. Hanya itu.”
“Hipnosis?” Spencer menebak.
“Mungkin,” Ethan menjawab.
“Memang,” aku membenarkan.
Spencer kembali memandangku. “Jadi, kau sudah meminta Tuan Royce membuka hipnosisnya?”
“Ya, dan ditolak. Itulah sebab aku di sini, saat ini.”
“Tidak hanya itu,” Ethan menyanggah. “Jika hanya penolakan semacam itu, kau tidak akan mundur begitu saja, apalagi kabur dari keluargamu. Ada alasan lain yang membuatmu keluar, hingga sampai di sini.”