Seminggu setelah kejadian di lab Tuan Craig, kami dapat memastikan formula DarkPill tidak tercipta maupun tersebar. Usaha kami tidak sia-sia dan menjadi harapan besar bagi kami kedepannya, agar tanda yang kami miliki bukan sekadar ajang adu kekuatan, namun juga menjadi pelindung bagi sesama. Kesetaraan istimewa masih menjadi dukungan kami dan semakin banyak teknologi yang dapat membantu orang biasa untuk mendapat kesempatan yang sama hebatnya dengan para pemilik kemampuan istimewa. Black Battle masih tetap berjalan pada beberapa tempat, dengan BlackPill yang tidak mengalami penurunan pemesanan. Entah sampai kapan keberadaan BlackPill bisa seaman ini, hingga kekacauan yang kami takutkan bisa terjadi. Tapi kami mencoba untuk tetap bersiap kapanpun atau bagaimanapun hal itu nantinya akan menjadi kenyataan.
Keluarga kandungku menyambut diriku dengan bahagia. Kami berkumpul di rumah persembunyian ibu, untuk menghindari kejaran Tuan Craig terhadap ayah. Ayah sendiri masih mengalami syok, walau perlahan sudah kembali normal. Sepertinya cuci otak yang dialaminya cukup dalam, hingga membutuhkan waktu untuk pulih. Terlepas dari itu, beliau nampak mulai mengingat kami dan terus mengalami kemajuan.
Kini aku berdiri di rumah yang tak asing bagiku, bahkan menjadi tempat bersejarah dalam hampir sepanjang usiaku. Dengan satu tarikan nafas, kulangkahkan kaki memasuki wilayah rumah itu, dan membuka pagar. Beberapa pasang mata langsung menatapku dengan berbagai ekspresi. Kaget, bingung, tak percaya, yang jelas tidak ada yang angkat senjata seperti terakhir kali aku mengunjungi rumah ini. Aku berjalan masuk, melewati ruang tamu dan menuju ke ruang yang pasti menjadi tempat tuan rumah ini berada.
“Casey?” sebuah suara diikuti tatapan beberapa mata langsung tertuju ke arahku.
“Hei, semua!” sapaku ramah. “Nick!” kubalas sapaannya barusan. “Jasper, Bear, Nemi,” lanjutku.
“Astaga!” Nick langsung beranjak dari tempat duduknya dan memelukku hangat. “Kenapa tidak memberitahu lebih dulu?!”
Kulepas pelukannya perlahan sebelum menjawabnya. “Kejutan!”
“Kejutan apanya?!” protesnya sambil mengelusku kasar.
“Hentikan!” kusingkirkan tangannya kesal. “Jasper!” kini aku beralih ke kakak pertamaku itu.
“Apa kabar, Case?” peluknya hangat.
“Jauh lebih baik. Bagaimana denganmu?” jawabku.
“Sama sepertimu dan Nick. Aku baik-baik saja,” ia tersenyum ramah.
“Oh, benar juga! Masa lalumu,” aku mengingat bahwa ia juga mengalami hal seperti kami.
Ia mengangguk. “Singkatnya, aku tinggal di panti asuhan, lalu orang-orang menganggapku aneh, aku terkucilkan, hingga Tuan Royce mengadopsiku,” jelasnya.
“Aku turut sedih mendengar masa lalumu.”
“Tidak perlu. Kita ada di masa sekarang. Jangan terpaku pada yang sudah lewat.”
Senyum manisku membalas senyumannnya, “setuju,” kataku. “Bear!” kuhampiri dirinya yang masih tetap duduk dan kuberikan satu tinju tos kami. “Bagaimana kabarmu?”
“Tidak ada yang berubah,” jawabnya tetap sibuk menikmati sarapannya. “Keadaan di sini cukup sepi tanpa dirimu.”
“Ouh,” aku bingung harus mengatakan apa.
“Membosankan jika tanpa dirimu,” lanjut Bernard lebih lirih.
Senyum jahilku terpasang, “kau bilang sesuatu? Aku tidak mendengar barusan!”
“Aku ingin sarapan. Jangan ganggu,” ucapnya alih-alih menjawabku.
Tawaku menanggapi sikapnya barusan. “Nemi,” sapaku pada wanita di balik meja dapur itu.
“Nona Casey,” jawabnya ramah. “Anda ingin sarapan?”
“Kuharap aku bisa sarapan roti panggang buatanmu. Tapi aku sudah makan sebelum ke sini,” kupandang dirinya dengan menyesal. “Mungkin lain kali.”
Nemi mengangguk paham, “saya mengerti.”
Pandanganku beralih ke kedua kakakku. “Dimana Dad?”
“Ruang kerja,” jawab Jasper.
“Aku ingin menemuinya. Ada sesuatu yang ingin kubicarakan tentang keluarga ini,” ucapku.
“Tentang keluarga ini?” Nick menatapku penasaran.
Jasper ikut menatapku dengan kerutan tipis pada dahinya.
Kuangkat bahuku singkat, “aku harus menegaskan.”
“Menegaskan? Apa maksudmu? Jangan membuatku penasaran,” kata Nick protes.
“Jika kau bilang menyangkut keluarga ini, artinya aku dan Nick juga termasuk dalam pembahasan kalian nantinya,” Jasper mencoba terlibat.
Aku mengangguk mengiyakan. “Bisa kita menemuinya sekarang?”
Tidak ada jawaban dari Nick dan Jasper, tapi mereka mulai melangkah bersamaku ke arah ruang kerja Tuan Royce, meninggalkan sarapan dan Bernard yang tidak ingin terlibat. Kami melewati beberapa ruang hingga hampir sampai di depan pintu ruang tujuan kami.
“Jasper, kau tahu apa yang akan kita bicarakan?” tanya Nick sudah tak tahan dengan rasa ingin tahunya. “Kau sudah melihatnya?”
“Aku tidak melihatnya,” jawab Jasper sambil tersenyum tenang padaku. “Tapi apapun itu, aku yakin pasti yang terbaik untuk kita.”
Kubalas senyumnya tanpa berusaha memberikan sedikit petunjuk tentang apa yang akan kubicarakan sebentar lagi.
Jasper mengetuk pintu di depannya dengan sopan. “Dad, Casey datang ingin membicarakan sesuatu.”
Sedetik kemudian panel pintu melepas kuncinya. Jasper membukanya cukup lebar untuk memperlihatkan kami bertiga.
“Masuklah,” kata Tuan Royce menutup salah satu berkasnya.
Kami bertiga masuk beriringan. Jasper dan Nick duduk di salah satu sofa, sedangkan aku—yang menjadi tokoh utama pembicaraan ini—berdiri di depan meja.
“Casey! Bagaimana kabarmu?” tanya Tuan Royce ramah.