Rembulan di Kaki Gunung Ceremai

R Fauzia
Chapter #10

Selamat Tinggal Masa Lalu

Dua buah mobil van memasuki pekarangan. Dari beranda tempatnya berdiri, Luna melambaikan tangan. Kemudian ia melongok ke dalam rumah dan berteriak memanggil Mbok Yu dan Tono. Keduanya datang dengan tergopoh-gopoh. 

“Ono opo, Mbak?” tanya perempuan setengah baya yang mengenakan daster bermotif bunga matahari dengan warna yang cukup mencolok mata. 

“Itu udah pada datang,” jawab Luna, 

“Tono, tolong bantu turunin barang. Mereka bawa kompor kayanya,” kata Luna lagi sambil menuruni anak tangga. Setengah berlari ia menghampiri rombongan yang sudah mulai keluar dari mobil.

“Cepat juga sampainya. Enggak pakai berenti ya?” Gadis berambut hitam sebahu itu mencium tangan papa- mamanya terlebih dahulu, baru kemudian mencium tangan dan memeluk tiga orang lainnya satu per satu. 

“Bude, Pakde, apa kabar?”

“Tante Lala, lagi jomblo ya ditinggal Yayangnya? Om sampai kapan di Belanda, Tante?”

Suasana rumah yang semula hening, langsung menjadi meriah dengan kedatangan rombongan berjumlah tujuh orang. Selepas makan malam, beranda rumah terasa hangat dengan obrolan ringan keluarga Pak Ilham ditemani minuman jahe panas dan bajigur buatan Mbok Yu.  

“Betah tinggal di sini, Mbak Una?” 

“Betah, Pakde. Udaranya enak. Mbok Yu itu yang ribut mau pulang.”

“Halaaah, sampean kangen arjuna neng omah, Mbok Yu?” goda pakde Luna. 

“Iki tulang mboten kuat, Pak, dingin. Rematik, sudah tulang tua.” Mbok Yu yang tengah menyajikan minuman panas, menjawab, kemudian tertawa. Perempuan 54 tahun yang sudah bekerja dengan keluarga Pak Ilham selama 25 tahun itu memang sangat mudah tertawa. 

“Beruntung kamu, Dik Ilham, bisa dapet lahan begini luas dengan harga segitu.” Bude Siti, kakak kandung ayah Luna berkata sambil mengedarkan pandangan menyisir setiap bagian beranda. “Bangunan rumah ini juga bagus, kokoh, bersih.”

“Awalnya tidak seperti ini, Mbak. Kotor, tidak terurus. Tiga bulan bulak-balik buat bersih-bersih dan tambal sana-sini, Mbak.” Bu Anggi, mama Luna menjelaskan. 

“Kotor ya biasa, bocor juga biasa. Rumah ini kosong berapa tahun?” tanya Bude lagi. 

“Lima tahun, Mbak Wid.” Kali ini Pak Ilham yang menjawab. 

Kembali ia bercerita tentang informasi penjualan rumah perkebunan dari seorang sahabat istrinya yang tinggal di Kuningan. “Benar-benar rezeki saya ini, Mbak Wid. Bisa dapat paket lengkap dengan harga murah.”

Ne’ lima tahun omahne kosong, dingajikan dulu sebelum ditempati, biar yang nunggu pergi.” Bude Siti memberi saran dengan nada serius. 

“Jangan-jangan hargane murah karna akeh demit, Dik Ilham.” 

Lihat selengkapnya