Rembulan di Kaki Gunung Ceremai

R Fauzia
Chapter #28

Cemburu

Irvan membangun kemah dengan bantuan Indi yang bekerja tanpa suara. Intan yang dibebaskan dari tugas malah memotret-motret. Tak dipedulikannya protes sang kakak yang merasa keberatan diabadikan. Tidak butuh waktu lama untuk membangun tenda berharga mahal yang sangat user friendly itu. 

“Kalian bisa masuk, istirahat,” kata Irvan entah pada siapa. Dengan riang, Intan masuk ke tenda sementara Indi mengambil tas tenda yang lebih kecil lalu membawanya ke titik yang ia rasa pas. 

“Aku bisa sendiri, Ndi.” Namun, gadis itu tetap melanjutkan kegiatannya.

Irvan cepat-cepat membantu. Saat ia hendak mengambil pasak, tangan Indi melakukan hal yang sama hingga bersentuhan. Tanpa bisa ditahan mata keduanya bertemu, sendu dan penuh rasa. Gejolak hati dan rasa panas di sekujur tubuh membuat Indi segera menunduk. Irvan masih menatap sesaat sebelum membuang wajah ke arah tenda. Jantung pemuda itu seakan berhenti berdetak saat matanya bertemu dengan tatapan tajam Intan. Rupanya gadis itu melihat kejadian tadi.

Beberapa detik keduanya hanya saling berpandangan. Sorot mata Intan menyelidik curiga. Gadis itu yakin ada sesuatu antara kakaknya dengan Irvan. Ia pun mulai memperhatikan sikap kedua orang terdekatnya itu dengan rasa curiga. Semakin ia mengamati, semakin Intan merasa yakin bahwa ada yang disembunyikan oleh kekasihnya bersama Indi. Calon pengantin wanita itu mulai gelisah dan cemburu.

Secara demonstratif Intan bermanja-manja pada Irvan di depan Indi. Intan bisa menangkap gerakan calon suaminya yang menegakkan tubuh saat ia melingkarkan tangan di lengan kekasihnya itu. Irvan terlihat tak nyaman membuat gadis itu semakin curiga, merasa yakin kegelisahan Irvan karena ada Indi di dekat mereka. 

“Sayang kenapa? Kaya gelisah?” tanya Intan menyelidik.

“Gelisah? Enggak,” jawab Irvan, melempar pandangan ke tenda kecil yang sudah selesai dipasang.

"Sayang enggak sabar ya mau nikah?" Sengaja Intan bermanja-manja, dilihatnya sang kakak beranjak.

“Kak Ind! Kenapa kita enggak terus aja ke gua?” tanya Intan menghentikan langkah Indi yang bersiap untuk menjauh. 

“Kemaleman.”

“Terus sekarang kita ngapain, ini kan masih sore, masih terang. Kak Indi bad mood ya? Kenapa?”

“Enggak kekejar, kekeburu gelap nanti,” jawab Indi lagi.

“Seenggaknya kita terus aja jalan.”

“Indi betul, keburu gelap nanti. Kita di sini dulu, subuh kita berangkat.” Irvan menengahi. Rasa cemburu semakin menguasai pikiran dan hati Intan.

“Tapi kita bisa coba aja ke sana, dari pada di sini masih jauh ke mana-mana. Kan dari awal kita memang mau foto di dekat gua,” protes Intan, ia merasa terganggu dengan sikap misterius Irvan dan Indi. Hatinya mulai panas karena kembali kekasihnya lebih membela Indi. 

“De, ini lokasi untuk bangun tenda. Kita enggak boleh bangun tenda deket gua. Rombongan tadi juga tidur di dekat-dekat sini. Kamu denger kan tadi mereka ngomong gitu,” kata Indi jengkel. 

“Jawabnya enggak usah sewot gitu, dong, Kak!” protes Intan, “Kak Indi enggak ikhlas ya ikut ke sini? Dari awal bilang aja kalau enggak ikhlas. Jangan ikut tapi mengacaukan agenda orang lain.”

Intan yang merasa tidak didengar usulnya oleh sang kakak dan juga Irvan, mulai merajuk. Kecurigaan, kelelahan, dan perasaan menjadi nomor dua membuatnya marah. 

"Susah kalau cewek jealous!" tugas gadis itu keras.

Sayang!” Irvan menegur calon istrinya, kepalanya menggeleng tanda tidak setuju dengan sikap Intan.

“Kamu juga, Mas Irvan! Sekaliii aja, bela aku di depan Kak Indi! Jangan yayangnya terus yang dibela.”

“Sayang, jangan begitu. Kamu cape,” bujuk Irvan. “Istirahat dulu di tenda, ya.” 

“Mas Irvan nyuruh aku ke tenda, biar bisa ngobrol ‘kan sama Kak Indi. Soulmatenya? Harusnya kalian berdua yang nikah. Mas Irvan sama Kak Indi! Bukan sama aku!” Sejak Irvan menyatakan cinta dan mereka terikat dalam hubungan romantis, tidak pernah sekali pun Intan merasa cemburu pada siapa pun, terlebih pada kakaknya. 

Gadis itu tahu bahwa sang kekasih hati sangat memujanya, bahwa ia adalah satu-satunya gadis yang dikagumi dan diinginkan Irvan. Pemuda tampan itu mencintai sepenuh hati. Ia adalah masa sekarang dan masa depan bagi Irvan. Intan tidak pernah meragukan itu hingga beberapa saat yang lalu, saat tatapan Irvan dan Indi terhadap satu sama lain begitu penuh cinta. 

Lihat selengkapnya